JAKARTA– Analis pertahanan Universitas Jenderal Ahmad Yani Bandung, Dr Connie Rahakundini Bakrie (56 tahun), meminta Kementerian Pertahanan dan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, bersikap jujur kepada masyarakat.
Hal itu disampaikan Connie, Jumat, 4 Juni 2021, menanggapi bantahan Prabowo Subianto dan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, tentang keberadaan PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) dalam pusaran rencana pembelian Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) Rp1.760 triliun pada 2020 – 2024.
Connie merasa mesti meluruskan pernyataan resmi Kementerian Pertahanan Republik Indonesia yang mengatakan, pengamat bisa saja salah dalam menyampaikan informasi, tapi tidak boleh berbohong.
“Ini menyangkut reputasi saya sebagai ilmuwan dan pengamat. Kalau dibantah, kenapa ada jenderal bintang tiga dipecat? Kenapa website PT TMI sekarang dihapus. Ada nama Harsusanto dan Mayor Jenderal Purnawiaran Glenny Kairupan, kerabat Prabowo di dalam PT TMI,” kata Connie Rahakundini.
Menurut Connie, data yang dibuka, sekarang terbukti, dan sempat menjadi pembicaraan di kalangan komisi teknis di Dewan Perwakilan Rayat Republik Indonesia (DPR-RI).
Malah Kementerian Pertahanan sendiri mengaku secara tidak langsung merasa kecolongan, karena data yang masuk kategori rahasia itu bisa bocor ke public, sehingga sekarang dalam proses pengusutan.
Sebelum mengeluarkan pernyataan, Connie telah berdiskusi dengan sejumlah anggota Komisi I DPR-RI dan mantan Kepala Badan Analisa Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS TNI) Laksamana Muda Purnawirawan Sulaiman B Pontoh, dan petinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut.
Diskusi awalnya, menyangkut langkah mesti dilakukan Pemerintah Republik Indonesia, agar musibah Kapal Republik Indonesia (KRI) 402 Nanggala, tenggelam di Laut Bali, saat melakukan latihan, Rabu, 21 April 2021, tidak terulang kembali.
Dari Komisi I DPR-RI, tapi tidak disebutkan namanya, menunjukkan dokumen rencana pembelian Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) senilai Rp1.760 triliun (2020 – 2024) dari sumberdana Kredit Ekspor (KE) Qatar yang harus dilunasi pembayarannya pada 2045.
Atas dasar itu, Connie mencari celah supaya bisa bertemu Prabowo Subianto, untuk mendapat masukan lebih rinci, karena menyangkut kebutuhan minimum alat pertahanan yang harus dipenuhi, sehingga sangat visioner.
Pada Senin, 11 Mei 2021, Connie bertemu salah satu pejabat di Kementerian Pertahanan, untuk dijadwalkan bertemu langsung Prawobo Subianto.
Dalam perjalanan kemudian, Connie ditelepon salah satu jenderal bintang tiga, mengaku pimpinan PT TMI di Jakarta, untuk bertemu. Pertemuan untuk mengatur rencana teknis diskusi dengan Prabowo Subianto.
Ketika masuk ke dalam Kantor PT TMI, Jakarta, Connie melihat profil perusahaan yang baru dibentuk Prabowo Subianto, kurang meyakinkankan untuk membelanjakan Alpalhankam Rp1.760 triilun yang harus dihabiskan periode 2020 – 2024.
Connie kemudian, ditanya jenderal bintang tiga tadi, kenapa memfoto sejumlah nama-nama yang tercantum di dalam struktur manajemen PT TMI.
Connie menjawab, untuk dokumen saja. Karena bagi Connie, untuk membelanjakan anggaran Rp1.760 triliun yang harus habis selama 4 tahun, dalam banyak hal harus dikritisi agar kemudian hari dilakukan perbaikan.
“Kemudian, saya mendapat pesan WhatsApp dari jenderal bintang tiga tadi, bahwa jangan beritahu siapa-siapa pernah bertemu di PT TMI, di Jakarta. Karena jenderal bintang tiga tadi mengaku sudah diberhentikan, karena menerima Connie di Kantor TMI, Jakarta,” ujar Connie.
“Rencana pertemuan dengan Prabowo Subianto yang pernah dijanjikan jenderal bintang tiga tadi, sampai sekarang belum terealisasi,” kata Connie Rahakundini Bakrie.
Connie mengatakan, ketersediaan anggaran Rp1.760 triliun, ternyata patut diduga belum sinkron dengan Bagian Perencanaan tiga matra (darat, laut dan utara) Tentara Nasional Indonesia.
Tiga matra, hanya mendengar informasi sudah ada anggaran Rp1.760 triliun dari sumber KE Pemerintah Qatar, tapi belum ada informasi jenis persenjataan apa-apa saja yang harus dibeli.
Setelah dikemukakan Connie Rahakundini Bakrie di publik, Kementerian Pertahanan Republik Indonesia mengumpulkan bagian perencaaan dari tiga matra di sebuah hotel di Kota Bogor.
“Lucunya, mereka yang ikut pertemuan telepon saya. Mereka mengaku bingung mau beli Alpalhankam jenis apa, karena sebelumnya tidak pernah diajak berbicara,” kata Connie.
Connie Rahakundini Bakrie, menyarankan Prabwowo Subianto, supaya melakukan sebuah perencanaan yang komplit didasarkan Road Map Pertahanan, dengan melibatkan semua matra di dalam rencana pembelian Alpalhankam.
Kalau beli kapal selam, bagaimana dengan keberadaan PT PAL Surabaya dalam perawatan lebih lanjut. Rencana pembelian jet tempur, bagaimana sikronisasi masalah perawatan dengan PT Dirgantara Indonesia. Kalau mau beli berbagai senjata serbu dan peluru kendali, bagaimana sinkronisasi dengan PT Pindad.
“Karena anggaran berkaitan dengan rencana pengadaan fasilitas pendukung di PT Pindad, PT PAL dan PT Dirgantara Indonesia, tidak dicantumkan mata anggarannya dalam dokumen menilai Rp1.760 triliun itu,” kata Connie Rahakundini.
Connie Rakahundini Bakri mengatakan, rencana belanja Alpalham idealnya menghidupkan industri pertahanan di dalam negeri.
Kalau dianggarkan Rp1.760 triliun, menurut Connie, lebih konkret kalau Pemerintah Indonesia membeli saham perusahaan jet tempur dan kapal selam di negara maju teknologinya untuk selanjutnya bekerjasama di dalam pengembangan industri serupa di dalam negeri. Biaya menjadi lebih murah bagi kebutuhan di dalam negeri.
“Kalau harus habis Rp1.760 triliun selama 4 tahun, 2020 – 2024, tanpa perencanaan terintegratif dengan tiga matra di Tentara Nasional Indonesia, berpotensi mubazir,” ujar Connie Rakakundini Bakrie.
Connie Rahakundi Bakrie, sangat paham akan rahasia negara dalam proses pengadaan Alutsista. Tapi realisasinya mesti terintegratif dengan konsisten mengacu kepada Road Map Pertahanan Republik Indonesia. (Aju)