MANADO- Aksi terorisme yakni teror bom di depan tiga gereja di Surabaya mengundang tanggapan dari sejumlah pihak. Benny Ramdhani, Ketua Bidang Organisasi DPP Hanura misalnya. Kepada Tribun Manado dia mengatakan bahwa Terorisme ini adalah kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime.
“Kejahatan kemanusiaan yang tidak diperkenankan dari sudut pandang apapun dan karena alasan apapun,” ujar Mantan Ketua PW Gerakan Pemuda Ansor Sulut Dua Periode ini, Minggu (13/5) malam.
Kepada Bergelora.com dilaporkan Benny Ramdhani yang dipanggil dengan sebutan Brani mengatakan, tidak ada satu agama apapun yang menganjurkan atau menghalalkan segala bentuk kekerasan atas nama apapun.
Apalagi kekerasan yang harus melukai mencederai bahkan membunuh.
“Peristriwa Surabaya harus dijadikan alarm, peringatan, tanda awas semua pihak bahwa teroris benar-benar nyata, benar ada, dan tidak jauh dari kita. Bahkan bisa saja dia ada di tengah-tengah lingkungan kita hidup. Jadi tidak ada alasan untuk kita lengah. Termasuk di Sulut. Itu hanya tinggal menunggu momentum dan waktu kapan kejahatan itu mereka lakukan,” ujar Brani.
Brani mengatakan kita tidak boleh menjadi bangsa yang selama ini cenderung diam.
Menyerahkan penanganannya kepada negara. Dan kita tidak melakukan apapun.
Hanya mengecam mengutuk dan berdoa.
“Kita harus mengambil tindakan nyata. Karena jika kita membiarkan maka akan lebih banyak jatuh korban. Atau tinggal menunggu NKRI ini bubar dan negara ini jatuh ke tangan mereka. Itu kalau kita hanya menjadi masyarakat permisif,” ujar dia.
Brani mengatakan bahwa tindakan nyata yang harus dilakukan yakni mendesak DPR untuk segera duduk dan membahas revis Undang-undang Terorisme.
“Sekarang jelas-jelas ada revisi Undang-undang terorisme yang tidak jalan, macet, mandek pembahasannya di DPR. Harus ada gerakan nasional memaksa DPR segera duduk dan memutuskan Revisi UU terorisme. Dan kalau perlu,terorisme yang tidak bisa ditolerir lagi maka hukuman mati dimasukkan dalam revisi itu,” ujar Brani.
Menurut Brani, tahanan badan, dibentuknya BNPT tidak mematikan sel-sel terorisme di Indonesia.
“Jadi bukannya membuat insaf pelaku teroris yang ditangkap.
Justru semakin menumbuhkan sel2 terorisme. Dan sudah ada bukti hari ini. Maka penting ada gerakkan nasional memaksa DPR untuk membahas Revisi UU dan memasukkan pasal hukuman mati bagi pelaku terorisme. Saya harap itu dibuat mulai dari Sulawesi Utara,” ujar Brani.
Brani kemudian menyampaikan bahwa dirinya mengecam DPR. Sepanjang tidak mau melanjutkan revisi Undang-undang Terorisme. Hanya berlama-lama. “Maka suara-suara yang keluar dari parlemen mengutuk dan mengecam. Itu menjadi pernyataan yang sifatnya omong kosong,” ujar dia.
Brani juga mengatakan bahwa patut diduga kuat bahwa apa yang terjadi di Surabaya adalah upaya untuk merongrong mengganggu pemerintahan yang sah.
“Maka negara harus tegas mengusut tuntas dan cepat menangkap pelaku termasuk orang di belakangnya. Pemerintah harus berani membubarkan ormas maupun partai politik yang diduga kuat memberi dukungan terhadap aksi-aksi terorisme,” ujar Brani. (Shinta Pakasi)