JAKARTA- Polda Metro Jaya akhirnya melakukan penahanan terhadap aktivis sekaligus Direktur Institute Soekarno-Hatta, Hatta Taliwang yang pernah menjadi anggota DPR sebelum dihapus oleh amandemen UUD 1945.
“Pada pukul 02.00 WIB dini hari tadi telah ditetapkan untuk dilakukan penahanan kepada yang bersangkutan,” kata Kabag Penum Biro Penmas Div Humas Polri, Kombes Pol Martinus Sitompul, di Mabes Polri Jakarta, Jumat (9/12).
Menurut Kombes Pol Martinus Sitompul, penahanan ini adalah pilihan bagi penyidik karena memandang tersangka bisa melarikan diri, bisa mengulangi perbuatannya atau menghilangkan barang bukti.
“Dan tentu ini, penilaian ini, sangat subjektif, berdasarkan penilaian sendiri oleh penyidik. Penyidik dengan beberapa tim yang melakukan upaya penegakan hukum memproses ini memandang perlu untuk dilakukan penahanan,” terangnya.
Hatta Taliwang ditangkap pada Kamis dini hari kemarin pukul 01.00 WIB di rumah susun di daerah Bendungan Hilir Jakarta Pusat. Ia diduga telah melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Kepada Bergelora.com dilaporkan, Kombes Pol Martinus Sitompul menambahkan, penangkapan Hatta Taliwang juga terkait dengan 11 orang yang ditelah ditangkap sebelumnya pada Jumat (2/12) dini hari, tepatnya sebelum berlangsungnya Aksi Super Damai 212.
UUD 1945 Yang Asli
Hatta Taliwang aktif dalam Partai Amanat Nasional (PAN) adalah salah satu pemuda terus menerus menuntut agar negara kembali menggunakan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang asli. Amandemen UUD 45 menurutnya telah merusak sistim bernegara dan menyebabkan hilangnya kedaulatan NKRI ke tangan neokolim. Amandemen UUD 1945 sendiri diawali 2001 saat MPR dipimpin oleh pendiri dan PAN, Amin Rais setelah mahasiswa dan rakyat berhasil menggulingkan Presiden Soeharto 1998.
Sebelum Hatta Taliwang ditangkap Hatta Taliwang sempat mengirimkan pesan ke berbagai grup Whastapps yang dibinanya. Dibawah ini pesan Hatta Taliwang:
Saya mohon maaf dua hari ini tak buka hp/SMS/WA mengingat situasi yang kita sudah kita maklumi. Terima kasih atas atensi Bapak/Ibu/Saudaraku semua.
Kita bersyukur Ibu DR (HC).Hj.Rachmawati Soekarnoputri SH dkk sudah dibebaskan, walaupun kita prihatin masih ada teman kita yang belum dibebaskan. Saya dalam keadaan sehat walafiat.
Sejujurnya saya marah dan perlu menenangkan emosi sehingga beberapa saat berdiam diri. Mengapa kami yang sudah baik-baik mau menyampaikan aspirasi ke depan Gedung DPR/MPR RI kok dituduh mau makar sehingga niat mulia kami terhambat dengan penangkapan terhadap teman-teman seperjuangan kami.
Kami dari Gerakan Selamatkan NKRI(GSNKRI) sudah pernah menyampaikan aspirasi demi Selamatkan NKRI. Maka hemat kami, bangsa ini harus kembali dulu ke UUD 45 (asli) untuk kemudian kita perbaiki secara adendum mana bagian yang dirasakan belum sempurna.
Sudah kami kemukakan didepan Ketua MPR RI tanggal 15 Desember 2015 bersama Ibu DR (HC) Rachmawati Soekarnoputri SH dan Jenderal (Purn) Djoko Santoso dengag 150an tokoh lainnya. Bahkan dengan menyertakan buku argumentasi kami secara philosofis, ideologi, politik, hukum dan ekonomi mengapa kita mesti kembali ke UUD45 (asli) lebih dahulu.
Awal November 2016 Ibu Rachma dan pak Djoko serta kami sudah bersurat ke Ketua MPR RI mohon ketemu lagi dengan Pimpinan MPR RI untuk menyampaikan aspirasi kami lagi. Namun disambut dingin karena kami mau dijadwalkan di jam sempit hari Jumat pkl 10.30. Sehingga kami tidak bisa mengatur lagi jadwal teman-teman yang mau datang.
Kisruh masalah penistaan agama oleh Ahok kami pandang sebagai momentum yang pas. Juga untuk kami ingatkan agar segera kembali ke UUD45 (asli) karena pemimpin seperti Ahok dimata kami adalah salah satu output sistem demokrasi super liberal, melahirkan pemimpin yang tidak faham Pancasila khususnya Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila Kemanusiaan yang adil dan beradab dan sila-sila lainnya.
Hemat kami dengan sistem Musyawarah-Mufakat yang diatur dalam UUD45 (asli), Insya Allah kita bisa melahirkan pemimpin Pancasilais, memiliki kapasitas, kapabilitas, kredibilitas, integritas dan moralitas.
Aspirasi-aspirasi seperti itulah yang ingin kami suarakan pada momentum yang sama dengan tuntutan umat Islam meminta keadilan atas penistaan agama oleh Ahok pada tanggal 2 Desember 2016.
Kami bahkan secara terbuka di WA grup sudah menulis ke Pimpinan/Anggota MPR RI kiranya mau mendengar aspirasi kami. Kami juga sudah menulis surat pemberitahuan ke Kepolisian RI tentang maksud kami tersebut.
Tak ada yang kami rahasiakan. Bahkan hasil pertemuan kondolidasi tokoh-tokoh nasionalis tanggal 20 November 2016 kami sebar secara terbuka via WA ( bagi yang belum baca bisa kami kirim ulang).
Apakah pertemuan terbuka dan hasilnya kami siarkan terbuka termasuk makar?
Itu yang membuat kami tersentak ketika teman-teman kami ditangkap. Kami atau saya sedih dan merasa perlu merenung dalam dalam, apa yang salah kami perbuat selama ini untuk bangsa dan negara yang sangat kami cintai ini.
Namun kita harus tetap semangat berjuang bersama untuk keselamatan dan kebaikan bangsa kita karena sejujurnya kondisi bangsa kita sangat memprihatinkan dari banyak indikator. Meskipun banyak hambatan dan tantangan kita harus tetap semangat. (Web Warouw)