Oleh: Kamerad Kanjeng*
Lebih dari separuh usia Sukarno dihabiskan untuk memperjuangkan Persatuan Nasional menghadapi Nekolim. Cita-cita politiknya itu dikumandangkan pertamakali dalam Mingguan Suluh Indonesia Muda, 1926, berjudul Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Menurutnya, Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme adalah asas-asas yang dipeluk oleh pergerakan-pergerakan rakyat di seluruh Asia dan menjadi rohnya pergerakan-pergerakan itu, serta rohnya pergerakan-pergerakan rakyat di Indonesia.
Langkah politik Budiman Sudjatmiko menggelorakan kembali gagasan Persatuan Nasional, 18 Juli 2023, telah mengundang kontroversi yang meluas di kalangan politisi dan aktivis. Gagasan politik Budiman menunjukkan konsistensi cita-cita perjuangannya sejak SMA.
Sejak di SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarata Budiman sudah aktif dalam pergerakan pro Demokrasi. Bangsa ini harus kembali bangkit Bersatu dan Bersiap menghadapi berbagai tekanan dan ancaman neolib serta gesekan kebangkitan blok Multi polar.
Persatuan Nasional yang dikumandangkan Sukarno sejak sebelum kemerdekaan mengalami berbagai ujian. Dalam sidang PPKI Agustus 1945, Kibagus Hadi Kusumo ketua Muhammadiyah dari Yogyakarta bersikukuh untuk menambahkan dalam Rancangan Mukadimah UUD dan pasal 29 ayat 1, Ketuhanan Yang Maha Esa, “dengan kewajiban melaksankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Penambahan itu dinilai oleh Latuharhari dan para pejuang pergerakan dari Indonesia Timur akan menjadikan Republik Indonesia sebagai negara agama. Bila tetap ditambahkan Indonesia Timur akan memisahkan diri dari Republik Indonesia.
Karena ini ancaman Persatuan Nasional yang cukup serius, pagi sebelum sidang PPKI 18 Agustus 1945 Hatta mengajak Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah dari Yogyakarta) , Mr. Kasman Singodemedjo (Muhammadiyah), Wahid Hasyim (Nahdlatul Ulama ) dan Teuku Hasan (Aceh) untuk rapat pendahuluan.
Hatta membuka rapat itu dengan basmalah lalu menjelaskan pentingnya menghapus tambahan itu. Hatta langsung digempur bantahan-bantahan keras. Teuku Hasan yang kemudian melanjutkan, “Dalam perjuangan menuntut kemerdekaan tanah air perlu persatuan yang bulat dari semua golongan untuk menghadapi musuh bersama, jangan sampai Belanda memecah belah kita sama kita dan mempergunakan golongan Kristen dan lain-lain melawan golongan Islam dan sebagainya,“ Kata Teuku Hasan seperti dalam memoarnya, Mr. Teuku Muhammad Hasan; Gubernur Sumatera dari Aceh,– Pemersatu Bangsa, yang dikutip Historia.id.
Kekhawatiran Teuku Hasan cukup beralasan, orang-orang Kristen yang berbasis di tanah Batak, Maluku dan Nusa Tenggara Timur punya ikatan dengan Belanda melalui pendidikan dan lembaga Gereja. Belanda bisa saja menggunakan sentiment agama guna memukul perjuangan Republik Indonesia dari dalam.
“Apabila kita terus mempertahankan kepentingan sepihak, bisa-bisa orang Kristen dipersenjatai oleh Belanda. Kita maunya merdeka bukan perang,“ kata Teuku Hasan.
Ki Bagus sedikit terpukul, dan mulai melunak. Teuku Hasan kembali meyakinkan Ki Bagus agar berbesar hati,
“Umat Islam tidak perlu takut mengingat populasinya yang 90% dari seluruh rakyat Indonesia. Kalau kita banyak kita tak perlu cemas, yang penting merdeka dulu. Setelah itu terserah mau dibawa kemana republik ini.”
Argumentasi Teuku Hasan membuka hati dan pikiran Ki Bagus Hadikusumo sehingga dapat melihat pentingnya meletakkan persatuan nasional di atas kepentingan golongan. Argumen Teuku Hasan dapat diterima, sebagaimana ditulis Dwi Purwoko dalam Dr. Mr. T.h. Moehammad Hasan, Salah Seorang Pendiri Republik Indonesia dan Pemimpin Bangsa, yang dikutip Historia.id.
Bayi Bangsa Indonesia lolos dari ujian pertama berkat kebesaran jiwa dan kenegarawanan para pemimpinnya. Banyak bangsa di berbagai negara tidak lolos dalam ujian serupa ini.
Di Afganistan sentiment agama diraut tajam dan dipersenjatai sehingga negara dan bangsa tercabik-cabik perang dan kesejahteraan menjauh. Jiwa bangsa ditukar dengan Jiwa bangsa lain sehingga harga diri bangsa runtuh. Demikian juga Syria, Yaman, Somalia dan beberapa negara lainnya.
Bangsa Indonesia lolos dalam Ujian kedua di seputar tragedi politik 1965. Sentimen komunis dan anti komunis dibangkitkan dan diramu dengan kekerasan senjata. Banyak bangsa yang tak lolos sehingga kita dapat melihat negara Korea terkoyak menjadi Korea Utara dan Korea Selatan yang tetap berstatus perang sampai hari ini.
Vietnam sempat terbelah menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Jerman Barat pernah terpisah dengan Jerman Timur. Sahara Barat dan Timur. Yaman Utara dan Yaman Selatan dan sebagainya.
Sentimen etnis dibangkitkan dan dipersenjatai sehingga kita dapat melihat negara Rwandha luluh lantak oleh perang saudara. Demikian juga Irlandia dan beberapa negara lainnya. Indonesia satu-satunya negara di dunia dengan jumlah etnis mencapai 300 lebih. Satu-satunya negara di dunia yang warganya memiliki kemelekatan dengan 6 agama (resmi) dan 6.000 lebih aliran kepercayaan. Satu-satunya negara yang wilayahnya terdiri dari sekitar 17.000 pulau. Tidak ada negara di dunia yang membutuhkan Persatun Nasional melebihi Indonesia.
Persatuan nasional adalah kunci. Senada dengan Budiman, Presiden Jokowi dalam pidatonya pada Hari Lahir ke-25 PKB di Solo, 23 Juli 2023, juga menyatakan perlunya Persatuan Nasional sebangsa setanah air.
Alergi terhadap Persatuan Nasional merupakan kemunduran yang dapat membelokkan orientasi konsolidasi pembangunan berbasis kepentingan nasional. Persatuan Nasional Sukarno 1926 kunci untuk melawan nekolim. Persatuan Nasional Budiman 2023 kunci untuk melawan Neolib. Merdeka!
Lereng Merapi, tujuh belasan 2023
*Kamerad Kanjeng atau
Agus Istijanto, pengamat sosial