JAKARTA- ASEAN termasuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sebagai derivat (turunan-red) nya, adalah forum kerjasama. Dalam kerjasama tidak boleh ada yang dirugikan, keduanya harus win-win, tidak boleh terbentuk “the winner-take-all market”. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Sri Edi Swasono kepada Bergelora.com di Jakarta, Minggu (3/1)
“Dalam kerjasama tidak boleh yang kuat menelikung yang lemah. Kerjasama harus saling memperkukuh, kerjasama adalah saling memajukan, saling complementary, bukan saling bersaing,” ujarnya mengingatkan.
Namun, anggota Presidium Komite Kedaulatan Rakyat (KKR) ini menegaskan kalau dalam kerjasa Indonesia dirugikan, maka Indonesia berhak menolak atau menangguhkan pelaksanaan MEA di Indonesia.
“Kita bentuk traktat-traktat perjanjian dan aliansi-aliansi dengan anggota-anggota ASEAN secara bilateral ataupun multilateral yang isinya adalah complementarities. Kalau dalam suatu kerjasama MEA kita dirugikan ya kita tolak toh, tidak kita izinkan lah, atau kita tangguhkan,” tegasnya.
Sri Edi Swasono menegaskan agar kerjasama ASEAN tidak menjadi ajang penjualan kedaulatan maka jangan ikut kehendak kapitalisme yang menciderai kedaulatan bangsa dan negara.
“Kerjasama ASEAN bagi Indonesia, bukan ajang penyerahan atau penjualan kedaulatan nasional. MEA tidak boleh mencederai kedaulatan. Jangan menari atas gendang kapitalistik,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa melihat atau membiarkan MEA sebagai ancamam berarti kita mengidap atau termakan oleh mindset neoliberalisme-kapitalistik. Pemimpin Indonesia harus tampil tegas memimpin ASEAN dan berwibawa untuk menjaga khitah asli ASEAN CHARTER sebagai forum kerjasama.
“Sehingga MEA sebagai derivat ASEAN tidak diserobot dan berubah menjadi kepajangan tangan ideologi kapitalisme global. Jangan sampai MEA menjadi forum “asu kerah” (anjing bertarung) saling mengintip kelemahan sesama anggota ASEAN, bukan sebaliknya saling memperkukuh, isi mengisi dan melengkapi, saling menjalin complementarities dan maju bersama bersinergi, memegang teguh win-win principle,” ujarnya.
Sri Edi Swasono mengingatkan pepatah Jawa yang bisa menjadi pegangan para pemimpin negara saat ini dalam ASEAN dan MEA yang sudah berlangsung per 1 januari 2015 ini.
“Ingat primbon Jawa,– “Asu gedhe menang kerahe”. ASEAN musti back-to-basics, i.e. to repromote the culture of peace, maintaining a peaceful co-existence,” ujarnya. (Web Warouw)