JAKARTA – Pegiat media sosial dan pengamat politik, Denny Siregar, mengatakan, Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditugaskan membongkar dan membersihkan kebusukan yang ada di internal.
“Pemberantasan korupsi tidak jalan selama ini, karena kepentingan internal dari kelompok Novel Baswedan, sudah cukup parah, sehingga harus dibersihkan,” kata Denny Siregar, Sabtu, 5 Juni 2021.
Presiden Joko Widodo, sedianya berharap banyak dengan Agus Raharadjo, Ketua KPK periode 2014 – 2019. Tapi Agus Rahardjo, kendati sangat ahli di bidang administrasi pemerintahan, tapi menjadi tidak berdaya, karena kepentingan kelompok Novel Baswedan sudah terlalu kuat, sulit dibersihkan.
Langkah pembersihan, diawali dengan melibatkan Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Analisa dan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI), mendukung tugas Panitia Seleksi, untuk meneliti rekam jejak para pihak yang melamar tahun 2019.
Komisi III DPR-RI, kemudian memilih 5 anggota KPK-RI periode 2019 – 2023, dimana sekarang dikomandani Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri, bersama Nawawi Pomolango (hakim di Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali), Lili Pintauli Siregar (Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban), Nurul Ghufron (Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember), Alexander Marwata (Komisioner KPK petahana sekaligus mantan Hakim Tindak Pidana Korupsi).
DPR RI dan Pemerintah, kemudian menyetujui perubahan undang-undang, tentang KPK. Maka terbit Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tentang: KPK, dimana digariskan karyawan dan penyidik beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Setelah dua tahun melakukan konsolidasi dan pemetaan terhadap titik-titik kebusukan di dalam internal KPK, maka 5 orang komisioner meminta bantuan Badan Kepegawaian Negara Republik Indonesia, BIN, BNPT, BAIS TNI, Dinas Intelijen dan Dinas Psikologi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, melakukan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
TWK digelar pada 18 Maret – April 2021, dan hasilnya diserahkan kepada Pimpinan KPK pada Selasa, 27 April 2021. Hasilnya sebanyak 75 orang dari 1.351 orang karyawan dan penyidik, dinyatakan tidak lulus.
Dari 75 orang tidak lulus TWK, sebanyak 24 orang diwajibkan mengikuti pendidikan bela negara, sedangkan 51 orang lainnya (ada Novel Baswedan dan Yudi Purnomo), memang tidak bisa masuk dalam alih status menjadi ASN, sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, tentang: Aparatur Sipil Negara.
Dikatakan Denny Siregar, kekecewaan Presiden Joko Widodo terhadap KPK, karena telah menyedot dana besar. Tiap tahun dianggarkan lebih dari Rp1 triliun, tapi hasilnya sangat minim.
Korupsi tetap saja meraja-lela. Yang ditangkap cuma korupsi kelas teri, melalui proses Operasi Tangkap Tangan (OTT) direkayasa, tapi sinetronnya berseri-seri. Ada yang salah dengan KPK selama ini.
Diungkapkan Denny Siregar, KPK itu singkatannya Komisi Pemberantasan Korupsi. Yang dimaksud “pemberantasan” itu ada dua, yaitu pencegahan dan penangkapan.
Tapi yang selama ini dilakukan hanya penangkapan saja. Kenapa? Karena penangkapan itu seksi, diliput berita dan dijadikan panggung oleh orang-orang KPK yang sedang cari nama.
“Ada juga yang cari makan di sana atas nama penangkapan. Mereka memeras orang dan perusahaan yang terduga korupsi. Baru terduga saja, belum terbukti, tapi sudah keluar duit miliaran rupiah. Siapa yang tidak takut dengan KPK? Mereka dulu dianggap malaikat. Siapapun yang dituding KPK, otomatis orang itu jadi tersangka.”
Awalnya, Presiden Joko Widodo, berharap, Agus Rahardjo yang bukan berlatar-belakang hukum, bisa melakukan pencegahan korupsi.
Agus Rahardjo adalah pendiri Lembaga Kebijakan dan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Agus Rajardjo berhasil mereformasi pelayanan publik dengan system e-catalogue. Sistem yang dibangun Agus Rahardjo ini dapat pujian dari Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, waktu masih jadi Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, 2014 – 2017.
Dengan sistem itu, tidak ada lagi pembelian barang di pemerintahan yang bersifat individu. Semua by sistem sehingga gampang dikontrol dan meminimalisasi korupsi pengadaan barang dan jasa.
Jadi itu maksud Presiden Indonesia, Joko Widodo, mengkondisikan Agus Rahardjo jadi Ketua KPK. Supaya mereformasi sistem KPK seperti yang dilakukannya di pemerintahan. Joko Widodo ingin KPK fokus pada “pencegahan” korupsi, bukan hanya penangkapan.
“Tapi, ya itu, orang-orang lama di KPK tidak mau kehilangan zona nyaman mereka. Mereka tetap sibuk menangkap teri, karena ada pendapatan di sana. Kalau ada sistem, kan gak bisa “cari makan lagi”. Orang-orang itu ada di Wadah Pegawai KPK. Siapapun Ketua KPK, harus tunduk pada serikat pekerja di sana. Karyawan yang atur bossnya. Ngeri, kan?”
Itulah kenapa ada revisi undang-undang KPK. Itulah kenapa ada TWK. Supaya bisa memberantas korupsi, internal KPK harus bersih dulu dari pelaku koruptor.
“Bagaimana bisa korupsi diberantas, kalau penegak hukumnya korupsi. Sudah terlalu lama KPK dijadikan sarang pemerasan, sarang politik, sarang ideologi dan sebagainya,” kata Denny Siregar.
Itulah gunanya Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri. Firli Bahuri jadi buldozer terdepan untuk membersihkan KPK yang sudah terlalu lama kotor selama ini. Membersihkan tikus harus dengan tangan besi. Hanya Polisi yang bisa melawan mantan polisi.
Dukungan Presiden Joko Widodo terhadap Firli Bahuri, bisa dilihat dari dinaikkan pangkat dari Inspektur jenderal polisi (bintang dua) menjadi komisaris jenderal polisi (bintang tiga).
Jadi, Firli Bahuri adalah anggota Polri aktif, sehingga punya kapasitas untuk berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya, yaitu Polisi Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Ini pertama kali dalam sejarah, komisioner KPK dipilih dari anggota Polri yang aktif, sebagai bentuk dukungan penuh Presiden Joko Widodo, terhadap tugas berat Firli Bahuri membersihkan dan membuang tikus-tikus busuk di dalam KPK, yaitu komplotan Novel Baswedan.
Denny Siregar, mengatakan, “KPK ke depan, diharapkan bisa membangun sistem pencegahan korupsi. Sehingga orang mau korupsi tidak bisa, karena sistem menghalangi mereka. Bukan cuma ditangkapi saja. Yang ditangkap 1 orang, yang masih bisa korupsi 1000 orang, sama saja bohong.”
“Jadi mengerti saya. Keren juga cara Joko Widodo. Pantas saja Joko Widodo bisa menjadi Presiden Indonesia dua periode, 20 Oktober 2014 – 20 Oktober 2024. Cara Presiden Joko Widodo, membuang tikus-tikus busuk, yakni komplotan Novel Baswedan di dalam KPK, aduhai sekali. Semua bidak ditaruh di tempatnya, dan pada saat yang tepat, skat mat! Selesai semua,” kata Denny Siregar.
“Itulah yang Joko Widodo sebut, ingin memperkuat KPK. KPK bukan diperlemah, justru hendak dikembalikan ke jalur yang sebenarnya,” kata Denny Siregar. (Aju)