JAKARTA- Program unggulan yang ditawarkan capres Joko Widodo atau Jokowi dalam kampanye dan debat pilpres lalu yaitu Kartu Sehat Nasional dan Karti Pintar Nasional, sebagai kelanjutan dari model Kartu Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat, berpotensi membuka peluang korupsi dana APBN karena hal itu dibiayai APBN.
Potensi korupsi karena duplikasi peserta kedua kartu dan menyebabkan membengkaknya pembiayaan.
Karena itu, Kartu Pintar Nasional dan Kartu Sehat Nasional sebaiknya dihentikan saja sebelum ada evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar, yang dalam pelaksanaan di Ibukota Jakarta juga bermasalah.
Rantai permasalahan model kartu ini terjadi di Kota Solo saat Jokowi menjabat Walikota, di Solo bernama Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo/Surakarta,(BPMKS)
Penegasan tersebut disampaikan konseptor BPMKS, Wahyu Nugroho, dan mantan Ketua HIPMI Solo M Ali Usman dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (16/7). Baik Wahyu maupun Ali Usman mengkhwatirkan jika model kartu kartu yang akan dijalankan Jokowi akan terulang seperti di Kota Solo yakni duplikasi data peserta dan kerugian APBD miliaran.
Ali Usman dan Wahyu Nugroho tidak berhenti pada imbauan untuk menyetop program yang kelihatan menjanjikan dan meninabobokan rakyat tetapi pada pelaksanaannya membuka peluang korupsi baru.
Karena itu Ali Usman telah melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dugaan koruspi pada pelaksanaan BPMKS masa kepemimpinan Jokowi.
“Dua kali kami melaporkan ke KPK, pertama pada September 2012 dan kedua, 27 Juni 2014 lalu. Laporan kami kedua pada Juni lalu diajukan karena sejak 2012, KPK belum menindaklanjutinya,padahal negara (pemkot) dirugikan miliaran rupiah, ”Ujar Ali Usman.
Ali Usman yang pernah mendapat penghargaan sebagai pengusaha terbaik tahun 2000 dari Anderson Conculting, AS, menegaskan, laporan ke KPK karena ada dugaan keterlibatan Jokowi saat menjadi Walikota dalam pelaksanaan BPMKS. (Enrico N. Abdielli)
JAKARTA- Program unggulan yang ditawarkan capres Joko Widodo atau Jokowi dalam kampanye dan debat pilpres lalu yaitu Kartu Sehat Nasional dan Karti Pintar Nasional, sebagai kelanjutan dari model Kartu Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat, berpotensi membuka peluang korupsi dana APBN karena hal itu dibiayai APBN.
Potensi korupsi karena duplikasi peserta kedua kartu dan menyebabkan membengkaknya pembiayaan.
Karena itu, Kartu Pintar Nasional dan Kartu Sehat Nasional sebaiknya dihentikan saja sebelum ada evaluasi menyeluruh atas pelaksanaan Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar, yang dalam pelaksanaan di Ibukota Jakarta juga bermasalah.
Rantai permasalahan model kartu ini terjadi di Kota Solo saat Jokowi menjabat Walikota, di Solo bernama Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Solo/Surakarta,(BPMKS)
Penegasan tersebut disampaikan konseptor BPMKS, Wahyu Nugroho, dan mantan Ketua HIPMI Solo M Ali Usman dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (16/7). Baik Wahyu maupun Ali Usman mengkhwatirkan jika model kartu kartu yang akan dijalankan Jokowi akan terulang seperti di Kota Solo yakni duplikasi data peserta dan kerugian APBD miliaran.
Ali Usman dan Wahyu Nugroho tidak berhenti pada imbauan untuk menyetop program yang kelihatan menjanjikan dan meninabobokan rakyat tetapi pada pelaksanaannya membuka peluang korupsi baru.
Karena itu Ali Usman telah melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dugaan koruspi pada pelaksanaan BPMKS masa kepemimpinan Jokowi.
“Dua kali kami melaporkan ke KPK, pertama pada September 2012 dan kedua, 27 Juni 2014 lalu. Laporan kami kedua pada Juni lalu diajukan karena sejak 2012, KPK belum menindaklanjutinya,padahal negara (pemkot) dirugikan miliaran rupiah, ”Ujar Ali Usman.
Ali Usman yang pernah mendapat penghargaan sebagai pengusaha terbaik tahun 2000 dari Anderson Conculting, AS, menegaskan, laporan ke KPK karena ada dugaan keterlibatan Jokowi saat menjadi Walikota dalam pelaksanaan BPMKS. (Enrico N. Abdielli)