JAKARTA- Ribuan kaum diaspora Indonesia tersebar di seluruh belahan dunia. Mereka bekerja, belajar atau bahkan tinggal dan hidup di negeri orang. Bergelora.com bekerjasama dengan Gerakan Kebaikan Indonesia (GKI) menurunkan kisah-kisah mereka yang sudah dimuat di http://www.kabar-rantau.com/
Bergelut di dunia fashion sebetulnya jauh dari angan-angan Aji Bram. Mahir berbahasa Inggris sejak SMA dan minat berinteraksi dengan orang asing membuat Aji ingin terjun ke bisnis pariwisata dan perhotelan. Berbekal tabungan hasil kerja sambil kuliah di Australia, dia kemudian mengambil kuliah perhotelan di Institute Hitelier “Cesar Ritz” Le Biuveret, Swiss. Selepas kuliah, dia bekerja di beberapa hotel di berbagai negara Eropa dan Amerika. Pertemuan dengan seorang teman yang memiliki bisnis hotel dan kapal pesiar di Zurich, Swiss, mengubah haluan hidup Aji Bram. Tahu bahwa dia berasal dari Indonesia yang dikenal memiliki industri garmen, sang teman memintanya membuatkan pakaian seragam untuk karyawan hotel dan kapal pesiarnya. Aji pun mulai membuat desain dan berkeliling Jakarta-Bandung untuk mencari industri konveksi yang bisa menjahit pesanan itu dalam jumlah besar.
Dari pesanan untuk pakaian seragam karyawan dan kapal pesiar, Aji merambah ke fashion kelas atas. Kendati tak bisa menggambar, pria multi bakat ini terus mengasah kemampuannya membuat desain busana. “Saya biasanya membuat desain dengan menggunakan manikin,” ujarnya. Sejak 2007, dia mendirikan perusahaan bernama Lurik di Zurich, Negeri Arloji tempatnya menetap.
Dalam setahun Aji pulang dua sampai tiga kali ke Indonesia untuk memeriksa pengerjaan pesanan baju dan mencari ilham pengembangan desain busana batik dan lurik. Dua tahun terakhir, Aji memberanikan diri menggelar Indonesian Fashion dan Batik Festival di Zurich. Dia mendesain sendiri busana yang ditampilkan, menjadi pembawa acara, menyewa para model dan mengeluarkan duit dari kantong sendiri untuk membiayai seluruh kegiatan itu. Benar-benar sebuah acara swadaya. “Semata-mata karena kecintaan saya kepada batik dan Indonesia,” katanya.
Kearifan Lokal dan Karakter Bangsa
Salah satu kebiasaan dan kesukaan saya saat jalan-jalan ke negara lain adalah menjelajahi daerah pedesaan negara itu. Sisa-sisa kehidupan masa lalu seperti rumah adat dengan arsitek aslinya yang masih terjaga dan dilindungi, pasar tradisonal, pagar-pagar area pertanian yang masih alami begitu mempesona. Kondisinya terlihat tak banyak berubah seperti ratusan bahkan ribuan tahun silam. Demikian pula cara bercocok tanam yang masih menjaga keseimbangan ekosistem serta pengolahan tanah yang benar. Semua itu mengingatkan kenangan masa kecil saya saat tinggal di Desa Tanjungsari, Boyolangu, Tulungagung, Jawa Timur, di mana kehidupan dengan sesama manusia, lingkungan alam serta karya seni budaya lokal sangat harmonis.
Kita menggunakan apa yang disediakan oleh alam sesuai dengan apa yang kita butuhkan dan kita menjaganya agar keberadaannya tetap lestari. Sungai-sungai yang berair jernih, aneka tumbuhan dan bunga menambah keindahan alam, lengkap dengan bermacam jenis kupu-kupu, burung, serangga serta satwa lain. Semuanya saling memberi kontribusi dan manfaat untuk kehidupan dunia bersama manusia.
Pernah suatu saat saya berkunjung ke desa kecil di Inggris dan makan siang di sebuah restoran tradisional rumahan dengan resep dan menu keluarga. Sejak memasuki rumah makan itu, saya langsung merasa betah dan nyaman. Dengan senyum yang hangat dan ramah, pemilik restoran menyambut dan mempersilahkan duduk, dan bertanya saya berasal dari mana sebelum menjelaskan tentang restoran keluarga tersebut dan menu hari itu.
Saya sangat mengagumi interior restoran itu yang merupakan bangunan kuno dengan atap tradisonal serta rasa makanan yang tersaji juga cara menyajikannya. Seketika hati saya merasa amat sedih dan timbul rasa kangen terhadap kenangan masa kecil, iya saya sangat rindu dengan Indonesia yang dulu….. “Negari sing edi-peni panjang-punjung pasir-wukir gemahripah loh-jinawi toto-tentrem karto-raharjo”, itulah ucapan dalang dalam pembukaan pertunjukan wayang kulit yang merupakan hiburan paling populer untuk masyarakat hingga saat ini. Gambaran keadaan sebuah negeri yang berwibawa, adil makmur, tenteram tertib serta penuh keharmonisan. Itulah keadaan yang saya rasakan di masa kecil. Tapi keadaaan kini sudah berubah dan kita Bangsa Indonesia banyak kehilangan dan sangat minim karakter.
Dulu kehidupan yang harmonis sangat melekat di semua sendi kehidupan masyarakat kita. Gotong royong, kerja bakti, bermusyawarah untuk mufakat lebih diutamakan untuk menghasilkan sesuatu yang berpijak untuk kebaikan dan keutuhan banyak orang. Istilah take and give sangat berlaku saat itu. Keramahan, saling sapa , saling senyum serta saling tolong tanpa pamrih adalah hal yang dijumpai sehari-hari dalam bermasyarakat baik saat berada di jalan, di pasar, di sawah bahkan saat makan di warung. Alam dan lingkungan dijaga kebersihannya, keberadaannya serta kelestariannya karena kita tahu kita membutuhkanya. Kalau bisa saya gambarkan keadaan saat itu merupakan surga yang nyata.
Alam yang hijau, udara bersih dan segar, aneka satwa liar , sungai yang bersih dan mengalir dengan segala mahkluk airnya, beraneka ragam burung, serta kehidupan masyarakat yang menunjukan budaya lokal termasuk musik dan tari-tarian dengan kostum tradisonal bisa kita jumpai dalam nafas kehidupan setiap hari. Kuliner lokal yang organik yang diolah dari bahan bahan yang disediakan olah alam sekitar adalah menu-menu sehat yang kita makan tanpa ada keraguan dan kekawatiran.
Anak-anak memainkan permainan tradisional dan menggunakan bahan yang disediakan oleh alam. Saya mengenal semua anak satu kampung bahkan juga dari kampongkampung lain dan juga hafal nama-nama mereka. Sering kami bermain bersama dengan permainan tradisonal khas daerah dan menggunakan unsur unsur alam yang ada disekeliling kita. Sungguh saat itu bangsa dan negara kita adalah bangsa yang sangat berkarakter, sangat unik, punya sejuta ragam kekayaan budaya, bahasa, flora fauna yang terangkum dalam sebuah negeri indah Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
Sebagai anak bangsa yang sangat mencintai negaranya secara utuh, saya sering merenung dan khawatir tentang keberadaan negara ini yang terus menerus kehilangan karakternya. Akankah kita bisa mempertahankan keberadaan semua unsur karakter bangsa dan Negara? Akankah semua jenis musik daerah, tarian, bahasa, makanan, minuman, kain dan pakaian adat, flora dan fauna yang bisa mengkokohkan keberadaan kita sebagai bangsa yang punya wibawa dan jati diri di tengah bangsa lain di dunia bisa dilestarikan?
Saya berharap kita sebagai individu bersama masyarakat dan pemerintah bisa mempertahankan, menjaga, dan mencintai semua kearifan lokal asli Indonesia yang merupakan kekayaan dan kekuatan bangsa ini dan tidak dimiliki bangsa bangsa lain. Semoga kita menjadi bangsa yang berkarakter, berwibawa, gemah-ripah loh-jinawi toto-tentrem karto-raharjo seperti diucapkan dalang dalam cerita pewayangan, Amin