JAKARTA- PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) dibawah kepemimpinan direksi baru diharap akan mampu menghadapi tantangan globalisasi dimasa depan secara cermat dan tepat. Karena dinamika bisnis komunikasi global dimasa depan harus bisa memberikan keuntungan bagi perusahaan dan negara. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia, Kristiono kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (5/6).
“Saat ini Telkom dijalankan oleh kader-kader terbaiknya yang mengerti bagaimana menjalankan bisnis komunikasi ditengah dinamika global yang berubah cepat dan intens,” ujarnya.
Mantan Direktur Utama PT Telkom ini menjelaskan bahwa turbulensi dalam dinamika bisnis service provider global akan mendatangkan penetrasi dan ancaman yang luar biasa besarnya yang harus dihadapi oleh PT Telkom dengan back-up penuh dari pemerintah Republik Indonesia.
“Untuk itu telkom membutuhkan manuver dalam meningkatkan SDM nya agar bisa menghadapi ancaman menjadi peluang besar dalam bisnis telekomunikasi dimasa depan,” katanya.
Penyatuan Regulasi
Menurutnya, pemerintah juga harus menyiapkan regulasi yang lebih berpihak kepada kepentingan dalam negeri, sehingga PT Telkom lebih mudah melakukan inovasi bisnisnya.
Saat ini menurut Kristiono, PT Telkom masih menghadapi hambatan karena masih terbelahnya kepentingan dibawah payung Undang-undang Telekomunikasi, Undang-undang Penyiaran dan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Selama regulasi belum disatukan akan menjadi kendala bagi Telkom untuk bisa menghadapi ancaman penetrasi global di masa depan. Pemerintah dan DPR musti jelas keberpihakannya, ‘memproteksi’ kepentingan dalam negeri,” ujarnya.
Intervensi pemerintah dalam menata ulang semua regulasi yang berkaitan dengan bisnis telekomunikasi ini akan memberikan kekuatan bagi PT Telkom untuk mengatur manuver bisnisnya ditengah penetrasi global yang masuk ke Indonesia.
“Kalau tidak dilakukan cepat maka semua peluang akan hilang. Kekuatan global akan lebih dominan dalam mengatur telekomunikasi kita. Ini bukan untuk melarang keberadaan bisnis asing, tapi harus dipikirkan kepentingan nasional. Pemerintah pun juga harus memikirkan,” kata Kristiono.
Pangsa Pasar
Menurutnya, tidak bisa dimungkiri, pangsa pasar di Tanah Air masih terbuka lebar. Hal ini didukung dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan proporsi penduduk muda berusia 10-24 tahun yang menjadi adaptor teknologi lebih dari 20%.
Indonesia sebagai populasi terbesar ke-4 di dunia dan sekaligus pengguna informasi dan teknologi komunikasi (ICT) terbesar di dunia seperti Facebook dan Twitter, menjadikannya sebagai pangsa pasar yang potensial bagi bisnis asing. Kristiono berharap, operator telekomunikasi melihat bisnis asing tidak hanya dari sisi bisnisnya saja melainkan lebih ke arah kepentingan nasional.
Kristiono berpandangan bahwa seharusnya pemain asing seperti Facebook harus berkontribusi membangun infrastruktur nasional.
”Kerja sama tidak hanya kepentingan bisnis saja. Mereka harus bangun infrastruktur nasional. Kalau nggak, semua bisa belanja keluar dari Indonesia. Kita semua harus bangun industri kita lebih kuat. Kalau nggak kayak gitu, kita hanya jadi pasar saja,” tegasnya. (Enrico N. Abdielli)