JAKARTA – PT ThorCon Power Indonesia (TPI) yakni perusahaan reaktor nuklir asal Amerika Serikat (AS) menargetkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di Indonesia yang bisa beroperasi pada tahun 2032 mendatang dengan nilai investasi mencapai Rp 17 triliun. Hal itu seperti yang diungkapkan oleh Direktur Operasi TPI, Bob S. Effendi.
Dia menyebutkan pihaknya merencanakan pembangunan PLTN pertama di Indonesia berkapasitas 500 Mega Watt (MW) dengan investasi mencapai Rp 17 triliun.
Dia mengklaim, rencana pembangunan PLTN itu sudah dikomunikasikan oleh pihaknya ke pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hingga Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves).
AS Cs Rencanakan Ini di 2035
RI Siapkan Proposal Awal Pembentukan ‘Nuklir’
“Jadi kita merencanakan membangun PLTN yang harapannya akan menjadi PLTN pertama yang saat ini juga kita sudah komunikasikan ke Dewan Energi Nasional ESDM dan mungkin tadi juga ada Pak Rachmat Kaimuddin juga Kementerian Marves. Kita akan membangun ini 500 MW (PLTN) dengan investasi sekitar Rp 17 triliun,” ungkap Bob, Selasa (30/4/2024).
Untuk bisa merealisasikan rencana tersebut, Bob menyebutkan pihaknya sudah saat ini tengah menyusun proposal yang nantinya akan diajukan kepada pemerintah untuk bisa mendukung pembangunan PLTN pertama di dalam negeri.
“Bahkan kita juga saat ini baru saja minggu lalu menyelesaikan kick-off meeting bersama Dewan Energi Nasional untuk menyusun proposal yang akan kita ajukan kepada pemerintah untuk memayungi program ini,” jelasnya.
Bob menyebutkan pihaknya merencanakan pembangunan PLTN dengan nilai investasi triliunan Rupiah tersebut bisa dibangun di Provinsi Bangka Belitung yang mana pihaknya sendiri menargetkan proyek tersebut sudah bisa beroperasi pada tahun 2030 mendatang.
“Kita mudah-mudahan akan kita tempatkan itu di Bangka Belitung, di Provinsi Bangka Belitung dan tahun 2030 kita sudah bisa beroperasi. Dan kami yakin ini dapat menjadi suatu solusi praktis transisi energi, yaitu menghentikan PLTU batu bara,” ujarnya.
Memang, Indonesia saat ini tengah mendorong program transisi energi beralih menuju sumber Energi Baru Terbarukan (EBT) menggantkan posisi batu bara sebagai energi primer di Indonesia. Bob menilai, nuklir melalui PLTN bisa menggantikan posisi tersebut dengan karakteristik ketersediaan energi yang mumpuni seperti batu bara.
“Karena pertama kita memiliki kemampuan yang tinggi dari sisi kemampuan. Kita dapat beroperasi hampir 90% daripada seluruh waktu jadi kapasitas faktornya. Lalu kita juga menargetkan harga jual ini bersaing dengan PLTN Batubara di kisaran US$ 6 sen kira-kira,” bebernya.
Menurut perhitungannya, dengan nilai investasi PLTN pertamanya yang juga diharapkan menjadi PLTN pertama di Indonesia, investasi Rp 17 triliun bisa menghasilkan perhitungan produksi dan pengembangan hingga US$ 1.000 per Kilo Watt (KW). Nantinya, dengan harga jual listrik US$ 6 sen dinilai sudah bisa menguntungkan.
“Jadi memang kalau kita bagi Rp 17 triliun atau itu terhadap 500 MW kita dapat kurang lebih angkanya US$ 2.500 per KW ya. Nah US$ 2.500 itu per KW memang angka yang di higher end dari PLTU Batubara. Tapi itu karena kita ada development cost. Namun demikian yang kedua, ketiga, dan seterusnya yang kita berharap juga dapat di implementasi di Indonesia, cost kita itu cuma 1.000 dolar per KW. Nah kalau 1.000 dolar per KW itu jauh lebih murah daripada PLTU batu bara,” tambahnya.
Dengan begitu, dia menilai dengan PLTN bisa menghasilkan listrik yang ‘bersih’ juga bisa menjadi opsi bagi pemerintah maupun untuk PT PLN (Persero) untuk menyediakan sumber listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia.
“Gak perlu tambahan investasi lainnya. Sementara kan sumber energi yang bergantung kepada cuaca, itu kan perlu backup baterai, perlu transmisi, perlu segala macem ya. Jadi menurut saya adalah sebuah opsi yang secara ekonomis itu sangat menarik buat pemerintah maupun buat PLN,” tutupnya.
Rusia Siap Bantu
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Rusia menyatakan siap membantu Indonesia membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama pada 2032 mendatang.
Perwakilan lembaga nuklir Rusia ROSATOM State Atomic Energy Corporation di Indonesia, Anna Belokoneva, mengatakan Rusia siap bertukar pengalaman dan ilmu seputar pengembangan teknologi nuklir.
“ROSATOM siap untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam semua aspek yang kami tawarkan. Kami yakin bahwa teknologi ROSATOM, termasuk PLTN skala kecil, dapat menjadi pilihan baik untuk menambahkan pembangkit nuklir ke bauran energi Indonesia,” ujar Belokoneva dalam unggahan Instagram Kedutaan Besar Rusia di Indonesia pada Kamis (15/3).
Dalam unggahan itu, sejumlah ahli nuklir Rusia dari ROSATOM State Atomic Energy Corporation mengunjungi Indonesia pada 4-8 Maret lalu.
Kedutaan Besar Rusia di Indonesia mengatakan para ahli itu datang ke acara seminar yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional Indonesia (BRIN).
“Para ahli dari ROSATOM State Atomic Energy Corporation berpartisipasi dalam seminar yang didedikasikan untuk membahas teknologi modern di bidang konstruksi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) skala kecil,” kata Kedubes Rusia di Indonesia dalam unggahannya.
Kedubes Rusia memaparkan para narasumber bertukar ilmu dan pengalaman unik ROSATOM dalam mengoperasikan reaktor modular kecil, serta teknologi-teknologi nuklir lainnya yang menjanjikan.
Sementara itu, Indonesia sendiri memang sudah mengumumkan rencana membangun PLTN pertama pada 2032 mendatang.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan pihaknya memang menargetkan PLTN akan dikomersialkan pada 2032 mendatang.
“Pengembangan tenaga nuklir direncanakan menjadi komersial pada 2032 untuk meningkatkan keandalan sistem tenaga listrik,” kata Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Parada Hutajulu dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta Pusat, Kamis (16/11).
“Kapasitasnya (PLTN) akan ditingkatkan hingga 9 gigawatt (GW) pada 2060,” sambungnya. (Web Warouw)