NUSA DUA- Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa Indonesia sangat memahami tantangan dalam transisi menuju energi bersih. Oleh sebab itu, ia memandang bahwa Indonesia tidak memerlukan kuliah dari negara-negara maju mengenai langkah-langkah apa yang harus diambil.
“Indonesia, sangat memahami hal ini. Tidak perlu negara maju menguliahi kami tentang apa yang harus dilakukan untuk transisi energi,” kata Luhut dalam acara Coaltrans Asia 2024, dikutip Selasa (10/9/2024).
Luhut menyadari konsumsi energi di Indonesia sebesar 86% masih bergantung pada bahan bakar fosil. Misalnya seperti batu bara untuk listrik, bensin untuk transportasi, dan batu bara untuk industri.
Di sisi lain, Indonesia masih memiliki potensi energi terbarukan yang besar, sekitar 3.800-an Giga Watt, yang belum dimanfaatkan sepenuhnya. Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya pembangunan jaringan energi terbarukan yang kuat di seluruh negeri untuk memanfaatkan potensi ini.
“Menurut saya, kita harus memiliki jaringan energi terbarukan kita sendiri di seluruh negeri. Karena kita memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, sekitar 3.800-an,” ujarnya.
Luhut mencatat, kebutuhan investasi Indonesia untuk pengembangan infrastruktur transmisi dan pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan setidaknya mencapai US$ 94,6 miliar atau sekitar Rp 1.462 triliun hingga 2030.
‘Suntik Mati’ PLTU Batu Bara
Kepada Bergelora.com.di Jakarta dilaporkan dari Nusa Dua, Luhut Binsar Pandjaitan hingga kini masih menanti komitmen dukungan pendanaan dari negara-negara maju untuk mempercepat pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Mengingat, program ini memerlukan dana yang cukup besar.
Semula, Luhut menyoroti tantangan yang dihadapi Indonesia dalam transisi ke energi bersih. Khususnya terkait penghentian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
Terlebih, beberapa negara maju dan organisasi internasional terus mendorong Indonesia untuk segera beralih ke energi terbarukan. Namun, dukungan dari negara-negara tersebut terkait program pensiun dini PLTU justru belum terlihat.
“Jika Anda mendorong kami untuk menghentikan pembangkit listrik batu bara lebih awal, bagaimana pendanaannya? Jika Anda memberikan bunga komersial, apa bedanya?,” ungkap Luhut.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang untuk penghentian operasional sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) lebih cepat dari rencana awal alias pensiun dini. Setidaknya, terdapat 13 unit PLTU yang berpotensi untuk dilakukan pensiun dini.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan 13 PLTU tersebut rencananya akan diakhiri masa operasinya sebelum 2030. Bahkan terdapat salah satu PLTU yang berpotensi pensiun dini pada 2028.
“Nah itu termasuk dalam list 13 itu. Jadi ada yang 2028. Kayaknya paling cepat 2028 deh. Tetapi ini kan bottleneck-nya itu mungkin identifikasi statusnya di PLN-nya,” kata Eniya ditemui di Gedung Kementerian ESDM, dikutip Rabu (21/8/2024).
Eniya membeberkan dari 13 unit PLTU tersebut, beberapa diantaranya apabila dibiarkan saja sebetulnya juga akan mati dengan sendirinya pada 2030. Karena itu, pihaknya memilih skema coal phase down. Dalam skenario ini, operasi PLTU akan dibiarkan hingga berakhirnya kontrak jual beli listrik.
“Karena memang ada umur-umur yang sudah tua. Memang ada. Yang kalau istilahnya Pak Menteri itu natural, pensiun secara natural. Ini dibiarkan juga pensiun. Itu sebelum 2030 ada list-nya itu,” kata dia.
Nuklir Dalam RUKN 2033
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) masuk ke Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2033. Dengan demikian, program-program ketenagalistrikan yang menyinggung terkait nuklir dapat mulai dimaksimalkan.
“RUKN kita sudah mencantumkan bahwa nuklir bisa masuk tahun 2033,” ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi dalam diskusi panel Leading Up To COP-29 yang digelar di Jakarta, Rabu (10/7) lalu.
Eniya mengungkapkan bahwa dirinya sudah beberapa kali membahas terkait tenaga nuklir bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Pembahasan tersebut fokus pada masalah keselamatan, kesiapan teknologi, dan sumber daya manusia (SDM) yang menangani Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) tersebut.
“Pak Menko (Luhut) masih perlu diyakinkan untuk masalah keselamatan dan SDM yang menangani, tetapi regulasinya sudah kami siapkan,” kata Eniya.
Eniya mengatakan, pemerintah juga tengah membahas pembentukan Badan Pelaksana Program Energi Nuklir atau Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) guna mengawasi pengimplementasian PLTN.
Kementerian ESDM merilis regulasi baru mengenai Tim Persiapan Pembentukan Organisasi Pelaksana Program Energi Nuklir Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO). Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 34.K/HK.02/MEM/2024.
Aturan ini sekaligus merevisi Kepmen ESDM 250.K/HK.02/MEM/2021 tentang tim persiapan pembentukan NEPIO sebagai upaya pemenuhan syarat IAEA dalam membangun PLTN.
Sebelumnya, Eniya mengungkapkan nuklir, hidrogen, amonia dan sumber energi baru lainnya masuk ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). RUU EBET telah disampaikan oleh DPR kepada pemerintah pada 14 Juni 2022.
RUU EBET merupakan RUU inisiatif DPR yang menjadi prioritas pembahasan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 melalui Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022.