JAKARTA – Presiden RI Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki kekayaan yang sangat besar. Akan tetapi, menurut Prabowo, di Indonesia juga ada begitu banyak maling.
“Kami sudah melihat, kami sudah menghitung kekayaan bangsa Indonesia begitu besar. Masalahnya, maling-malingnya juga banyak,” kata Prabowo, dalam acara May Day di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025).
Prabowo Akan Hapus Outsourcing
Prabowo lantas menegaskan tekad dan komitmennya untuk memberantas korupsi. Bagi Prabowo, ini bukan pekerjaan yang ringan.
“Pemerintah yang saya pimpin bertekad untuk berusaha menghilangkan korupsi dari bumi Indonesia. Saya tahu bahwa ini bukan pekerjaan ringan, ini pekerjaan berat,” ungkap dia.
Meski berat, namun Prabowo tidak akan menyerah untuk membuat Indonesia bebas dari korupsi. Baca juga: Hadiri May Day 2025,
Eks Menteri Pertahanan ini bahkan mengaku siap mati untuk bangsa dan rakyat Indonesia.
“Saya tiap hari diejek, tiap hari diancam, tiap hari macem-macam, tapi saya tidak gentar. Saya sudah katakan, saya rela, saya siap, saya ikhlas mati untuk bangsa dan rakyat saya,” tegas dia.
Buruh Ikut Susun UU Baru
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan juga Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Dunia atau International Trade Union Confederation (ITUC), Shoya Yoshida, mendorong serikat buruh di Indonesia untuk terlibat aktif dalam penyusunan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan yang baru.
Menurut Shoya, serikat buruh harus berkolaborasi dengan pemerintah dan juga pengusaha untuk merumuskan UU Ketenagakerjaan yang baru.
“Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK), sangat penting bagi kita semua kaum buruh di Indonesia untuk bekerja sama dengan pemerintah dan pengusaha dalam menyusun UU Ketenagakerjaan yang baru,” ujar Shoya saat berpidato dalam perayaan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025 di Lapangan Monas, Jakarta, Kamis (1/5/2025).
Shoya menegaskan, Serikat Buruh Dunia akan mendukung penuh perjuangan kawan-kawan buruh di Indonesia. Dia berharap serikat buruh bisa memanfaatkan putusan MK yang mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dari UU Cipta Kerja untuk merumuskan kebijakan yang lebih adil dan inklusif.
“Yang adil, inklusif, dan melindungi hak-hak dasar buruh di Indonesia,” jelas Shoya.
Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah menyusun UU Ketenagakerjaan baru dalam waktu maksimal dua tahun.
Pernyataan ini disampaikan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam pertimbangan putusan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh dan kawan-kawan.
Pembentukan UU Ketenagakerjaan baru diperintahkan lantaran UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diubah menjadi UU Cipta Kerja banyak yang dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 oleh MK.
“Waktu paling lama dua tahun dinilai oleh Mahkamah cukup bagi pembentuk undang-undang untuk membuat undang-undang ketenagakerjaan baru yang substansinya menampung materi UU Nomor 13 Tahun 2003 dan UU Nomor 6 Tahun 2023,” kata Enny dalam sidang MK di Gedung MK, Kamis (31/10/2024).
Enny menyampaikan bahwa UU Ketenagakerjaan yang baru juga harus menampung substansi terhangat sejumlah putusan MK yang berkenaan dengan ketenagakerjaan dengan melibatkan partisipasi aktif serikat pekerja/serikat buruh.
Ia pun menjelaskan bahwa perintah untuk pembentuk undang-undang dilakukan lantaran secara faktual, materi/substansi UU Ketenagakerjaan telah berulang kali dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya ke MK.
Berdasarkan data pengujian UU di MK, sebagian materi/substansi dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 telah 37 kali diuji konstitusionalitasnya.
Berdasarkan jumlah pengujian tersebut, dari 36 yang telah diputus Mahkamah, 12 permohonan dikabulkan, baik kabul seluruhnya maupun kabul sebagian.
“Artinya, sebelum sebagian materi/substansi UU Nomor 13 Tahun 2003 diubah dengan UU Nomor 6 Tahun 2023, sejumlah materi/substansi dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 telah dinyatakan oleh Mahkamah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik untuk seluruh norma yang diuji maupun yang dinyatakan inkonstitusional atau konstitusional secara bersyarat,” kata Enny.
Terhadap fakta tersebut, lanjut Enny, sebagian materi/substansinya telah dinyatakan inkonstitusional.
Oleh sebab itu, dalam batas penalaran yang wajar, UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak utuh lagi.
Selain itu, secara faktual, sebagian materi/substansi UU Nomor 13 Tahun 2003 juga telah diubah dengan UU Cipta Kerja.
“Berkenaan dengan fakta tersebut, dalam batas penalaran yang wajar, terbuka kemungkinan adanya materi/substansi di antara kedua undang-undang a quo tidak sinkron atau tidak harmonis antara yang satu dengan yang lainnya,” kata Enny.
“Bahkan, ancaman tidak konsisten, tidak sinkron, dan tidak harmonis demikian akan semakin sulit dihindarkan atau dicegah dengan telah dinyatakan sejumlah norma dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 (inkonstitusional) oleh Mahkamah,” ucapnya.
Dengan fakta demikian, kata Enny, terbuka kemungkinan terjadi perhimpitan antara norma yang dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 dengan norma yang dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dalam UU Nomor 6 Tahun 2023.
“Dalam batas penalaran yang wajar, perhimpitan demikian terjadi karena sejumlah norma dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 berkelindan dengan perubahan materi/substansi dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 yang diubah dalam UU Nomor 6 Tahun 2023,” imbuhnya. (Web Warouw)