JAKARTA- Pengguna rokok elektronik di Indonesia baru sebesar 0,3 persen dari 11 persen jumlah penduduk Indonesia yang mengetahui keberadaan rokok tersebut. Walau demikian jumlahnya akan terus meningkat seperti di Amerika. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama kepada Bergelora.com di Jakara Senin (17/11).
“Penggunaan bahan perasa non-nikotin kalau dimakan tidak akan berbahaya. Tetapi kalau dihisap masuk ke dalam paru-paru tentu akan berbahaya,” ujarnya.
Hal ini juga telah disampaikannya dalam simposium tentang rokok dalam Kongres ke 19 Asia Pasific Society of Respirology (APSR), perkumpulan Dokter Spesialis Paru Asia Pasifik) bersama pembicara dari Amerika Serikat, Filipina dan Vietnam di Bali Sabtu (15/11) lalu.
“Rokok elektronik, bentuknya ada yang tidak seperti rokok, tapi seperti flash disk atau pen drive. Sebelum ada rakok elektronik maka pada 1971 sudah dibuat permen karet, yang mulanya digunakan sebagai pengganti merokok bagi merela yang bekerja di kapal selam, sebagai bentuk ketagihan nikotin,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa, sebelum itu lagi, diperkenalkan rokok filter pada tahun 1954 dan amat populer pada tahun 1960-an. Sekarang terbukti filter tidak melindungi dari bahaya buruk asap rokok.
Pada tahun 2003 seorang bernama Hon Lik di China memperkenalkan rokok elektronik ini. Pada era tahun 2006 – 2007 rokok elektronik masuk ke Eropa dan Amerika, lalu ke seluruh duna.
Data Global Adult Tobacco Survey oleh Balitbangkes 2011 menemukan bahwa 11% penduduk Indonesia tahu tentang rokok elektronik dan 0,3 % adalah penggunanya. Data pengguna pada remaja di Amerika Serikat tahun 2012 adalah 1,78 juta orang, angla ini dua kali dari 2011, artinya terus meningkat.
Non-Nikotin
Ia juga menjelaskan tentang keberadaan rokok elektronik non-nikotin yang hanya menggunakan perasa saja.
“Ini hanya sebagai awal bagi pemula, lalu kemudian dimasukkan nikotin dan lama-lama kadar nikotinnya dinaikkan. Jadi, seperti sengaja ‘dilatih’ untuk jadi perokok,” ujarnya.
Pada perokok yang mencoba rokok elektronik ujarnya, biasanya mereka menghisap lebih dalam dan lebih cepat, untuk mendapat efek adiksi nikotin yang mereka biasa dapatkan.
“Memang saat ini belum ada aturan dan standar rokok elektronik, sehingga isinya bisa beda-beda pada merek yang berbeda,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan dampak buruk nikotin sesuai data Nicotine Poison Center di Amerika yang menunjukkan peningkatan. Pada September 2010 hanya ada 1 kasus per bulan. Pada bulan Februari 2014 naik tinggi menjadi 215 per bulan.
“Nikotin itu juga punya akibat buruk bila menempel langsung ke tubuh kita. Seperti penyakit Green Tobacco Sickness pada petani tembakau,” jelasnya. (Web Warouw)