JAKARTA- Ketegangan antara Kapolri, Jenderal Sutarman dengan Anggota Kompolnas, Adrianus Meliala, semakin membuka lebar penilaian masyarakat terhadap lembaga Kepolisian.
“Ketegangan antara Kapolri versus Adrianus Meliala mengkonfirmasi bahwa Polri anti kritik,” tegas Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (2/9).
Menurutnya juga ketegangan ini juga menjelaskan mengapa sealama ini Kompolnas RI tidak dapat menunjukkan kinerjanya secara maksimal.
“Juga mengkonfirmasi, mengapa Kompolnas RI selama ini tidak menunjukkan kinerja yang memuaskan,” ujarnya.
Hendardi mengatakan ketegangan ini menunjukkan bahwa lembaga Polri sebagai lembaga penegak keamanan dan hukum tidak mau diawasi seperti yang diperintahkan oleh Undang-undang.
“Ketegangan ini disebabkan oleh keengganan Polri diawasi bahkan oleh lembaga yang dimandatkan oleh Undang-undang Polri sekalipun,” tegasnya
Menurut Hendardi, kelanjutan dari ketegangan dengan pembentukan Komite Etik oleh Kompolnas juga berlebihan dan tidak akan menyelesaikan persoalan.
“Karena apa yang dilakukan oleh Adrianus adalah menjalankan tugas dan mandat UU Kepolisian dan Perpres tentang Kompolnas,” ujarnya
Menurutnya, seharusnya Kapolri bisa bijaksana dan menjawab kritik dengan tindakan memperkuat transparansi dan akuntabilitas kinerja.
Kapolri Geram
Ketegangan terjadi karena pernyataan terbuka komisioner Kompolnas, Adrianus Meliala beberapa waktu lalu yang menyatakan selama ini Reskrim telah menjadi ATM dari Polri. Pernyataan Adrianus Meliala di sebuah media ini terkait operasi tangkap tangan oleh tim Paminal Polda Jawa Barat terhadap 2 oknum perwira Polda Jabar AKBP MB dan AKP DS atas kasus dugaan suap dari bandar judi online. AKBP MB diduga menerima suap Rp 5 miliar, sedangkan AKP DS diduga menerima suap Rp 370 juta. Adrianus menilai bagian Reserse Kriminal Polri dijadikan sebagai ATM bagi Polri.
Mendengar pernyataan itu, Kapolri Jenderal Sutarman geram dan memberikan ultimatum kepada Adrianus agar segera meminta maaf.
“Saya minta syarat, pertama agar (Adrianus) untuk minta maaf di seluruh media di Indonesia, terutama media yang digunakan untuk memberikan statement,” ujar Kapolri Sutarman di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (29/8) kepada pers.
Kedua, kata Sutarman, Adrianus mencabut pernyataan yang dapat menimbulkan ketidakpercayaan terhadap Polri yang dapat timbulkan kebencian di masyarakat. Apabila syarat yang diberikan itu tidak diindahkan oleh Adrianus, maka proses hukum terus berjalan.
“Saya sangat menyayangkan pernyataan akademisi, Komisioner Kompolnas. Tidak mengindahkan nilai-nilai etika, tidak mendidik masyarakat, bahkan melanggar undang-undang,” ujar Sutarman.
Sutarman mengaku, selama ini dikritik tak pernah marah. Namun, dia mengaku benar-benar marah atas pernyataan yang dilontarkan oleh Kriminolog Universitas Indonesia (UI) itu. Sebab pernyataan Adrianus dianggap sangat membahayakan institusi Polri.
Meliala Menjawab
Adrianus telah memenuhi panggilan polisi sebagai saksi pada Selasa 26 Agustus 2014.
Dia menjelaskan, wawancara yang ditayangkan sebuah televisi nasional merupakan wawancara yang bisa disikapi secara utuh dan seimbang.
“Cuma karena yang diangkat adalah yang lebih negatif seakan-akan menghina. Kalau diangkat yang positif memuji dong. Tergantung kepada medianya. Saya kira itu konteksnya,” ujar Kriminolog Universitas Indonesia (UI) ini kepada pers.
Adrianus menegaskan, tidak ada motif dan niat seperti disebutkan dalam running text di sebuah televisi dari pihak komisioner.
“Saya berbicara sebagai komisioner yang memiliki tugas yakni mengawasi kinerja Polri dan integritas Polri, serta mendukung Polri. Jadi mengawasi sekaligus mendukung. Maka dalam rangka tugas untuk itu, cara bercerita saya tidak seperti humas dong. Agak muter-muter, tidak menghina. Ya, menurut saya positif,” tegas Adrianus. (Dian Dharma Tungga)