JAKARTA – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) era Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Hamid Awaluddin meragukan keputusan DPR batal mengesahkan revisi Undang-Undang Pilkada murni karena sikap idealisme.
“Saya kira tidak (bukan karena idealisme), sangat tidak, sangat pragmatis,” ujar Hamid dalam program Gaspol! di Youtube Kompas.com, Jumat (23/8/2024).
Keraguan Hamid merujuk pada pembatalan rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8/2024) pagi. Rapat tersebut batal digelar karena peserta rapat tidak memenuhi kuorum. Hamid menilai peserta rapat tidak kuorum karena adanya aksi massa besar-besaran dari elemen masyarakat di depan DPR.
Menurutnya, sebagian anggota DPR takut akan kehadiran masyarakat yang marah karena DPR menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) lewat revisi UU Pilkada.
Hal ini menunjukkan bahwa keputusan DPR membatalkan pengesahan revisi UU Pilkada murni bukan karena sikap idealisme.
“Ini gerakan kemarin gerakan fisik yang menakutkan. Buktinya tiba-tiba tidak kuorum. Begitu gerakan fisik tiba, semua individu menyelamatkan diri,” tegas dia.
“Lebih baik dia selamatkan diri. Jadi bukan idealisme mendengarkan suara rakyat, tidak, saya enggak percaya itu,” sambung dia.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Hamid menilai seluruh kehebohan di Tanah Air yang menyangkut revisi UU Pilkada tak lepas karena ambisi untuk meloloskan putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep agar bisa maju pada Pilkada 2024.
“Semua ini kan satu orang mau di-goal-kan sebenarnya. Seluruh Indonesia sibuk, padahal orang yang dicalonakan itu, menurut berita tadi pagi, sedang liburan di Amerika,” imbuh dia.
Sebelumnya, DPR memutuskan untuk tidak mengesahkan revisi UU Pilkada seusai unjuk rasa besar-besaran di berbagai tempat, termasuk di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Proses revisi UU Pilkada memicu kemarahan publik karena digelar secara kilat pada Rabu (21/8/2024), hanya sehari setelah MK mengeluarkan putusan yang bakal mengurangi ambang batas pencalonan kepala daerah dan menghambat praktik politik dinasti.
Sedianya, revisi UU Pilkada itu bakal disahkan dalam rapat paripurna pada Kamis pagi, tetapi rapat batal dilaksanakan karena jumlah peserta rapat yang hadir tidak memenuhi kuorum.
DPR lantas menyatakan putusan MK bakal berlaku dan menjadi rujukan dalam pencalonan pilkada karena revisi UU Pilkada mustahil digelar sebelum pendaftaran calon kepala daerah.
“Dengan tidak jadinya disahkan revisi UU Pilkada pada tanggal 22 Agustus hari ini, maka yang berlaku pada saat pendaftaran pada tanggal 27 Agustus adalah hasil keputusan JR MK yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Sudah selesai dong,” ujar Dasco, Kamis sore. (Web Warouw)