JAKARTA- Terpilihnya ketua DPR dan MPR dari koalisi Merah Putih membuat banyak pihak khawatir. Khawatir jika pemerintahan Joko Widodo tidak mampu bekerja optimal mengemban amanat rakyat karena tidak didukung di parlemen. Untuk itu pentingnya keselarasan sikap dan rekam jejak para menteri dengan karakter Joko Widodo. Demikian gitaris band Slank, Abdee Negara dalam diskusi yang digelar Forum Diskusi Ekonomi Politik (FDEP) di Jakarta, Kamis (9/10).
“Saya percaya Joko Widodo adalah pemimpin yang membuka ruang bagi publik. kita beri kesempatan kepada Joko Widodo untuk menyusun komposisi para menteri yang selaras dengan karakter kepemimpinannya. Relawan akan siap terus mengawal,” tegasnya.
Selaras dengan itu, Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sudjito, meyakinkan bahwa Pemerintahan Jokowi – JK tidak perlu khawatir dengan hadangan parlemen yang didominasi oleh koalisi Merah Putih (KMP) yang diistilahkannya sebagai Koalisi Neo-Orba.
“Mungkin saja mereka mengganggu, tapi ingat mereka tidak punya chemistry di antara mereka sendiri untuk sampai menjegal pemerintahan. Yang penting adalah koalisi Indonesia Hebat bersama-sama dengan para relawan dapat mengelola kerja-kerja politik untuk mengatasi gangguan ini,” katanya.
Arie menambahkan, penting bagi Jokowi untuk memastikan bahwa para menteri yang dipilih kelak bisa bekerja cepat dan tidak tersandera dengan kepentingan politik atau rekam jejak negatif di masa lalu.
Pengamat Politik Yunarto Wijaya dalam kesempatan itu, mengatakan bahwa tidak ada koalisi abadi dan dinamika masih saja terbuka.
Menurutnya, kekalahan kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di parlemen tidak menjamin bahwa parlemen bisa dengan mudah menjegal semua keputusan Presiden terpilih bersama dengan kabinet menteri yang terbentuk kelak.
“Untuk memastikan agar semua agenda publik bisa terwujud, maka Presiden Jokowi harus mengoptimalkan kekuatan publik sebagai pengontrol dan penyeimbang. Kekuatan publik ini akan tercermin dengan gambaran kabinet menteri yang terbentuk, “ jelas Yunarto
Yunarto menambahkan ada kunci tiga C dalam membentuk kabinet kelak yaitu Competencies (kompetensi), Coalition (koalisi), Chemistry (harus satu visi misi dengan Presiden) .
“Tentu dengan Kompetensi sebagai pilar utama. Untuk itu pula, isu publik menjadi alat yang penting untuk menggalang kekuatan parlementer yang menjadi masukan penting dalam pembentukan kabinet kelak,” ujarnya.
Bukan Boneka Mega
Sammy Notaslimboy, stand up comedian yang juga aktif di Media Sosial, mengemukakan bahwa satu isu yang mengemuka di SosMed adalah Joko Widodo harus memastikan bahwa dia bukan boneka Megawati.
“Pak Joko Widodo harus menjawab bahwa dia bukan boneka Megawati,” tegas Sammy.
Di sisi lain, Andrinof Chaniago, pengamat politik Indonesia lebih menyoroti tentang pentingnya kompisisi kabinet untuk dikawal.
“Ini lebih penting ketimbang mempermasalahkan koalisi di parlemen. Koalisi itu paling bertahan dalam hitungan bulan. Sementara kabinet berumur lebih panjang sampai dengan lima tahun. Kabinet Jokowi harus mampu mengimbangi karakter Jokowi yang cepat mengambi keputusan. Untuk itu wacana publik menjadi sangat penting sebagai pengontrol agar kabinet yang dibentuk kelak bukan berdasarkan komposisi bagi-bagi kursi, “ tukasnya.
Menurut Andrinof, komposisi itu harus selaras dengan tekad Joko Widodo untuk membuat sistem presidensial yang kuat. Ide-ide terobosan itu penting namun implementasi konkrit ide tersebut jadi lebih penting.
“Jadi Menteri itu tahu apa yang dituju dan tahu bagaimana mewujudkan tujuan. Kegigihan mewujudkan kerja publik menjadi pembeda Joko Widodo inilah dengan pemimpin lainnya,” jelasnya.
Diskusi ini ditutup dengan kesimpulan bahwa isu publik dapat digunakan sebagai alat kekuatan ekstra parlementer dalam mendukung kinerja pemerintahan Joko Widodo, terutama dalam pembentukan komposisi kabinet menteri kelak.
Rekam jejak para calon dan kinerja para menteri itu kelak perlu terus dikawal oleh para relawan dan masyarakat luas agar harapan rakyat atas kepemimpinan Indonesia yang lebih baik pada masa depan bisa terwujud. (Calvin G. Eben-Haezer)