Oleh: Muffidha Thalib *
MENURUT pandangan saya (disclaimer) yang mungkin sebagian besar pelaku pasar tidak akan setuju.
Pertama, Trump secara demonstratif memberlakukan tarif pada seluruh dunia, mengadopsi strategi “Aku gila, takutilah aku!” adalah langkah terukur untuk terlihat tak terduga. Sebagaimana dalam bukunya ‘The Art of Deal’ Trump pernah menulis “ketika musuh mengira anda tidak terkendali, mereka akan lebih mudah menyerah”. Prinsip ini tercermin pada kebijakan tarifnya.
Kedua, Mengapa Trump berani mengambil risiko memicu kenaikan harga melalui tarif? Secara pribadi, Trump paham betul bahwa AS memiliki persediaan barang yang cukup, artinya tarif tidak akan langsung memengaruhi inflasi domestik — menyisakan jeda satu hingga dua bulan, walau faktanya volatilitas pasar tak terhindarkan— meski inflasi riil tertunda namun psikologi pasar sudah bergerak lebih cepat.
Dalam wawancaranya, seorang Pejabat Gedung Putih mengatakan “kami tahu bahwa efek tarif tidak akan langsung terasa tapi jeda waktu memberikan kami ruang untuk bernegosiasi tanpa panik”.
Artinya Trump memanfaatkan stok sebagai bergaining. Dibuktikan juga dengan impor produk Apple besar-besaran dari China tepat sebelum kebijakan tarif diumumkan.
Ketiga, Diplomasi tarif berbanding lurus dengan perebutan sekutu dalam pertarungan AS vs China. Kebijakan Trump tidak hanya tentang ekonomi tetapi juga pertarungan geopolitik.
Beberapa negara buru-buru bernegosiasi dengan AS, sementara yang lain mulai mempertanyakan apakah lebih baik berpihak pada Washington atau Beijing.
Uni Eropa menjadi contoh menarik, awalnya Jerman dan Perancis mengecam tarif Trump, di mana Jerman berencana untuk memulangkan emasnya sebanyak 1200 ton dari AS. Namun setelah pembicaraan intensif, EU setuju untuk bernegosiasi dengan menawarkan tarif zero-for-zero untuk barang-barang industri.
Sebelumnya Trump sendiri mengatakan kepada EU, “Perdagangan harus adil dan timbal balik. Kalian (EU) jahat, kalian tidak mau menerima produk mobil dan pertanian dari AS tapi kalian bebas mengekspor jutaan produk mobil ke pasar AS setiap tahunnya.”. Keputusan ini menunjukan bahwa tekanan AS efektif memecah solidaritas tradisional antara EU dengan China (sumber politico.eu)
Keempat, Apakah China adalah target utama? Apakah ini taktik mengisolasi atau provokasi? Trump membekukan tarif semua negara untuk 90 hari ke depan kecuali China, memberi sinyal jelas kepada negara lain bahwa bernegosiasi dengan AS mungkin jalan yang lebih mudah. Narasi yang dibangun oleh Trump adalah untuk menggambarkan bahwa “Beijing Penghambat Perdagangan Bebas”.
Namun taktik Trump justru dihantam balik oleh Beijing dengan mengurangi impor kedelai AS dan mengenakan tarif pada sektor pertanian yang langsung berdampak pada negara bagian pendukung Trump seperti Iowa.
Pertanyaannya: akankah tekanan AS membuat China nyerah? Jawabannya belum jelas. Ekonomi China memang melambat tapi kebijakan stimulus pemerintah dan pasar domestik yang besar membuat Beijing masih punya ruang gerak yang cukup luas.
Kelima, Pasar keuangan berada di antara optimisme juga high risk. Di tengah ketegangan geopolitik, Nasdaq justru sempat berada pada level 12% (malam ini waktu jakarta)— menggeser kenaikan tertinggi kelima sepanjang sejarah yang pada 2023 yang hanya 9,8% dalam satu hari. Namun jangan lupa bahwa hal itu bisa saja hanya “sugar rush” sesaat. Fluktuasi tajam dalam satu hari sering kali dihantam koreksi, terutama jika negosiasi AS-China kembali mentok.
Sebagaimana kita ketahui bersama, jika volatilitas tinggi maka kehati-hatian di pasar sangat penting karena fluktuasi bisa datang dari arah mana saja.
Keenam, Semua akan menanti akhir dari drama dua kekuatan ini. Trump mungkin berhasil memusatkan perhatian dunia pada AS dan China tetapi kesuksesan jangka panjang strateginya masih dipertanyakan. Mengsolasi China tidak semudah yang dibayangkan, mengingat pengaruh Beijing di Afrika, Asia Tenggara, dan Amerika Latin.
Bagi investor, situasi ini adalah ujian kesabaran sebagaimana yang dikatakan oleh Opa Warren Buffet “Ketika orang lain serakah, berhati-hatilah. Ketika orang lain takut, jadilah serakah”.
Di tengah turbulensi tarif dan pasar, prinsip dasar investasi—diversifikasi dan analisis mendalam tetap menjadi tameng terbaik.
Finally, bulan-bulan ke depan akan menjadi penentu; apakah taktik Trump akan dikenang sebagai masterstroke diplomasi ekonomi? atau blunder yang mempercepat pergeseran kekuatan global ke Timur. Mari kita bersiap untuk 90 hari ke depan.
Satu hal yang pasti; dalam tarian geopolitik antara AS dan China, seluruh dunia terpaksa menjadi penonton yang waspada.
Sekian dan mari bersiap untuk segala turbulensi yang kemungkinan terjadi selama 90 hari ke depan.
*Penulis Muffidha Thalib, pelaku pasar