JAKARTA – Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap tiga jaringan narkoba internasional yang beroperasi di berbagai wilayah Indonesia, dengan total nilai perputaran uang mencapai Rp 59,2 triliun.
“Tiga jaringan narkoba yang berhasil diungkap yaitu jaringan FP yang beroperasi di 14 provinsi, meliputi Sumatera Utara, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara,” ujar Kabareskrim Polri Komjen Pol Wahyu Widada di Jakarta, Jumat (2/11/2024).
“Lalu, ada jaringan HS yang beroperasi di lima provinsi, yaitu Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan Bali. Serta jaringan H yang dikendalikan oleh tiga bersaudara berinisial ‘HDK,’ ‘DS alias T,’ dan ‘TM alias AK,’ yang beroperasi di Jambi,” lanjut Wahyu.
Penangkapan ini merupakan hasil operasi gabungan selama dua bulan, dari September hingga Oktober 2024, yang melibatkan instansi terkait seperti Kejaksaan Agung, Badan Narkotika Nasional (BNN), Ditjen Pemasyarakatan, Ditjen Bea dan Cukai, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Drug Enforcement Administration (DEA).
Wahyu menjelaskan, ketiga jaringan tersebut memiliki cakupan operasi luas dan sistem distribusi rumit yang melibatkan jaringan di banyak provinsi.
Jaringan FP, misalnya, menguasai peredaran narkoba dengan nilai transaksi fantastis hingga Rp 56 triliun, memasok wilayah-wilayah tersebut melalui distribusi yang tersebar di seluruh Indonesia.
Jaringan HS beroperasi di lima provinsi, dengan nilai transaksi mencapai Rp 2,1 triliun dan jalur distribusi yang terkonsentrasi pada jalur lintas provinsi utama.
Sementara itu, jaringan H, yang dikendalikan oleh tiga saudara berinisial HDK, DS alias T, dan TM alias AK, beroperasi di Jambi dengan total transaksi Rp 1,1 triliun dan distribusi tertutup di provinsi tersebut.
Selama operasi ini, Bareskrim Polri dan jajaran Polda berhasil menangkap 136 tersangka dari 80 kasus berbeda. Setiap tersangka memiliki peran dalam jaringan, mulai dari pemasok, pengedar, hingga pengendali utama distribusi narkoba di wilayah-wilayah tertentu.
Dari operasi gabungan ini, pihak kepolisian menyita barang bukti dalam jumlah besar, termasuk sabu seberat 1.071,56 kg atau 1,07 ton, ganja sebanyak 1,12 ton, ekstasi sejumlah 357.731 butir, Happy Five 6.300 butir, ketamin 932,3 gram, Double L 127.000 butir, kokain 2,5 kg, tembakau sintetis 9.064 gram, hasis 25,5 kg, MDMA 4.110 gram, mephedrone 8.157 butir, dan Happy Water 2.974,9 gram.
Selain narkoba, Bareskrim Polri juga menyita aset-aset dari ketiga jaringan tersebut dengan nilai total Rp 869,7 miliar.
Sesuai arahan Presiden RI dan Kapolri, Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) diterapkan untuk memiskinkan para pelaku demi memberikan efek jera.
“Agar memberikan efek jera kepada para pelaku jaringan narkoba, kami menerapkan Pasal TPPU untuk merampas aset hasil kejahatan mereka,” tegas Wahyu.
kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, para tersangka dijerat Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman pidana mati, penjara seumur hidup, atau penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun.
Selain itu, mereka dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 10, Pasal 4 jo Pasal 10, dan Pasal 5 jo Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), serta Pasal 137 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun bagi pelaku aktif. (Web Warouw)