Selasa, 10 Desember 2024

Setara Institute: Intoleransi Adalah Titik Awal Terorisme!

JAKARTA- Setara Institute mengingatkan bahwa aksi anarkis massa pada 4/11 (4 November) selain rentan ditunggangi aktor politik seperti ditegaskan Jokowi, juga rentan menjadi medium recovery kaum ‘jihadis’ yang sejak perdamaian di Poso dan Ambon kehilangan arena recovery dan radikalisasi, baik untuk merekrut kader-kader baru maupun untuk menghimpun dukungan publik. Hal ini disampaikan Ketua Setara Institute, Hendardi, kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (8/11).

“Intoleransi adalah titik awal dari terorisme, sebaliknya, terorisme adalah puncak intoleransi. Sejak 2010, kelompok jihadi beralih menggunakan isu penodaan agama, penyesatan, anti-kristenisasi, dan solidaritas atas segala peristiwa di Timur Tengah, sebagai medium kampanyenya,” ujarnya.

Hendardi mengingatkan, peristiwa di Cikeusik 6 Februari 2011 dan di Temanggung 9 Februari 2011, adalah dua peristiwa yang secara nyata ditunggangi oleh kelompok jihadis.

“Salah satu aktor lapangan peristiwa penyerangan Ahmadiyah adalah aktor yang aktif melakukan pembantaian di Poso. Sedangkan di Temanggung, operator lapangan dari pembakaran gereja adalah salah satu tokoh yang pada masa konflik di Ambon bertugas memasok amunisi untuk kelompok Islam,” jelasnya.

Ia menjelaskan, indikasi keterlibatan kelompok jihadis dalam aksi 4/11 lalu juga terdeteksi dengan keterlibatan tokoh kunci Bachtiar Nasir (pendakwah Wahabi), Abu Jibril (MMI) dan M. Zaitun (Wahdah Islamiyah) ormas yang disponsori Wahabi dan gemar mengkafirkan kelompok lain. Tiga tokoh kunci tersebut secara ideologis membenarkan segala cara untuk mencapai tujuannya. 

“Aksi-aksi massa selalu mengundang aneka kepentingan bertaruh. Karena itu, jika praktik-praktik intoleransi dengan aksi kekerasan dan penyebaran kebencian dibiarkan, maka sama saja kita menyediakan arena recovery kelompok-kelompok jihadi untuk terus memupuk semangat pengikut dan simpatisannya,” ujarnya.

Bagi Setara Institute, intoleransi adalah titik awal dari terorisme, sebaliknya, terorisme adalah puncak intoleransi. Jadi, soal aksi 4/11 bukan hanya melulu soal Pilkada, soal Ahok dan dugaan penodaan agama.

“Tetapi juga merupakan soal kebutuhan adanya ruang yang kondusif bagi radikalisasi publik untuk memperluas dukungan terhadap agenda-agenda jihad yang bertentangan dengan hukum dan dasar kebangsaan Indonesia,” ujarnya.

Apresiasi Panglima

Sebelumnya, Panglima TNI sangat  mengapresiasi peran serta para ulama dalam membimbing dan menyejukan umatnya agar tidak berbuat anarkis pada aksi damai, 4 November 2016.  Walaupun para pendemo diprovokasi untuk berbuat anarkis, namun mereka tidak terpengaruh sama sekali, sehingga demonstrasi yang diikuti ribuan umat muslim di Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia dapat berjalan dengan aman, tertib dan damai. Hal tersebut dikatakan  Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo saat berdialog dengan beberapa Ulama dari berbagai wilayah di Indonesia, bertempat di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (5/11) malam.

“Saya sebagai umat Islam tahu betul bahwasanya saudara-saudara muslim saya yang melaksanakan demo kemarin adalah orang-orang baik yang berangkat dari masjid-masjid untuk menyampaikan aspirasinya,” kata Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

Menurut Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Dunia Internasional mengakui bahwa Islam di Indonesia merupakan Islam yang demokratis dan dikenal dengan Islam Rahmatan Lil Alamin.

Untuk diketahui bersama bahwa, dalam mengawal aksi damai para demonstrasi, Presiden RI Joko Widodo telah  memerintahkan saya sebagai Panglima TNI bersama Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk mengamankan jalannya demonstrasi tersebut agar terhindar menjadi demo anarkis, yang ditunggangi oleh kepentingan tertentu.

 “Pada saat mengamankan jalannya demonstrasi, saya selaku Panglima TNI telah menegaskan kepada para prajurit yang berhadapan langsung dengan para pendemo, tugasmu adalah melindungi semuanya, namun apabila ada para pendemo yang melakukan anarkis bahkan radikal, maka yang kamu lindungi adalah rakyat Indonesia yang lebih besar, jangan sampai terkena dampak dari demo yang anarkis dan radikal tersebut,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyampaikan permohonan doa dan dukungan dari para ulama, agar TNI semakin kuat untuk melindungi bangsa ini, serta sebagai pengayom masyarakat demi tetap tegaknya NKRI yang kita cintai bersama.

Sementara itu, KH Zailani Imam menyampaikan bahwa, apabila para ulama dan pemimpin bersatu, maka bangsa Indonesia akan menjadi aman dan tentram.

“Apabila ulama dan umaroh baik, maka baiklah negara ini, namun apabila ulama dan umaroh tidak baik, maka tinggal menunggu kehancuran suatu bangsa,” jelasnya.

Dialog antara Panglima TNI dengan para ulama tersebut diikuti oleh beberapa pimpinan   pondok pesantren, diantaranya Ponpes Babakan dan  Buntet Cirebon, Al-Huda Aceh Besar, Al-Mustakinia Bogor, dan Majelis Rosululloh serta Lembaga Islam An-Nahar. Dialog ditutup dengan pembacaan doa  oleh Kyai Muhtadi Dimyati dari Ponpes Raudatul Ulum Cidahu, Cadasari, Pandeglang, Banten. (Web Warouw/Kolonel Inf Bedali Harefa)

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru