SIGI- Para pengrajin batu bata merah di Desa Kabobona membutuhkan perhatian pemerintah dalam usaha mengembangkan dan peningkatan perekonomiannya. Sebab usaha batu bata merah tersebut merupakan sandaran utama ekonomi warga yang sudah dikerjakan secara turun temurun. Demikian disampaikan Anggota Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Muh. Masykur, Sabtu, (21/1) saat blusukan ke sentral produksi batu bata merah di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi.
Menurut warga yang ditemui di lokasi, Muhamad Masykur yang akrab disapa Theo menjelaskan bahwa faktor utama yang mendorong warga dalam usaha rumah tangga sebagai pengrajin batu bata merah ini, karena kadar liat tanahnya yang cukup tinggi menyerupai lilin, sehingga kurang menjanjikan jika dijadikan usaha pertanian sebagai sandaran utama.
Lebih lanjut, Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Provinsi Sulawesi Tengah itu meminta kepada Pemerintah setempat agar dapat memberi jaminan kelangsungan usaha kepada para pengrajin batu bata merah, dengan cara memfasilitasi peralatan kerja seperti pompa air dan peralatan lainnya yang berbasis teknologi.
“Pemerintah harus hadir ditengah-tengah warga, melihat dan mendengar kesulitan dan keluhan yang dihadapi warganya,” katanya.
Sementara itu, salah seorang pengrajin batu bata merah, Anjas berharap agar pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui surat edaran Bupati Kabupaten Sigi untuk memerintahkan kepada pihak kontraktor pembangunan membeli batu bata merah di wilayah Kabupaten Sigi yang sedang melaksanakan pembangunan dengan harga yang lebih layak sesuai standar.
Menurutnya, standar harga seolah menjadi liar, syukur-syukur jika harga mencapai Rp. 500 per satu batu bata merah, itupun jarang terjadi. Karena kadangkala kalau ada pesanan pembeli yang datang sudah sepakat dengan harga tapi tiba-tiba beralih mengambil barang ditempat lain karena harganya yang lebih murah, bisa turun sampai Rp 400 atau Rp450 kata Anjas yang mengaku setiap bulannya mampu produksi batu bata merah mencapai 15.000 biji.
Lebih lanjut Anjas menuturkan, kondisi seperti itu sering terjadi karena desakan kebutuhan hidup sehingga dijual dengan harga murah. Namanya pembeli kata Anjas sudah pasti mencari barang yang lebih murah sekalipun awalnya sudah sepakat.
“Syukur-syukur kalau ada untung, tapi rata-rata kembali pokok, bahkan selalu tidak kembali modal,” keluhnya.
Setelah mendengar dan melihat langsung, Muhamad Masykur yang didampingi oleh Anggota Komisi II DPRD Kabupaten Sigi, Rudi Asiko, mereka akan mencoba menyampaikan aspirari warga tersebut kepada pihak pemerintah provinsi maupun Kabupaten. (Lia Somba)