Sabtu, 12 Juli 2025

Setara Mencium Upaya Kadalin Jokowi Dalam Penyelesaian Kasus HAM Berat

JAKARTA- Prakarsa Jaksa Agung dan Komnas HAM terkait penyelesaian pelanggaran HAM Berat masa lalu merupakan manifestasi cara berpikir rancu aparat negara. Kedua institusi itu berkolaborasi mengambil jalan pintas yg tidak sesuai dengan perundang-undangan, nurani korban, dan prinsip keadilan dalam disiplin hak asasi manusia. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (8/7).

 

“Jokowi jangan tergelincir oleh kelompok yang seolah bekerja atas nama penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu tetapi yang dituju adalah sebatas membersihkan mereka dari tuduhan kejahatan, tanpa proses yang fair dan adil,” ujarnya.

Langkah yang dilakukan oleh Komnas HAM dan Kejaksaan Agung menurutnya akan  mengundang ketidakpercayaan publik dan memperkokoh impunitas, karena tidak akan mampu melimpahkan keadilan, Prakarsa itu mengabaikan prinsip bahwa rekonsilasi adalah langkah terakhir ketika proses yudisial gagal ditempuh. Jakgung dan Komnas HAM memangkas proses ini.

Cara kerja semacam ini menurut Hendardi hampir dipastikan tidak akan memperoleh kebenaran materiil atas sebuah peristiwa hukum. Menurutnya, penegak hukum perlu mengingat rekonsiliasi adalah pilihan dan proses politik dalam menyikapi suatu peristiwa pelanggaran HAM.

“Untuk itu keputusan ini harus didasarkan pada keputusan politik yang representatif dan dengan dasar undang-undang,” ungkap dia.

Dengan demikian, untuk memulai jalan rekonsiliasi harus dilakukan dengan membentuk Undang-undang KKR. Sejalan dengan itu, penyidikan terhadap kasus-kasus sudah bisa dilakukan karena dasar penyidikan adalah Undang-undang No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Hendardi juga mengkritik kedua institusi ini yang juga menarik TNI/Polri dalam Tim Gabungan yang menurut Hendardi merupakan kekeliruan serius karena institusi TNI/Polri adalah pihak yang diduga melakukan pelanggaran HAM berat.

Tim rekonsiliasi adalah tim yang menjadi jembatan antara negara dan aparaturnya yang dituduh melakukan pelanggaran dengan korban.

“Jadi, tim bukanlah representasi para pihak, tetapi mesti terdiri dari orang-orang yang sangat berintegritas dan pembela HAM,” ujarnya.

Nyatanya, tim dibentuk adalah gabungan antara kelompok korban, pihak yang diduga pelaku, masyarakat, dan lain sebagainya.

“Inilah kekeliruan serius dalam tim yang rencananya akan dibentuk oleh Presiden RI atas prakarsa Kejaksaan Agung,” ungkap dia.

Dalam hukum HAM, TNI, dan aparat negara lain adalah subyek hukum, yang tidak bisa mengadili dirinya sendiri.

“Jadi, dapat dibayangkan kualitas kerja seperti apa yang akan diproduksi oleh tim gado-gado ini,” ungkap dia. (Dian Dharma Tungga)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru