JAKARTA – Sebanyak 47 kepala daerah belum hadir di acara retret yang digelar di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah yang dijadwalkan berlangsung pada 21-28 Februari 2025. Selain itu, terdapat 6 kepala daerah yang absen karena alasan kesehatan dan keperluan keluarga. Adapun 47 kepala belum hadir di acara retret belum memberikan konfirmasi atau klarifikasi terkait ketidakhadirannya. Sehingga total kepala daerah yang telah hadir dalam acara retret kepala daerah di Akmil Magelang adalah 448 orang.
Bima Arya, memberikan imbauan terkait absennya sejumlah kepala daerah saat konferensi pers di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (21/2/2025).
Bima Arya mengimbau kepada sejumlah kepala daerah yang berhalangan hadir untuk mengirim wakil kepala daerahnya dalam retreat tersebut. Jika wakil kepala daerahnya masih berhalangan, ia meminta agar kepala daerah mengutus sekretaris daerah untuk menggantikan.
“Kalau kepala daerah dan wakil tidak hadir karena apa yang disampaikan di sini harus sampai ke daerahnya, maka diminta untuk mengirimkan sekretaris daerahnya. Kalau kepala daerah dan wakil tidak bisa hadir juga, sekda ditunggu kedatangannya di sini,” imbuh dia.
Namun, syaratnya, kepala daerah yang mengutus sekda harus tetap ikut retreat untuk gelombang berikutnya yang masih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024.
“Ya, menunggu keputusan MK,” imbuh dia.
Instruksi Megawati
Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri mengeluarkan instruksi yang meminta para kadernya yang menjadi kepala daerah untuk menunda kehadiran di retret.
Instruksi tersebut dikeluarkan setelah Sekjen PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto ditahan oleh KPK.
Sejumlah kepala daerah kader PDIP yang hendak mengikuti retret di Akmil Magelang bertahan di Yogyakarta sembari menunggu arahan selanjutnya dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Kepala daerah yang menunggu instruksi dari DPP PDIP tesebut memilih bertahan di Kantor DPD PDIP DIY.
“Kami diminta untuk stay, yang sudah di Jogja ya stay di DPD, yang di Magelang bisa di DPD Magelang. Kalau ada instruksi setiap saat kami bisa bergerak bersama,” jelas Wali Kota Yogyakarta Hasto Wardoyo.
Hasto juga membenarkan adanya surat edaran yang dikeluarkan oleh DPP ditujukan kepada para kepala daerah yang merupakan kader PDIP. Sehingga, sampai saat ini rencana untuk mengikuti retret di Magelang pun tertunda karena masih belum mendapat kepastian dari DPP PDIP.
“Teman-teman kepala daerah yang dari PDIP hari ini kan sudah banyak yang sampai di Yogyakarta, sehingga tentu mereka kemudian menghentikan langkahnya, dan stay dulu di Yogyakarta,” ungkapnya.
Hasto mengatakan bahwa beberapa kepala daerah yang sudah sampai di Yogyakarta masih bertahan di DPD dan ada juga yang telah menginap di hotel.
“Saya di sini menemui teman-teman, ada yang dari Maluku Utara, dari Babel yang sudah stay di sini, ada juga yang sudah ada di hotel seperti Pak Gubernur Bali. Saya sebagai tuan rumah di Jogja ya nyambangi, yang di sini ada empat, yang di hotel baru mau saya cek,” ungkapnya.
Hasto menegaskan ia dan kepala daerah kader PDIP saat ini masih menunggu instruksi lebih lanjut dari DPP PDIP.
“Kami stay di Yogyakarta sambil nunggu berita lebih lanjut dari DPP, tentu sekarang banyak berdiskusi,” jelas dia.
Hasil Pemilihan Rakyat
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya Presiden ketujuh RI, Joko Widodo (Jokowi), mengingatkan kepala daerah dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mestinya tidak menunda untuk mengikuti kegiatan retreat.
Diketahui, kegiatan retreat akan digelar di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah (Jateng), pada Jumat (21/2/2025) hingga sepekan ke depan.
“Ya mestinya hadir, datang,” kata Jokowi, saat ditemui di Kota Solo, Jawa Tengah (Jateng), Jumat (21/2/2025).
Jokowi beranggapan terpilihnya kepala daerah itu merupakan hasil pemilihan rakyat. Sehingga, tidak mementingkan kepentingan partai.
“Karena mereka dipilih oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat, bangsa, dan negara bukan untuk yang lain,” jelasnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, setelah dilantik oleh Presiden Prabowo Subianto, kepala daerah harus patuh dengan perintahnya.
“Ini kan urusan ke pemerintahan ya. Yang diundang kepala daerah, yang mengundang presiden,” jelasnya.
Seperti diketahui, penundaan keberangkatan kepala daerah itu berdasarkan instruksi Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri melalui surat nomor 7295/IN/DPP/II/2025 yang terbit pada Kamis (20/2/2025) malam sebagai respons atas penahanan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto oleh KPK.
“Diinstruksikan kepada seluruh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah PDI Perjuangan untuk menunda perjalanan yang akan mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21-28 Februari 2025,” ujar Megawati, dikutip dari Jumat.
Dalam surat tersebut, Megawati juga menginstruksikan bagi kepala daerah dari PDI-P yang sudah telanjur berangkat untuk berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut.
Korupsi Petinggi Partai
Kasus korupsi oleh petinggi partai pernah terjadi di beberapa partai lain sebelum kasus Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang habis-habisan dibela Ketua Umumnya Megawati Soekarnoputri.
Setya Novanto menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2016-2017. Pada tanggal 17 Juli 2017, dan ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. Partai Golkar saat itu menyerahkan kasus Setya Novanto pada proses hukum dan menerima putusan pengadilan.
Setelah itu kasus dua Sekjen Partai Nasdem. Pertama, Sekjen Partai Nasdem Rio Patrice Capella tercatat terlibat dalam kasus suap dari Gubernur nonaktif Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti.
Kedua, Sekjen Partai Nasdem yang menjabat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate sebagai yang terlibat kasus korupsi base transceiver station (BTS) 4G BAKTI Kemenkominfo.
Kasus tiga pejabat tinggi Partai Golkar dan Partai Nasdem di atas menunjukkan kewibawaan partai dengan mengevaluasi diri dan tunduk pada hukum.
Sebaliknya pada PDIP, sikap yang ditunjukkan bukan hanya melawan hukum dan mengkhianati suara rakyat pemilih demi membela Sekjen PDIP yang ditangkap karena terlibat kasus korupsi.
Instruksi Megawati yang diikuti oleh kepala daerah.dari PDIP juga menunjukkan bahwa partai ini tega mengkhianati suara rakyat yang telah memilih!para kepala daerah, yang seharusnya setia terhadap.rakyat pemilihnya demi membela seoramg koruptor Hasto Kristiyanto.
Dalam kasus-kasus seperti ini, rakyat semakin cerdas bisa menilai mana partai rakyat dan yang mana partai yang selalu mengatas namakan rakyat. Sekali.lagi, akan dibuktikan bahwa tidak seorangpun kebal hukum di negara ini. (Web Warouw)
Akar persoalan kpk dlm menangani kasus arun masiku tdk kolelasi hasto dri alat bukti yg lama tdk falit jdi falit kpk kesan lebih motif politik ketimbang hukum.