Senin, 10 Februari 2025

Prioritaskan Ekspor Ke Afrika dan Amerika Latin

JAKARTA- Pemerintah perlu fokus memperbaiki kinerja perdagangan Indonesia. Problem klasik Indonesia dalam perdagangan luar negerinya yakni masih terpaku pada pasar tradisionalnya Amerika, Eropa dan Jepang. Padahal dalam kondisi krisis yang terjadi di kawasan tersebut, Indonesia dapat memanfaatkannya untuk menggeser pasar Indonesia ke negara dan kawasan lain yang lebih menjanjikan seperti Afrika, Timur tengah dan Amerika Latin. Hal ini didampaikan peneliti Beridikari Institute, Eddy Burmansyah kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (4/9).

 

“Kebijakan Cina mendevaluasi Yuan bisa dimanfaatkan Indonesia untuk meningkatkan impor barang modal dan bahan baku dari negara itu. Nilai tukar Yuan turun membuat harga barang-barang Cina menjadi lebih murah, terlebih Cina mensyaratkan penggunaan Yuan sebagai alat tukar dengan mitra dagangannya,” ujarnya.

Alasan keengganan menggeser pasar impor ke Cina disebabkan adanya anggapan bahwa barang Cina berkualitas rendah, padahal Cina juga menawarkan barang dengan kualitas bagus disamping yang berkualitas rendah. Dengan menggeser pasar impor ke Cina, maka Indonesia dapat mengatasi masalah penurunan impor yang dialami saat ini dan kesulitan pengadaan bahan baku dan barang modal.

“Dengan, demikian bisa kembali meningkatkan kapasitas produksi industri manufakturnya, sehingga pada akhirnya mampu kembali mendongkrak ekspor,” ujarnya.

Terkait ekspor, sebelumnya Berdikari Institute mengatakan,  Indonesia juga perlu mempertimbangkan untuk menggeser pasar ke wilayah lain, terutama ke negara-negara di kawasan Afrika sub sahara, Amerika Selatan dan Tengah. Terlebih karena permintaan dari Eropa, Jepang dan USA  menurun tajam sejak krisis 2008. Sementara nilai perdagangan Indonesia ke Afrika sub sahara, Amerika Selatan dan Tengah, meskipun volume dan nilainya masih relatif kecil, namun grafiknya justru menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun.

“Dengan menggeser pasar ekspor dan impor, memungkinkan Indonesia bisa mengatasi masalah penurunan ekspor yang terjadi belakangan ini,” ujarnya.

Guna menopang kebijakan perdagangan tersebut, maka pemerintah menurut Beridkari Institute harus memberikan sejumlah insentif pada sektor rill berupa fasilitas kredit modal usaha tanpa agunan dan bunga rendah, memfasilitasi akses pasar dan pendampingan managemen, khsusunya kepada UMKM (Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi), kemudian pemberian kemudahan kredit ekspor, kemudahan impor barang modal dan bahan baku, mendorong penggunaan komponen dalam negeri bagi industri manufaktur, dan membuat perusahaan-perusahaan tersebut melirik pasar domestik, serta meningkatkan belanja negara melalui realisasi berbagai proyek pembangunan.

Pemerintah tidak bisa mengabaikan keberadaan UMKM, karena sesungguhnya mereka-lah pelampung penyelamat perekonomian Indonesia saat krisis tahun 1997-1998. Bukan para konglomerat yang justru menggerogoti perekonomian dan bikin bangkrut negara, bahkan sejumlah kasusnya masih mengendap sampai kini.

Hari ini, saat rupiah bergerak fluktuatif di kisaran 14.000 per USD, semua pihak mengarahkan pandangannya ke Istana Negara, menunggu paket kebijakan ekonomi yang akan dikeluarkan pemeritah pekan depan.  Menurut Menko Ekonomi, Darmin Nasution paket tersebut menyangkut sektor riil, keuangan, deregulasi, serta kebijakan tax holiday. (Web Warouw)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru