YERUSALEM- Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pada Jumat (9/2/2024), memerintahkan tentaranya untuk bersiap mengevakuasi ratusan ribu warga Palestina dari Rafah. Padahal sebelumnya Amerika Serikat telah memperingatkan bawah AS tidak akan mendukung serangan darat tersebut.
Bahkan Presiden Palestina Mahmud Abbas mengecam rencana serangan tersebut lantaran di Rafah kini ditinggali sebanyak 1,3 juta warga sipil yang mengungsi.
Mahmud Abbas menyebut rencana serangan itu sebagai pelanggaran secara terang-terangan terhadap semua batas-batas yang ada.
Dikutip dari AFP pada Sabtu (10/2/2024), Netanyahu mengatakan kepada para pejabat militer untuk menyerahkan kepada kabinet rencana gabungan untuk mengevakuasi penduduk dan menghancurkan kelompok Hamas yang bersembunyi di Rafah.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan dari Yerusalem, diketahui, kota ini merupakan pusat populasi besar terakhir di Jalur Gaza yang belum dimasuki oleh pasukan Israel, namun juga merupakan pintu masuk utama pasokan bantuan yang sangat dibutuhkan.
Warga Palestina yang mengungsi dari kota-kota lain di Gaza telah membanjiri Rafah, tempat ratusan ribu orang tidur di tenda atau di jalanan.
Amerika Serikat sendiri adalah pendukung internasional utama Israel, yang memberikan bantuan militer miliaran dolar.
Namun Departemen Luar Negeri AS mengatakan pihaknya tidak mendukung serangan darat di Rafah, dan memperingatkan bahwa jika tidak direncanakan dengan baik, operasi semacam itu berisiko menimbulkan bencana.
Presiden AS juga merasa kecewa akan kepemimpinan Israel dan menyatakan bahwa pembalasan militer Israel atas serangan 7 Oktober 2023 sudah keterlaluan.
“Saya berpandangan, seperti yang Anda tahu, bahwa tindakan respons di Gaza dan Jalur Gaza, sudah berlebihan,” kata Presiden AS.
“Ada banyak orang tak berdosa yang kelaparan, dalam kesulitan dan sekarat, maka ini harus dihentikan,” tegas Joe Biden.
Para saksi melaporkan serangan baru di Rafah semalam, setelah militer Israel mengintensifkan serangan udara.
Foto-foto dari AFP juga menunjukkan pemandangan kehancuran di jalanan Rafah, di mana orang-orang mengantri untuk mendapatkan air yang semakin langka.
Kementerian Kesehatan di wilayah yang dikelola Hamas mengatakan lebih dari 100 orang tewas dalam pemboman semalam, termasuk setidaknya delapan orang di Rafah.
Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan tiga anak tewas dalam serangan di Rafah, di mana banyak pengungsi terjebak di tenda-tenda yang dibangun di dekat perbatasan Mesir.
“Kami mendengar suara ledakan besar di samping rumah kami dan kami menemukan dua anak tewas di jalan,” kata Jaber al-Bardini (60).
“Tidak ada tempat yang aman di Rafah. Jika mereka menyerbu Rafah, kami akan mati di rumah kami. Kami tidak punya pilihan. Kami tidak ingin pergi ke tempat lain,” ungkap dia.
Sementara itu, tentara Israel mengatakan pasukannya telah membunuh 15 militan dalam satu hari terakhir di Khan Younis, kota terbesar di Gaza selatan. (Web Warouw)