JAKARTA- Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap tiga jaringan narkoba internasional FP, HS, dan H yang beroperasi di berbagai wilayah Indonesia. Kabareskrim Polri Komjen Pol Wahyu Widada mengatakan, penangkapan anggota jaringan ini bisa menyelamatkan 6,2 juta jiwa dari narkoba.
“Dari total barang bukti narkoba yang berhasil diamankan, apabila barang tersebut beredar di dalam masyarakat maka jiwa yang berhasil diselamatkan sejumlah 6,2 juta jiwa,” kata Wahyu di Jakarta, Jumat (1/11/2024).
Penangkapan ini merupakan hasil dari operasi gabungan selama dua bulan, mulai dari September hingga Oktober 2024, yang melibatkan iKejaksaan Agung, Badan Narkotika Nasional (BNN), Ditjen Pemasyarakatan, Ditjen Bea dan Cukai, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Drug Enforcement Administration (DEA).
Dari operasi gabungan tersebut, polisi menyita berbagai barang bukti dalam jumlah yang mencengangkan. Mengembalikan Marwah Perpustakaan Artikel Kompas.id Barang bukti yang disita terdiri dari sabu 1.071,56 kg atau 1,07 ton, ganja 1,12 ton, ekstasi 357.731 butir, Happy Five 6.300 butir, Ketamine 932,3 gram, Double L 127.000 butir, kokain seberat 2,5 kg, tembakau sintetis sebanyak 9.064 gram, Hasish 25,5 kg, MDMA sejumlah 4.110 gram, Mepherdrone sebanyak 8.157 butir, dan Happy Water 2.974,9 gram.
“Bareskrim Polri bersama dengan Polda jajaran mengidentifikasi peran masing-masing dalam jaringan ini, mulai dari pemasok, pengedar, hingga pengendali utama yang memainkan peran penting dalam mengatur distribusi narkoba di wilayah-wilayah tertentu,” tegas Wahyu.
Kampung Narkoba
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan,.Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) Marthinus Hukom mengatakan, masalah pemberantasan narkoba bukan hanya tugas aparat penegak hukum, melainkan tanggung jawab bersama seluruh masyarakat.
Dia menjelaskan, maraknya kampung-kampung narkoba tak lepas dari dinamika sosial-ekonomi setempat. Para bandar seringkali mencengkeram ekonomi lokal sehingga membuat masyarakat bergantung pada kehadiran mereka.
“Ini adalah hubungan patron dan klien. Para bandar berperan sebagai patron yang memberikan keuntungan kepada masyarakat setempat, yang menjadi klien dan mengikuti arahan mereka. Masyarakat merasa memiliki solusi ekonomi, sementara bandar terus memperluas pengaruh mereka,” jelas Marthinus.
Untuk menangani kecanduan narkoba, BNN menyediakan dua pendekatan rehabilitasi, yaitu medis dan sosial. BNN mengoperasikan enam pusat rehabilitasi dan memiliki 196 Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang terdaftar.
Namun, stigma sosial sering membuat masyarakat enggan melapor ke IPWL karena rasa malu atau takut. BNN mengingatkan bahwa individu yang melapor secara suka rela dilindungi oleh undang-undang, tidak akan ditangkap atau diproses secara hukum.
“Kita akan optimalkan pusat rehabilitasi tersebut supaya bisa lebih menjangkau,” tegas dia.
Selama operasi gabungan dua bulan itu, sebanyak 136 tersangka dari 80 perkara telah ditangkap. Atas perbuatan tersebut, para tersangka disangkakan Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 tahun dan paling lama 20 tahun.
Pasal 3 jo Pasal 10, Pasal 4 jo Pasal 10, Pasal 5 jo Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), serta Pasal 137 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Terhadap pelaku aktif, ancaman hukuman pidana penjara adalah paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun. (Web Warouw)