BANDARLAMPUNG- Problem kebangsaan dan rusaknya tatanan negara akibat kesalahan sistem berakar dari Neoliberalisme yang mengakar dalam sistim bernegara saat ini. Untuk mengakhirinya maka Neoliberalisme harus menjadi musuh bersama. Demikian topik hangat dalam diskusi Refleksi HUT Kemerdekaan RI ke 70 dengan tajuk “Meruwat Indonesia Merawat Akal Sehat” bersama aktivis HAM dan seniman Ratna Sarumpaet yang digelar Komunitas Gedung Meneng, Bandar Lampung, Minggu (16/8) malam.
“Persoalan bangsa kita yang paling krusial adalah kesalahan sistem dan mengakarnya paham neoliberalisme. Untuk itu kita harus tegas dan mengharamkan Neoliberalisme,” kata Ratna Sarumpaet.
Menurut ibu dari artis film Atiqah Hasiholan ini, faham neoliberalisme yang dianut pemerintah Indonesia saat ini membuat bangsa kita kian terpuruk. Pasalnya, kekayaan alam bangsa ini yang seharusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat, justru lebih banyak dinikmati bangsa asing, sementara rakyat Indonesia hanya dapat menikmati remah-remahnya saja, sehingga tetap miskin dan tak akan pernah merdeka secara ekonomi hingga akhir hayat.
“Ini sangat ironi, pihak asing telah berhasil melakukan penyerangan non fisik kepada bangsa kita. Dengan paham ini masyarakat Indonesia berhasil masuk dalam jeratan neoliberalisme. Begitu kuat dan sangat cepat pertumbuhannya.
Pihak asing adalah dalang dari semua ini, melalui paham ini pula kita dijajah. Mereka menguasai semua aspek, tak ada ruang gerak. Sebab pemerintah sudah disumpal oleh mereka,” tegas Ratna.
Seniman yang pernah mementaskan monolog “Marsinah Menggugat” pada era rezim Soeharto ini, juga tegas mengkritik pemerintahan Jokowi-JK. Menurutnya, Nawacita yang didengung-dengungkan Jokowi-JK tidak ada hubungannya dengan Pancasila.
“Ya jelas ada yang sangat salah terjadi di negara kita. Saat ini kita seperti diminta berjalan diatas rel yang salah. Apa yang dikatakan Jokowi dengan Nawacita itu, tidak ada hubungannya dengan pancasila. Memperpanjang Preeport itu dimana pancasilanya,” sergah perempuan kelahiran Tarutung Tapanuli Utara, 66 tahun lalu itu.
Diskusi yang digelar secara lesehan dan sederhana ini dihadiri puluhan aktivis gerakan, LSM, aktivis kampus, mahasiswa, pekerja pers, budayawan, akademisi dan mantan aktivis 98 Lampung. Mereka diantaranya budayawan dan paus sastra Lampung Isbedy Setyawan ZS, Saiful Irba Tanpaka, Arman AZ, aktivis Ricky Tamba, praktisi pers Iman Untung Slamet, Dosen Komunikasi Universitas Lampung ( Unila) Aom Karomani.
Untuk diketahui, neoliberalisme adalah paham Ekonomi yang mengutamakan sistem kapitalis perdagangan bebas, ekspansi pasar, privatisasi/penjualan BUMN, deregulasi/penghilangan campur tangan pemerintah, dan pengurangan peran negara dalam layanan sosial (public service) seperti pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
Neoliberalisme dikembangkan tahun 1980 oleh IMF, Bank Dunia, dan Pemerintah AS (Washington Consensus). Bertujuan untuk menjadikan negara berkembang sebagai sapi perahan Amerika Serikat dan sekutunya. (Ernesto A. Goevara)