JAKARTA- Perencanaan Proyek MA 60 masuk dalam Blue Book dan Green Book yang diterbitkan Kementerian PPN/Bappenas tahun 2007 dengan nama proyek Procurement of Aircraft for National Air Bridge. Proyek sebesar USD 232.00 juta tanpa didukung dokumen persyaratan dan penilaian yang memadai.
“Antara lain tanpa disertai Kerangka Acuan Kerja dan Studi Kelayakan Proyek yang memuat manfaat langsung maupun tidak langsung yang diidentifikasi secara kualitatif dan kuantitatif,” demikian sumber bergelora.com beberapa waktu lalu.
Pengadaan pesawat MA 60 juga ternyata tidak direncanakan dalam business plan PT MNA. Kontrak pembelian ditandatangani sebelum mendapat persetujuan RUPS yang mengakibatkan kontrak pembelian patut diduga tidak sah
Ia menjelaskan bahwa terjadi penundaan pengoperasian enam pesawat MA 60 sehingga PT MNA menanggung beban bunga sebesar Rp11,34 miliar. Selain itukontrak pembelian mengandung kelemahan dan renegosiasi kontrak dilakukan tidak sesuai ketentuan mengakibatkan PT MNA tidak memiliki jaminan ketepatan waktu penerimaan full flight simulator, additional product support dan training sebesar Rp22.05 juta.
“Hasil renegosiasi tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan,” tegasnya.
Penerimaan sebagian product support sebelum kontrak berlaku efektif mengakibatkan PT MNA pada posisi tawar yang tidak memadai dalam upaya pembatalan ataurenegosiasi kontrak pembelian.
“Commitment fee atas sisa plafon pinjaman mengakibatkan pemerintah membayar commitment fee sebesar Rp243,33 juta dan masih berpotensi dibebani commitmentfee sebesar Rp5,00 miliar,” ujarnya.
Seluruh temuan di atas mengindikasikan terjadinya kerugian yang tidak diantisipasi sejak awal akibat dari business plan yang tidak memadai, manajemen operasional yang buruk serta pemeliharaan dan pengadaan armada yang tidak tepat guna.
“Mengingat fungsi PT MNA sebagai jembatan udara yang strategis daerah-daerah terpencil dan terisolir, Pemerintah seharusnya mengupayakansolusi penyelamatan secara komprehensif,” jelasnya.
Harapan itu kini telah pupus. Pemerintah memutuskan menutup penerbangan Merpati yang telah mengabdi puluhan tahun pada rakyat di berbagai pedalaman, khususnya di Indonesia timur. Pemerintah memilih menyerahkan pelayanan pada sektor swasta. Bukan itu saja, pemerintah mengeluarkan biaya triliunan rupiah membangun lapangan-lapangan terbang sampai di tingkatan kabupaten dan menyerahkan pengelolaan airport para sektor swasta. Skandal yang menyisakan pertanyaan besar tanpa jawaban: Ada apa dibalik ini semua? (TIM)