JAKARTA- Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan bahwa pilihan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung adalah bagian dari quiet revolution (revolusi diam-diam) dalam tatanan demokrasi di Indonesia. Hal ini diingatkan oleh Staff Khusus Presiden, Andi Arief pada Bergelora.com di Jakarta, Senin (15/9).
“Tanpa kita sadari, proses ini telah mengubah secara mendasar praktik demokrasi di negeri ini. Tidak mengejutkan bila ada yang mengatakan bahwa ini sesungguhnya adalah revolusi diam-diam, atau the quiet revolution,” ujarnya mengutip pernyataan Presiden dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2010.
Menurut Andi Arief, hari ini semua media memuat dua alasan mengapa cenderung mempertahankan pilkada langsung kepala daerah.
“Pertama, selain karena rakyat sudah terbiasa, juga karena itu buah reformasi. Kedua, ada benang merah antara pemilihan kepala daerah langsung dengan sistem Presidensial.” Jelasnya.
Sikap ini menurutnya, konsisten seperti yang pernah dinyatakan Presiden SBYdalam pidato kenegaraan 16 Agustus 2010.
“Dalam sepuluh tahun pertama reformasi itu, kita telah melangkah jauh dalam melakukan transisi demokrasi. Kita telah membongkar dan membangun, kita telah melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi terhadap tatanan dasar dalam kehidupan politik, sosial, hukum, dan ekonomi. Kita telah melakukan tiga pemilu yang jujur dan adil. Kita mempunyai badan legislatif yang sangat independen. Kita telah menciptakan sistem check and balance yang sehat antara lembaga legislatif, eksekutif dan judikatif. TNI kembali menjadi tentara profesional, tidak lagi berpolitik dan berbisnis. Kebebasan pers dan kebebasan berpendapat kini terjamin. Undang-undang yang diskriminatif telah dihapuskan.
Dalam periode itu, kita juga telah melaksanakan proses desentralisasi yang sangat ekstensif. Kita juga menyelenggarakan pemilihan kepala daerah secara langsung di seluruh Indonesia. Kini, seluruh gubernur, bupati, walikota di Indonesia telah dipilih langsung oleh rakyat. Hasilnya, peta politik Indonesia telah berubah secara fundamental. Pelaksanaan demokrasi langsung ini mengubah banyak hal. Kini, rakyatlah yang berdaulat.
Yang menakjubkan, proses politik yang sangat rumit ini berlangsung dalam waktu relatif singkat, dan tanpa menimbulkan gejolak atau guncangan sosial yang serius, kecuali pada periode awalnya. Tanpa kita sadari, proses ini telah mengubah secara mendasar praktik demokrasi di negeri ini. Tidak mengejutkan bila ada yang mengatakan bahwa ini sesungguhnya adalah revolusi diam-diam, atau “the quiet revolution,”
Upaya Mundur
Sebelumnya, Andi Arief menegaskan bahwa demokrasi yang sudah dicapai saat ini merupakan capaian perjuangan rakyat yang pernah menghadapi sistim orde baru. Ia mengharapkan jangan lagi ada upaya menarik mundur capaian demokrasi yang sudah berjalan saat ini. Ujarnya kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (12/9) menjawab perdebatan tentang pilkada langsung atau lewat DPRD.
“Jangan tarik mundur demokrasi yang sudah kita capai. Saat ini rakyat semua ikut partisipasi langung dalam menentukan dari presiden sampai kepala desa,” ujarnya.
Menurutnya tuntutan demokrasi multipartai yang diperjuangkan oleh gerakan rakyat dimasa Orde Baru menurutnya adalah tuntutan penggantian sistim presidensil menjadi parlementer.
“Tumbuhnya partai-partai, kekuatan di parlemen dan pemilihan langsung adalah konsekwensi. Kalau ada masalah dalam demokrasi kita, perbaiki saja sistim yang sudah jalan ini,” tegasnya.
Andi Arief mengingatkan sistim Pemilu 2014 adalah pemilu terbaik yang bisa dijalankan di Indonesia yang telah memilih wakil-wakil rakyat dan presiden Indonesia.
“Lepas dari suka tidak suka pada pak Jokowi, tapi dirinya lahir dari sistim politik dan pemilu yang melibatkan langsung seluruh rakyat Indonesia. Jangan karena kita tidak suka dengan hasil pemilu kemudian sistimnya kita hancurkan. Langit runtuhpun, Jokowi tetap presiden,” ujarnya.
Namun demikian Andi Arief mengakui terjadi banyak kecurangan dalam pemilu 2014 baik dalam pemilihan legislatif maupun eksekutif.
“Semua sudah diselesaikan di MK dan sudah ada keputusan terhadap semua dugaan kecurangan itu. Hormati keputusan MK,” tegasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)