JAKARTA- Kebhinekaan akhir-akhir ini kian digerogoti. Pancasila sebagai fondasi dan bingkai hidup bersama, hidup bernegara, diabaikan, bahkan tak diakui oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan kelompok dan agama tertentu. Terorisme contoh paling nyata dari ancaman serius dan jadi momok menakutkan bagi hidup bersama dalam sebuah Negara hukum demokrasi modern seperti Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Slamet Abidin yang beragama Islam dari Rumah Pelita (Forum Mahasiswa dan Pemuda Lintas Agama) kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (31/12)
“Di samping kelompok terror yang kian menjamur, ada juga ormas-ormas yang menggunakan atribut agama yang, menurut kami, cukup mengganggu dan mengancam hidup bersama kita sebagai warga Negara, lebih dari pada itu mengancam eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.
Menurutnya, kegelisahan akan masalah sosial yang kian mencemaskan seluruh anak bangsa itu membuat, Forum Mahasiswa-Pemuda Lintas Agama (Rumah Pelita), bergerak ingin menyudahinya dengan Melaporkan Rizieq Shihab terkait ceramahnya yang ternyata mengolok-olok keyakinan agama Kristen di Pondok Kelapa, Jakarta Timur beberapa waktu silam.
“Menurut kami, saudara Rizieq Shihab keliru menggunakan ajaran agamanya bukan untuk kepentingan diri dan golongannya, melainkan untuk menyerang kelompok lain, dalam hal ini Kristen,” ujarnya.
Sementara itu, Wiryawan yang beragama Buddha menjelaskan, meskipun hal itu disampaikan untuk kalangan terbatas, namun ketika itu dimaksudkan untuk mengolok-olok ajaran agama lain, hal itu tak bisa dibenarkan.
“Perbedaan pandangan tentang keimanan merupakan hal yang wajar dan biasa sekali, namun ketika perbedaan itu dijadikan sebagai sarana untuk menghina dan mengolok-olok agama dan kepercayaan lain hal itu tidak bisa dibenarkan dan perlu mendapat perhatian secara serius dari Negara,” tegasnya.
Beberapa point yang menjadi tekanan Rumah Pelita menurutnya adalah, Kebhinekaan adalah sebuah keniscayaan dalam Negara demokrasi modern seperti Indonesia ini. Setiap orang bebas dan setara di dalamnya. Kebebasan tersebut dilindungi oleh konstitusi dan Pancasila sebagaimana yang dipraktekan dalam demokrasi kita ini.
“Kebebasan itu milik semua warga Negara Indonesia tanpa terkecuali, bukan milik kelompok tertentu atau orang perorangan tertentu. Jangan sampai kebebasan tersebut dipahami sebagai bebas untuk menghina dan melecehkan apa yang diyakini orang lain. Itu tidak benar,” tegasnya.
Leli Candra Subagyo yang beragama Hindu menegaskan, setiap elemen bangsa, agama, ormas, dan lain sebagainya, harus menjaga toleransi yang ada.
“Jangan seenaknya menghina keyakinan orang lain, seenaknya menggunakan dalil tertentu dari ajaran agamanya untuk mengolok-olok apa orang lain yakini,” tegasnya.
Jefry Agustinus yang beragama Kristen Protestan mengingatkan bahwa Kebhinekaan dan toleransi harus dirawat dalam hidup bersama. Tidak boleh kebebasan ditafsir secara liar dan membabibuta yang berujung pada penghinaan terhadap kelompok lain.
“Kami menemukan bahwa saudara Rizieq Shihab melakukan pelanggaran atas dua pasal yakni: 156 dan 156a tentang ujaran kebencian dan penodaan agama,” ujarnya.
Maka dari itu Johanes Paulus Arianto yang beragama Katolik menegaskan, Jumat 30 Desember 2015, RUMAH PELITA melaporkan Rizieq Shihab ke Polda Metro Jaya demi Indonesia damai.
“Pada intinya, Forum Mahasiswa dan Pemuda Lintas Agama, kecewa dan menyesalkan perbuatan Saudara Rizieq Shihab karena bertentangan dengan misi agung agama-agama yang membawa damai dan mengancam kerukunan dan keutuhan NKRI dan meminta keadilan ditegakan di bumi Indonesia ini,” ujarnya. (Web Warouw)