JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto diharap dapat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum terselesaikan pada masa pemerintahan Presiden Jokowi. Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Nicky Fahrizal mengatakan, komitmen itu dianggap perlu apabila Prabowo merasa pemerintahannya adalah keberlanjutan dari Presiden Joko Widodo.
“Apabila pemerintahan baru ini merupakan refleksi keberlanjutan dari pemerintahan sebelumnya, maka penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia adalah komitmen yang sewajarnya diteruskan kembali,” ujar Nicky dalam diskusi bertajuk “Merespons Kabinet Prabowo-Gibran: Implikasi, Risiko, dan Masukan” di Jakarta, Jumat (25/10/2024).
CSIS mencatat ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang telah diakui oleh Presiden Jokowi. Sejumlah langkah juga pernah diambil Jokowi pada masa pemerintahannya, di antaranya memberikan bantuan sosial kepada keluarga korban pelanggaran HAM.
“Namun sebagian besar kasus tersebut masih belum mencapai penyelesaian yudisial yang memadai,” kata Nicky.
Atas dasar itu, Prabowo perlu mengambil langkah yang lebih strategis dengan mengoptimalkan peran Kejaksaan Agung untuk menuntaskan 12 pelanggaran HAM berat tersebut. Selain itu, Prabowo juga diharap dapat memberikan arahan yang jelas kepada jajaran kabinetnya agar menyusun kebijakan strategis dalam penyelesaian kasus HAM berat.
“Presiden perlu mengarahkan secara baik melalui para Menko-nya. Dalam hal ini ada Menko Hukum dan HAM, Menko Politik dan Keamanan, terhadap Menteri HAM dan Jaksa Agung dalam strategi penyelesaian kasus HAM berat,” kata Nicky.
Nicky menambahkan, Kementerian HAM yang dibentuk Prabowo juga harus menyinkronkan kebijakannya, dengan kerja-kerja yang telah dilakukan Komnas HAM.
“Sehingga bisa berjalan, sehingga menimbulkan kebijakan yang tepat sasaran seperti itu,” pungkasnya.

12 Kasus Pelanggaran HAM Berat Belum Diselesaikan Pemerintah
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan, pihaknya sudah menyerahkan berkas mengenai 12 kasus pelanggaran HAM berat kepada pemerintah.
Taufan mengatakan, 12 bekas kasus tersebut merupakan pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu.
Presiden Jokowi dan Menko Polhukam Mahfud MD, kata Taufan, sebelumnya menyatakan berkomitmen menyelesaikan kasus tersebut.
Namun, hingga saat ini belum ada satu kasus pelanggaran HAM berat yang diselesaikan pemerintah.
“Ada 12 kasus berkas yang disampaikan oleh Komnas HAM. Sampai hari ini dari 12 kasus itu belum satu pun ada penyelesaian,” kata Taufan dalam konferensi pers “Tantangan Pemajuan dan Penegakan HAM” secara virtual, Rabu (21/10/2020).
Taufan mengingat pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang ingin menghidupkan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk mengungkapkan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Namun, wacana dari dihidupkannya KKR tidak lagi terdengar dari pemerintah. “Sampai hari ini kita belum melihat langkah-langkah yang kongkrit, karena itu kami katakan ini bagian dari stagnasi,” ujar Taufan.
Berikut 12 kasus pelanggaran HAM berat yang diserahkan Komnas kepada pemerintah :
- Peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II 1998 di DKI Jakarta
- Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 terjadi di lintas provinsi
- Peristiwa Wasior 2001-2001 dan Wamena 2003 di Papua-Papua Barat
- Peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997/1998 terjadi di lintas provinsi
- Peristiwa Talangsari 1989 di Lampung
- Peristiwa 1965-1966 terjadi di lintas provinsi
- Peristiwa penembakan misterius 1982-1985 terjadi di lintas provinsi
- Peristiwa Simpang KKA di Aceh
- Peristiwa Jambu Keupok di Aceh
- Peristiwa pembunuhan dukun santet 1998 di Jawa Barat/Jawa Timur
- Peristiwa Rumoh Geudong 1989 di Aceh
- Peristiwa Paniai 2014 di Papua. (Calvin G. Eben-Haezer)