Minggu, 8 September 2024

SIAP-SIAP NIH..! Gempa Gunungkidul M 5,8, BMKG Terkait Megathrust

JAKARTA – Gempa berkekuatan magnitudo 5,8 mengguncang Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya pada Senin (26/8/2024) pukul 19.59 WIB. Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan bahwa gempa tektonik tersebut terjadi di Samudra Hindia, berlokasi di selatan Gunungkidul. Tepatnya episenter gempa bumi terletak pada koordinat 8,85 derajat lintang selatan dan 110,17 derajat bujur timur, atau tepatnya berlokasi di laut pada jarak 107 kilometer arah barat daya Gunungkidul dan pada kedalaman 42 kilometer.

“Hasil analisis BMKG menunjukkan gempabumi ini memiliki parameter update dengan magnitudo M 5,5,” kata Daryono melalui keterangan resmi yang diterima, Selasa (27/8/2024).

Berkaitan Megathrust

Daryono menyebut, dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal.

“Akibat adanya deformasi batuan di bidang kontak antar lempeng (megathrust). Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempabumi memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust),” ujar Daryono.

Hingga pukul 20.20 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan adanya dua aktivitas gempa bumi susulan (aftershock).

Wilayah yang Merasakan

Gempabumi ini berdampak dan dirasakan di daerah Sleman, Yogyakarta, Kulon Progo, dan Bantul dengan skala intensitas III-IV MMI. Skala intentistas III-IV MMI, artinya bila pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah.

Kemudian, masyarakat di daerah Karangkates, Malang, Pacitan, Nganjuk, Trenggalek, Madiun, Kediri, Blitar, Cilacap, Banyumas, Solo, Surakarta, dan Klaten dengan skala intensitas/ Untuk skala intensitas II-III MMI, getaran dirasakan nyata dalam rumah seakan akan truk berlalu.

Rekomendasi BMKG

Kepada masyarakat diimbau agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Selain itu, diimbau agar menghindari dari bangunan yang retak atau rusak diakibatkan oleh gempa. Periksa dan pastikan bangunan tempat tinggal anda cukup tahan gempa, ataupun tidak ada kerusakan akibat getaran gempa yang membahayakan kestabilan bangunan sebelum anda kembali ke dalam rumah.

Pastikan informasi resmi hanya bersumber dari BMKG yang disebarkan melalui kanal komunikasi resmi yang telah terverifikasi (Instagram/Twitter @infoBMKG), website (http://www.bmkg.go.id atau inatews.bmkg.go.id), telegram channel (https://t.me/InaTEWS_BMKG) atau melalui Mobile Apps (IOS dan Android): wrs-bmkg atau infobmkg.

Megatrust 8,9 M

Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, wilayah Indonesia berada di kawasan Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik yang memiliki gunung api aktif terbanyak di dunia dan kerap dilanda gempa bumi berkekuatan besar. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan peringatan terkait potensi Indonesia mengalami gempa megathrust berkekuatan magnitudo 8,9 di wilayah Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Wilayah Indonesia seperti Aceh dan sekitarnya pernah merasakan dampak gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia pada Minggu, 26 Desember 2004. Pusat gempa berkekuatan magnitudo 9,3 itu terletak di lepas pantai barat Sumatra, Indonesia.

Sementara itu gempa magnitudo 9,5 dekat Valdivia, Chile selatan pada 22 Mei 1960 tercatat sebagai gempa terbesar di dunia pada abad ke-20.

Penyebab Gempa Besar

Penyelidik Bumi Utama, Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana (PVMBG), Supartoyo menuturkan, Indonesia memiliki potensi dilanda gempa besar seperti megathrust dengan magnitudo di atas 8.

Kondisi tersebut, terjadi di zona penunjaman yakni tempat pertemuan atau interaksi antarlempeng, khususnya yang bersifat tumbukan.

Zona penunjaman merupakan sumber gempa bumi utama di Indonesia yang membentang mulai dari barat Pulau Sumatera, selatan Jawa hingga Bali dan Nusa Tenggara, laut Banda, utara Papua, utara Sulawesi, timur Sulawesi Utara, dan barat Halmahera

Supartoyo menjelaskan, gempa terjadi akibat adanya interaksi yang melibatkan dua lempeng berbeda, yaitu lempeng benua dan samudera yang disebut subduksi. Sementara interaksi antara lempeng sejenis disebut gempa kolisi.

Gaya tektonik yang bekerja pada zona penunjaman tersebut akan menimbulkan penumpukan energi. Ketika dibiarkan, energi tersebut terlepas menghasilkan tumbukan lempengan yang memicu gempa bumi.

Menurut Supartoyo, interaksi lempengan yang menyebabkan gempa terbagi menjadi dua jenis yaitu megathrust yang terjadi dengan kedalaman penunjaman kurang dari 50 km dan intraslab dengan kedalaman penunjaman lebih dari 50 km.

“Gempa bumi bersumber dari megathrust berpotensi menghasilkan gempa bumi dengan kekuatan besar yaitu magnitudo lebih dari 8 sehingga berpotensi terjadi tsunami,” ujarnya, Selasa (20/8/2024).

Apa Dampak Gempa Besar Megathrust?

Supartoyo memastikan, hingga saat ini, belum pernah ada gempa bumi di Indonesia yang mencapai kekuatan magnitudo 10.

Menurutnya, gempa sebesar itu jika terjadi di daerah yang terletak dekat dengan lokasi sumber gempa akan menimbulkan guncangan sangat kuat. Kekuatan gempa bumi ditentukan salah satunya menggunakan skala magnitudo. Ada juga perhitungan menggunakan Skala Richter (SR) atau skala Modified Mercalli Intensity (MMI).

Gempa yang terjadi berkekuatan magnitudo 8.0 atau lebih dapat menimbulkan kehancuran total pada wilayah sekitar gempa terutama pusat gempa. Dalam skala MMI, gempa magnitudo 10 dapat masuk kategori IX-XII. Efek yang terjadi berupa kerusakan bangunan seperti dinding bangunan permanen roboh, rangka tidak lurus, retak, pondasi berpindah, dan pipa putus. Selain itu, kondisi tersebut menyebabkan rel kereta melengkung, jembatan rusak, tanah terbelah atau longsior, serta pemandangan menjadi gelap.

Supartoyo menambahkan, gempa bumi yang sangat besar juga dapat bersampak pada kondisi perairan.

“Kalau lokasi sumber gempa terletak di laut dengan mekanisme sesar dip-slip tentu akan terjadi tsunami dahsyat dengan tinggi rendaman lebih 3 meter,” imbuh dia.

Sesar dip-slip adalah jenis patahan yang bergeser sepanjang arah kemiringan sehingga menyebabkan perpindahan vertikal pada lapisan batuan. Untuk mencegah risiko dari gempa berkekuatan besar,

Supartoyo menyarankan pemerintah setempat dan masyarakat meningkatkan upaya mitigasi terutama di wilayah rawan gempa. (Enrico N. Abdielli)

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru