JAKARTA- Ledakan smelter nikel kembali berulang. Terbaru, kasus meledaknya pabrik smelter milik PT Kalimantan Ferro Industry di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur pada Kamis (16/5).
Sebelumnya, pada Desember 2023, ledakan terjadi tungku smelter milik PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di Morowali yang menewaskan 21 pekerja.
Menanggapi kasus ledakan smelter yang berulang terjadi, pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengatakan, kecelakaan dan meledaknya smelter sudah terjadi berulang kali bahkan merenggut nyawa yang tidak kecil.
“Dari kejadian tersebut, saya menduga bahwa standar sistem keamanan di smelter yang sebagian besar dimiliki oleh China itu standarnya rendah,” kata Fahmy saat dihubungi pers, Minggu (19/5).
Ia menjelaskan, standar smelter tersebut tidak sesuai dengan standar internasional. Jika menggunakan standar internasional, standarnya zero accident atau tidak pernah terjadi kecelakaan kebakaran atau meledak, tapi ini malah terjadi berulang kali.
Ia mengatakan memang apabila standar sistem keamanan smelter rendah, maka pemerintah lebih mengutamakan investasi dari luar meskipun dengan standar dan teknologi yang rendah daripada keselamatan para pekerja di smelter.
“Saya kira, smelter baru atau investor yang baru masuk harus memenuhi standar keamanan yang ditetapkan. JIka tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah, maka pemerintah harus berani menolak investasi smelter tersebut,” ungkapnya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan , ia menambahkan, untuk smelter existing atau yang sekarang sudah beroperasi perlu adanya audit forensik secara berkala untuk memastikan bahwa smelter tersebut sesuai dengan standar yang ditetapkan.
“Saya kira itu upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah terjadinya kebakaran atau ledakan smelter lagi,” tandasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)