JAKARTA – Pemerintah Indonesia berkontribusi mendanai upaya global memerangi penyakit TB, HIV/AIDS, dan malaria senilai 15,5 juta dolar AS pada 2023-2025 melalui lembaga kemitraan kesehatan Global Fund.
“Hari ini Pemerintah Indonesia untuk pertama kalinya melangkah maju tidak hanya sebagai negara penerima, tetapi juga sebagai negara donor kemitraan publik dan swasta,” kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (24/9).
Dari total 15,5 juta dolar AS kontribusi Indonesia, 10 juta dolar AS di antaranya merupakan kontribusi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sementara sisanya merupakan kontribusi dari industri farmasi serta yayasan di Indonesia, seperti Sinarmas 2 juta dolar AS, Kalbe 1,5 juta dolar AS, Paloma Foundatio 1 juta dolar AS, dan Tanoto Foundation 1 juta dolar AS.
Menurut Budi, kontribusi itu merupakan langkah konkret Indonesia untuk mempersiapkan agenda Pertemuan Tingkat Tinggi PBB tahun 2023 tentang penyakit Tuberkulosis (TB).
Dalam lawatannya ke New York, Amerika Serikat untuk memenuhi undangan Global Fund Seventh Replenishment Conference, Kamis (22/9), Budi mengatakan investasi Indonesia sebagai bentuk implementasi dari transformasi kesehatan, khususnya pada pilar ketiga dan keenam.
Pada pilar transformasi sistem ketahanan kesehatan, pendanaan itu akan dimanfaatkan untuk pengembangan obat TB baru di lini pertama, maupun untuk pengobatan pasien TB Resisten, serta vaksin TB.
Aktivitas tersebut juga mendukung transformasi pilar keenam transformasi kesehatan, yaitu Transformasi Teknologi Kesehatan, khususnya dalam membangun kapasitas laboratorium genome sequencing untuk identifikasi virus dan bakteri yg lebih akurat, termasuk alat diagnostik untuk mendeteksi TB.
The Global Fund mengumpulkan dan menginvestasikan dana dalam siklus tiga tahun yang dikenal sebagai Replenishment.
Pendekatan tiga tahun ini diadopsi pada 2005 untuk memungkinkan pembiayaan yang lebih stabil dan dapat diprediksi bagi negara-negara dan untuk memastikan kelangsungan program yang berkelanjutan.
Sebanyak 48 negara dan lebih dari 25 sektor swasta berkontribusi dalam replenishment Global Fund untuk tiga tahun ke depan, dengan kontribusi total sebesar 14,25 miliar dolar AS.
Indonesia berkontribusi melalui Replenishment sejak tahun 2014 melalui filantropis di Tanah Air.
Global Fund merupakan mitra pembangunan kesehatan di Indonesia, khususnya dalam mengejar mengejar target eliminasi HIV/AIDS, TB, Malaria.
Sejak 2003 hingga saat ini sebesar 1,45 miliar dolar AS (Rp20,89 triliun) diberikan kepada Kementerian Kesehatan dan komunitas khususnya untuk program penanggulangan HIV/AIDS, TBC dan Malaria.
Hibah The Global Fund juga turut mendukung Pemerintah Indonesia dalam penanggulangan COVID-19 melalui penguatan deteksi genome sequencing pada periode 2021-2023.
Pasien Miskin Tak Dilayani
Kontras dengan kontribusi menteri kesehatan di atas Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Banten, Argo Bani Putra melaporkan semakin hari masyarakat kehilangan haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang disediakan oleh BPJS Kesehatan.
Ia melaporkan berbagai kasus pasien tidak dapat pelayanan di rumah sakit karena sudah tidak ditanggung BPJS Kesehatan lagi.
Ia menjelaskan bahwa BPJS PBI APBN dinon-aktifkan sepihak tanpa sepengetahuan peserta pemilik Kartu BPJS. Hal ini membuat peserta BPJS PBI APBN tidak bisa berobat dan mendapatkan pelayanan ke RSUD dan RS yang bekerja sama dengan dengan BPJS.
“Akibatnya pasien yang sudah masuk rumah sakit tidak mendapatkan pelayanan kalau tidak dapat pinjaman uang saat kartunya ternyata sudah dinonaktifkan sepihak oleh BPJS/Kemensos. Pasien bisa fatal dan tidak ada yang tanggung jawab,” ujarnya.
Jadi Argo mempertanyakan tujuan kontribusi itu Kemenkes kepada Global Fund sebesar 15,5 juta dolar AS, sementara masyarakat tidak mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal.
“Jadi untuk apa nyumbang Rp234,241 miliar ke yayasan luar negeri, sementara rakyat mati gak dapat pelayanan kesehatan karena tidak bisa bayar iuran BPJS Kesehatannya?” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa masyarakat lebih membutuhkan dana tersebut agar bisa mendapatkan pelayanan kesehatan maksimal.
“Koq malah dihambur-hambur ke luar negeri. Dia menkesnya Indonesia atau orang luar negeri?” Web Warouw)