Oleh: Toga Tambunan *
PERDANA Menteri Belanda Mark Rutte di depan sidang De Tweede Kamer (parlemen) Belanda pada 14 Juni 2023 menyatakan Belanda mengakui sepenuhnya dan tanpa syarat atas kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Pernyataan resmi ini dinyatakan Mark Rutte berhubung kajian dekolonisasi, menjawab pertanyaan legislator Belanda Corrine Elemeet yang dirilis berbagai media.
Pengakuan resmi pemerintah Kerajaan Belanda itu dinyatakan enam bulan kemudian, terhitung dari 14 Desember 2022, yakni setelah Presiden Jokowi, pidato ” kita tidak hanya maju bersama juga harus setara “. Pidato itu dalam sidang KTT Peringatan 45 tahun Kemitraan ASEAN dan Uni Eropa yang diselenggarakan di Brussels. Ketegasan berani Presiden Jokowi ini, terkait kebijakan politik perekonomian Pemerintah RI, menstop ekspor raw material nikel dan merealisasi hilirisasi nikel di tengah para pemimpin negara penolak kebijakan pemerintah RI itu. Pidato Joko Widodo itu tentu menohok ulu hati PM Mark Rutte yang saat itu juga hadir. Uni Eropa termasuk Belanda termehekmehek langkah politik pemerintahan Joko Widodo melarang ekspor nikel dan membangun smelter serta hilirisasi nikel di Indonesia.
Hanya seminggu berselang, tepatnya 19 Desember 2022 PM Mark Rutte pidato di Den Haag mengatakan : “Hari ini atas nama pemerintah Belanda, saya meminta maaf atas tindakan kerajaan Belanda di masa lalu, perihal kejahatan terhadap kemanusiaan”. Ini mencerminkan kelihaian PM Mark Rutte mewakili kepentingan dunia kapitalisme.
Permintaan maaf itu dikumandangkan setelah di nusantara, Kerajaan Belanda melakukan cuultur stelsel sejak 1830, sedang VOC sudah operasi sejak tahun 1602.
“Kami, yang hidup di sini dan sekarang, hanya bisa mengakui dan mengutuk perbudakan dalam istilah yang paling jelas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan,” katanya.
Berikutnya pemerintah Belanda melancarkan manuver berupa penelitian tindakan-tindakan kejahatan penjajahan itu. Tiga lembaga riset, yakni KITLV (Koninklijke Instituut vor Taal, Land, en Volkunde), NIOD (Nederlands Instituut voor Oorlogdocumentatie dan NIMH (Nederlands Instituut voor Militaire Historie), melibatkan 17 akademisi Indonesia asal UGM (Universitas Gadjah Mada) yang diketuai Prof. DR. Bambang Purwanto. Penelitian itu bertajuk “Kemerdekaan, Dekolonisasi, Kekerasan, dan Perang di Indonesia, 1945-1950”. Penelitian itu rampung empat tahun berselang, baru dirilis Pebruari 2023, mengawali pembahasan era dekolonisasi di De Tweede Kamer Kerajaan Belanda yang dilakukan Mei 2023.
Pengakuan telah melakukan tindak kejahatan oleh pemerintah Kerajaan Belanda di masa lalu itu tidak lain bangunan atas dari perekonomian dunia yang kini sudah tidak lagi sepenuhnya dikendalikan kutub kapitalis global. Kutub baru perekonomian dunia sudah muncul dan akan muncul beberapa kutub baru lagi. Termasuk bendera Indonesia diprediksi akan tampil dipanggung atas.
Dengan pengakuan PM Mark Rutte merupakan langkah pengulang politik etis terdahulu, lembutkan hati perasaan negara dan bangsa pernah dijajahnya agar tidak memutuskan proyek bisnis dengan mereka. Motivasi mereka pada hakekatnya melanjutkan kuasai bisnis di bekas negeri jajahannya, meski kini era dekolonisasi, bukan lagi kolonisasi.
Terhadap pengakuan pemerintah Kerajaan Belanda ini, kita korban penjajahannya, patut apresiasi sesuai paradigma obyektif dalam batok kepalanya tentang formulasi logika kejahatannya yang dilakukan merujuk analisa pemerintah PM Mark Rutte sendiri dan para pentolan akademisinya.
Pemerintah Kerajaan Belanda rezim lama dianalisa melancarkan invasi bengis NICA (Netherlands Indies Civil Administration), bukan rangkaian paket perang rekolonial, tapi terhadap para ekstrimis kriminal. Melenyapkan adik ayahku yang hingga kini tidak kami tahu kematiannya dan sengaja tembak mati laeku umur 5 tahun ternyata diformulasi anakronik. Tindakan itu dinyatakan kejadian ekstrem belaka: benang basah darah pembunuhan direntang sebagai kematian biasa atau kehilangan biasa terjadi. Westerling dan tentara pasukannya pada bulan Desember 1946 hingga Februari 1947 membunuh sekitar 40-ribuan warga Makassar dan sekitarnya tak bersenjata ditangkap, dieksekusi. Banjir darah. Tujuannya mendirikan Negara Indonesia Timur untuk meruntuhkan RI. Begitu juga di lain daerah seperti pembentukan Negara Sumatra Timur. Kami beserta warga lainnya terpaksa mengunsi. Peristiwa itu dianalisa bukan kebengisan perang, melainkan sekadar perbuatan kriminal. Logika apa itu, kalau bukan logika syaraf sakit?
Selanjutnya penelitian disebut diatas dengan tolol mendefinisikan pula tentara NICA mengalami tindakan ekstrem dari pihak patriot Indonesia. Padahal rakyat Indonesia bangkit serempak melakukan perang adil membela pertahankan kemerdekaan RI yang telah berdaulat, melawan perang tidak adil terhadap bahkan yang patut disebut predator penjajah NICA. Kehadiran NICA itu membonceng tentara Inggris yang mewakili pasukan Sekutu masuk Indonesia pada 1945.
Untuk tiap keluarga korban terbunuh di masa invasi NICA itu, pemerintah Kerajaan Belanda, bersedia memberi santunan 5000 euro.
Fakta emperis itu indikator yang menunjukkan kondisi pemerintah Kerajaan Belanda mengalami skizoferenia akibat perubahan pendulum dan atmosfer sejarah.
Pemerintah Kerajaan Belanda, dengan pengakuannya terhadap kemerdekaan Indonesia setelah hampir 78 tahun Proklamasi Kemerdekaan, membuktikan sebenarnya selama ini tetap mengidap jiwa menjajah tapi buntu, dan tetap ikut kutub kapitalis global yang hakekatnya jumawa berniat
langgengkan tancapkan terus kukunya atas perekonomian Indonesia, berhasrat menargetkan terus kuras raw material sumber daya alam bumi Indonesia.
Apakah Presiden Joko Widodo terbuai pengakuan skizoferenia itu? Sampai kini terbukti keputusannya tetap berdikari dibidang ekonomi, antara lain kini memproses mengambil alih semua 35% saham Shell (Belanda) pemilikan proyek tambang minyak Masela di Maluku.
Kutub kapitalis global tahu karakter borjuasi domestik Indonesia, umumnya produk kursus mereka yang dapat ditarik ke pihaknya, dapat disuruh melawan kebijakan patriotik nasionalis Jokowi.
Terlebih kini saat menjelang pemilu 2024. Buktinya terang benderang, semisal Amin Rais, terus menerus kampanye mendongkel Jokowi. Anies Baswedan, pilihan AS jadi presiden didongkrak terus, bahkan oleh Suryo Paloh, yang 11-12 dengan SBY.
Melalui operasi mafianya di Indonesia, pihak kutub kapitalis global patok target menggagalkan ekspor nikel kebijakannya politik Jokowi memperalat pengadilan Badan Penyelesaian Sengketa WTO, maupun menggagalkan proyek IKN simbol NKRI menapaki ke era negara adil berpendapat $ 11.000,-/orang, dll agendanya. Pihak kutub kapitalis global itu membentuk KKB di semua propinsi Papua, menyebarkan disintegrasi, separatisme ataupun mensabot program Jokowi dengan bujukan berbuat korupsi. Kutub kapitalis global itu juga tiupkan dan kipas gencar sabotase dengan skema korupsi di kementerian, badan bisnis swasta, badan usaha negara, lembaga legislatif maupun lembaga yudikatif, agar makin parah.
Pemerintahan kapitalis Kerajaan Belanda saat ini masih tetap dalam fantasi atau halusinasi sindrom terkaya dunia tahun 1600-an, sanggup membuat tanggul panjang penakluk air laut, yang diingininya jika bisa kembali lagi. Mereka kuatir akan posisinya terus melorot.
Meninjau fakta emperis itu dan utamanya sejumlah statemen PM Mark Rutte itu, sebagai ekspresi elit kapitalis dan politisi Kerajaan Belanda itu mengindikasikan sedang bergejala sakit skizoferenia.
Kondisi bergejala skizoferenia itu memunculkan dimensi lain yakni aspek kritik tajam terhadap elit politik dan pejabat pemerintah atau non pemerintah RI atas sikapnya tentang penyelesaian kasus HAM berat di Indonesia.
PM Mark Rutte mengakui pemerintah Kerajaan Belanda di era lalu melakukan tindakan dengan kosakata kejahatan ekstreem terhadap bangsa Indonesia. Tindakan itu dengan terminologi kini disebut kejahatan HAM berat. Elit politik dan pemerintah Kerajaan Belanda kini mengakui rezim lama pemerintah Kerajaan Belanda telah melakukan perbuatan kejahatan HAM berat itu kejahatan kemanusiaan, mengakui bersalah, dan minta maaf serta membayar santunan kepada keluarga korban. Dalam hal ini mereka para elit politisi kapitalis dan pejabat pemerintah kapitalis Belanda itu cerdas arif, sanggup realistik melepas ikatan primordial jahat masa lalu, sehingga membiarkan elit lama menanggung beban politik serta moralnya. Tindakan cerdas arif mereka jadi pelajaran berharga menyelesaikan kejahatan ataupun pelanggaran HAM berat masa lalu.
Elit politik maupun pejabat pemerintah kapitalis saja, realistis membiarkan hanya rezim lama sebelumnya menanggung beban sejarah itu.
Tidakkah ini tonjokan keras di batok kepala dan di ulu hati para elit politik dan pejabat kementerian, legislator, pejabat yudikatif di pemerintahan Jokowi ini, apakah masih perlukan keterikatannya dengan era Soeharto seperti di masa lalu. Masihkah tidak melepas kondisi primordial jahat masa lalu? Kapan lagi cerdas arif membebaskan diri dari pikulan beban berat sejarah itu?
Seyogianya kecerdasan arif elit kapitalis dan politisi kapitalis Belanda yang membebaskan keterikatannya dengan rezim lama itu, jadi hikmah pelajaran berharga realistik bagi semua elit dan politisi maupun militer dan kepolisian Indonesia.
Tim PPHAM tentu menyiapkan rekomendasi penyelesaian non judisial atas pelanggaran HAM berat itu untuk pemerintah. Semoga anggota Tim PPHAM belajar hikmah kecerdas- arifan praktis dari elit kapitalis dan politisi kapitalis Belanda itu.
Apakah yang direkomendasi Tim PPHAM realistik untuk kebijakan menyelesaikan program non yudisial pelanggaran HAM berat yang akan diumumkan Presiden Jokowi dijadwalkan tanggal 24.06.2023 di Aceh?
Pengumuman Presiden Jokowi akan jadi merek di dahi para elit politik dan pejabat Tim PPHAM, penandai diri masing-masing sudah bebas dari atau masih terpasung pada keterikatannya dengan rezim Soeharto. Sejarah
merekam nama selamanya.
Bekasi, 19 Juni 2023
*Penulis Toga Tambunan, pengamat sosial politik