JAKARTA- Niat anggota DPR dari Partai Gerindra untuk membentuk Pansus (Panitia Khusus) tentang Makar dinilai melebih kewenangan legislatif dan merupakan intervensi pada kewenangan yudikatif. DPR diminta tidak intervensi urusan makar yang dilakukan beberapa orang dan sedang diproses hukum oleh Polri.
“Ini intervensi terhadap penegakan hukum. DPR seharusnya tahu tugas legislatif, tahu proses yudikatif. Karena aturan dari mereka juga yang bikin. Pengalaman yang lalu yang namanya pansus juga tidak ada hasilnya juga,” demikian Dr. Yenti Garnasih, SH, MH, dosen hukum pidana bidang ekonomi dan tindak pidana khusus Fakultas Hukum Trisakti di Jakarta, Kamis (12/1).
Sebelumnya, Rachmawati dan beberapa orang yang diduga melakukan makar mendatangi Faksi Gerindra di DPR meminta agar DPR melakukan Pansus Makar. Rachmawati dan rombongan diterima oleh Fadli Zon dan Wenny Warouw dari Gerindra di DPR, Rabu (11/1)
“Kami mendukung untuk membentuk Pansus Makar. Sudah seharusnya Polri menghentikan proses pemeriksaan karena tidak ada bukti-bukti makar seperti yang diduga,” ujar Fadli Zon kepada pers
Kepada Bergelora.com dilaporkan sementara itu, Rachmawati Soekarnoputri memastikan dirinya dan beberapa orang yang tidak melakukan makar seperti yang diduga oleh pihak Polri.“Saya sampaikan pada pimpinan DPR bahwa itu tidak betul sama sekali. Dari awal kita tidak pernah diperlihatkan unsur-unsur yang memenuhi dugaan makar tersebut. Dalam surat penangkapan yang saya terima memang ditulis atas dasar kejadian tanggal 1. Sedangkan pada tanggal 1 saya hanya juma pers di (Hotel) Sari Pan Pasific,” jelasnya.
Konferensi pers tersebut menurutnya dalam rangka aksi damai ke gedung DPR untuk menyampaikan aspirasi ke pimpinan MPR. Rencana aksi itu juga menurutnya sudah disampaikan ke Polda Metro pada 29 November.
“Dalam jumpa MPR kami menyampaikan tuntutan bela Islam dan solidaritas kepada kawan-kawan GNPF-MUI untuk mengawal proses hukum Ahok dan bela negara untuk kembali ke UUD’ 45,” jelasnya.
Ia mengatakan kelompoknya ke MPR sesuai dengan pasal 37 UUD bahwa yang punya kompetensi membahas UUD 45 adalah MPR.
“Kamia tidak bisa dituduh menggulingkan pemerintahan. Kalau kekuasaan ada di tangan presiden itu arahnya bukan ke MPR tapi ke istana. Polri mengatakan bahwa kami menunggangi GNPF-MUI. Itu tidak betul,” tegasnya.
Rachmawati juga membantah tuduhan ada yang membiayai aksi-aksi yang berlangsung saat itu.
“Itu uang saya pribadi bertahun tahun. Saya punya pekerjaa. Saya memimpin kampus Universitas Bung Karno. Lalu ada fitnah ada sponsor. Itu fitnah. Lebih kejam dari pembunuhan,” tegasnya.
Sebelumnya Polri menjelaskan ada aliran dana ratusan juta dari Rachmawati ke Alvin Indra. (Web Warouw)