Senin, 17 Februari 2025

USIR PT TMS..! Tim Kemenkopollhukam Kunjungi Sangihe, Cukong Pertambangan Ilegal Kocar-kacir Sembunyikan Alat Berat

TAHUNA- Sejak Senin 22 Mei 2023 tim Kemenkopolhukam yang dipimpin oleh Mayor Jendral Drs. Burlian Sjafei Staf Ahli Bidang SDM dan Teknologi), bersama tim yakni  Marsekal Muda TNI Oka Prawrira  M.Si (Han) (Staf Ahli Bidang Ketahanan Nasional), Asmarni SE,M.M  (Staf Ahli Bid. SDA dan Lingkungan Hidup,  yang didampingi oleh Wakimin Purwanto (TU Staf Ahli), Erika Syari (TU Staf Ahli) dan Agus Maarif, S.IP berada di Sulut untuk melakukan kunjungan kerja. 

Tajuk kunjungan tim ini ialah Penguatan Peran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah  (Forkmpimda) dalam Mendorong peningkatan Ekonomi Daerah Perspektif Poltik Hukum dan HAM.

Kunjungam kerja tim tersebut merupakan respon Kemekopolhukam terhadap laporan Gerakan Selamatkan Sangihe Ikekendage (SSI) dan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) yang disampaikan pertengahan Maret 2023.  

Laporan SSI dan Jatam berisi permohonan  dukungan ketegasan penegakan hukum atas putusan MA Nomor 650/  yang telah membatalkan Ijin Operasi Produksi-Kontrak Karya  PT.TMS, munculnya wacana MoU Polda Sulut dengan TMS, dimana Polda Sulut akan  mengawal dan menjamin keamanan PT.TMS yang memaksakan diri untuk bisa beroperasi di pulau kecil Sangihe, serta terkait maraknya pertambangan ilegal menggunakan puluhan excavator yang  telah mengakibatkan kerusakan lingkungan secara masif di Entanah Mahamu Kampung Bowone,   lokasi Kuring dan lokasi Kupa Kampung Ngalipaeng. 

Sebelum kehadiran tim Kemenkopohukam ini, informasinya sudah ‘bocor’  ke telinga para cukong pertambangan ilegal yang dikenaldengan sebutan 9 naga dkk. Mereka lalu kocar-kacir melarikan dan menyembunyikan puluhan excavator mereka. Ada yang langsung dibawa pulang ke Manganitu, Tahuna (Malebur),  dll. Tetapi sekitar 30 puluhan excavator yang digunakan menggaruk dan menghancurkan wilayah Entanah Mahamu  untuk mencari emas tersebut, tidak bisa dilarikan semuanya,  diduga akibat terbatasnya jumlah tronton di Sangihe, sehingga  ada excavator yang  disembunyikan di beberapa lokasi sekitar wilayah Entanah Mahamu. Sekitar seminggu lalu keadaan di Sangihe menjadi heboh dengan hilir-mudiknya tronton bermuatan excatavator berbagai merk yang berlomba dilarikan dan disembunyikan.

Tim Kemenkopolhukam yang dikomandani Burlian Syafei, melakukan beberapa kegiatan secara marathon yang diawali dengan Rapat Koordinasi dengan Gubernur Sulut bersama Forkompimda pada Selasa 23 Mei 2023. Kemudian rapat tim melakukan rapat koordinasi dengan Pangdam XIII/Merdeka, Danlantamal VIII Manado, Danlanud Sam Ratulangi  dan Kabinda Sulut.

Salah satu agenda penting tim ini juga adalah meninjau langsung kondisi Kabupaten Kepulauan Sangihe yang menjadi inti kunjungan kerja demi melihat langsung fakta yang dilaporkan oleh SSI dan Jatam.

Setelah menjejakkan kaki di tanah Tampungang  Lawo melalui   bandara Naha,  usai berisitihat sejenak, tim langsung mengadakan rapat koordinasi dengan pemerintah kabupaten Sangihe beserta Forkompimda, yang dilaksanakan di rumah dinas jabatan Bupati Sangihe di Tona.

Dalam rapat koordinasi ini, tim mendengarkan paparan dari Pemerintah Kabupaten dan Polres Sangihe terkait dengan tindakan apa  yang diambil oleh Forkompinda Sangihe sehubungan dengan putusan MA yang membatalkan IUP OP – Kontrak Karya PT.TMS dan juga sehubungan dengan aktivitas pertambangan ilegal yang telah merusak wilayah daratan di sekitar Entanah Mahamu di kampung Bowone kecamatan Tabukan Selatan, dan di lokasi yang di sebut Kuring dan Kupa yang terletak di kampung Ngalipaeng kecamatan Manganitu Selatan.

Setelah mendengarkan paparan dari Pemerintah kabupaten dan Kapolres Sangihe, Ketua Tim, Mayjen Drs. Burlian Syafei  menanggapi bahwa jika untuk kepentingan rakyat semua pihak harus bersinergi  lurus pada penegakan hukum serta menjalankan tanggung jawabnya secara benar. 

“Karena kita digaji oleh uang rakyat . Apa yang dipaparkan hendaknya merupakan  fakta-fakta tindakan rii sebagai wujud tanggung jawab pemerintah yang sudah dilaksanakan.  Jangan hanya menyampaikan yang baik-baiknya saja, sebab rekaman video mobilisasi excavator sampai tadi malam sudah masuk  sama saya,” katanya.

Usai rapat dengan Pemerintah dan Polres Sangihe, tim Kemenkopolhukam juga melakukan rapat koordinasi dengan Dandim 1301/Sangihe dan DanLanal Tahuna.

Pada saat tim Kemenkopolhukam sedang mengadakan pertemuan dengan Forkompinda Sangihe, SSI mengadakan  aksi damai  di kantor Bupati dan Polres Sangihe. Aksi ini  bertujuan  menegaskan kemenangan rakyat Sangihe yang menggugat PT.TMS dan berakhir dengan dibatalkannya Ijin PT.TMS.  Artinya  masyarakat menang  dan PT.TMS harus segera keluar dari Sangihe. SSI juga mengecam adanya rencana MoU  antara Polda Sulut dengan PT.TMS yang bisa berakibat  blundernya  penegakkan hukum di Indonesia.  Massa aksi berjumlah sekitar 250 – an orang ini adalah perwakilan masyarakat yang datang dari berbagai kampung yakni  Salurang, Bowone,  Lesabe, Bentung, Malamenggu, Kaluwatu, Kalinda, Menggawa, Hesang, Nagha I, Kalekube, Mala dan  Kalama (Tatoareng). Ada juga perwakilan masyarakat yang ikut dari seputaran Tahuna.  

Semua massa aksi sangat  khawatir dengan  perusakkan lingkungan  massif dan sangat brutal di Entanah Mahamu, Kuring dan Kupa. Nampaknya  dibiarkan oleh pemerintah kabupaten Sangihe dan aparat penegak  hukum. Padahal  fakta tersebut terjadi secara kasat  mata,  penggunaan bahan beracun berbahaya seperti seperti sianida dan semen yang digunakan untuk mengolah emas lalu limbahnya dipastikan mengalir ke pesisir dan laut di area tersebut.

Dugaan kuat keterlibatan oknum-oknum aparat petugas baik polri maupun TNI juga diangkat menjadi sorotan yang diteriakan oleh orator-orator dari SSI antara lainnya Jan Takasihaeng, Agus Mananohas, Elbi Piter,  Venetzia Andemora, Jull Takaliuang dll.  Jika pertambangan ilegal ini tidak ditindak, tidak hanya kesehatan masyarakat yang bakal terganggu dan kerusakan biota laut yang terjadi, tetapi terjadi juga pemiskinan masyarakat. 

Pasalnya, dalam satu  kolam pengolahan milik cukong  yang viral dengan sebutan 9 naga, harus menggunakan 500 kg Sianida dan 8000 sak semen yang digunakan untuk menangkap  emas. Dan jika di lokasi tersebut, sudah banyak kolam pengolahan emas, artinya penggunaan sianida dan semen juga meningkat siginifikan.

Hal ini   berakibat naiknya harga semen di Sangihe. Belum lagi solar subsidi yang dibeli semua dengan menggunakan mobil-mobil pickup bermuatan gallon-galon  di SBPU, ditimbun lalu disuplai untuk bahan bakar excavator.  Kelangkaan BBM solar bersubsidi ini tentu saja berdampak pada hilangnya solar subsidi yang dibutuhkan nelayan untuk melaut, karena telah berpindah peruntukkannya menjadi bahan bakar bagi excavator-excavator di beberapa wilayah pertambangan ilegal dimaksud.  

Tanggapan dari pemerintah terkait PT.TMS dan pertambangan ilegal sangat menyedihkan membuat masyarakat kecewa. Dalam penjelasannya, Asisten I, Pemkab Sangihe Johanis Pilat yang mewakili Pj. Bupati mengatakan bahwa pada dasarnya pemerintah sangat mendukung Gerakan SSI, tetapi kewenangannya terbatas. Kewenangan eksekusi dan ketegasan untuk PT.TMS  hanya berada di Provinsi dan Pusat.

Sementara untuk penindakan terhadap aktivitas pertambangan ilegal yang sudah menghancurkan lingkungan di wilayah Entanah Mahamu, Kuring dan Kupa sudah dilaporkan ke Gakum LH, tetapi belum ada respon.

Mendengarkan penjelasan tersebut, koordinator aksi SSI, Kristandel Tupelu  menyatakan kekecewaannya dan menangapi balik pernyataan Pilat.

“Sebagai pemerintah harusnya punya kepekaan dan kepedulian terhadap kehidupan masyarakat kecil, bukan jualan kecap seperti itu Pak Asisten I Pj. Bupati, jika melempar tanggung jawab dan menyatakan tidak ada wewenang seperti itu berarti jabatan anda tidak berguna bagi rakyat. Sebab ini berhubungan erat dengan hak asasi masyarakat yang hidup di pulau ini. Kami tidak mau akibat ulah segelintir orang yang rakus dan serakah harus mengobankan rakyat  keselamatan rakyat Sangihe”, karanya melalui pengeras suara dari samping  mobil Komando.

Sementara tanggapan  Wakapolres Sangihe terhadap orasi-orasi yang disampaikan masyarakat, hanya berjanji akan menyampaikannya kepada Kapolres pimpinannya untuk ditindaklanjuti.

Setelah menyerahkan pernyataan sikap dan tuntutannya ke  Wakapolres, massa aksi pun membubarkan diri. Mereka menuju taman kota untuk makan siang makanan yang dibawanya masing-masing dari rumah. Lalu satu per satu kendaraan yang ditumpangi meninggalkan Tahuna dan kembali ke kampung masing-masing.

Pada Kamis, 25 Mei 2023, tim Kemenkopolhukam sudah mengagendakan peninjauan lapangan ke  lokasi pertambangan ilegal milik yang dikelola oleh 9 naga di Entanah Mahamu Bowone. Melalui koordinasi sebelumnya,  SSI diminta untuk mendampingi tim Kemenkopolhukam  jika turun lapangan. Ternyata forkompimda  Sangihe juga turut mendampingi. Karena cuaca hujan, maka tim yang dikawal full power oleh patwal dari Kodim, Lanal dan Polres  berhenti  di Polsek Manalu menunggu hujan reda.

Setelah cuaca sudah mulai bersahabat,  tim yang didampingi oleh Forkompimda bersepakat untuk bergerak ke tujuan pertama yakni jembatan di Binebase untuk melihat kerusakan mangrove di pesisir tanah Mahamu yang telah tertimbun endapan lumpur, bahkan bagian atasnya sudah gundul. Lalu perjalanan dilanjutkan dengan tujuan balai kampung Kalagheng untuk melihat 7 excavator yang disembunyikan oleh  para cukong tambang ilegal.

Akan tetapi dalam perjalanan dari Binebase menuju Kampung Kalagheng, mobil yang ditumpangi rombongan SSI sebagai penunjuk jalan sudah memberikan kode kepada  patwal untuk berbelok kanan menuju ke kampung Kalagheng akan tetapi seperti tidak dihiraukan. Patwal malah lurus dan terus saja  nampak tidak mau  belok kanan. Beberapa masyarakat pun sempat mengejar memberitahu, tetapi tidak terkejar. Tiba-tiba mobil yang ditumpangi tim Kemenkopolhukam berbalik arah  menuju  persimpangan menuju kampung Kalagheng, sementara mobil patwal belum  kelihatan. Maka tim Kemenkopolhukam pun melesat duluan tanpa patwal  menuju kantor desa Kalagheng yang saat itu pintunya sedang terkunci.

Mayjen  TNI Drs. Burlian Syafei langsung turun memimpin timnya, diawali dengan mengambil dokumentasi foto di depan Balai Kampung, lalu  berjalan  menuruni halaman  belakang balai Kampung Kalagheng meski agak licin. Tim Kemenkopolhukam yang  didampingi oleh Dandim Sangihe,  Asisten I Pemkab Sangihe, dan  Forkompinda Sangihe yang lain. Sementara Kapolres, Kadis LH Provinsi dan Kadis ESDM Provinsi sudah tidak tampak.

Di lokasi tersebut ditemukan 6 excavator berbagai merk  yang disembunyikan. Semua unit excavator tersebut pun didokumentasikan.  Excavator- excavatror tersebut terparkir di bawah pepohonan tertutup terpal.

Beberapa hari sebelumnya,   mendengar informasi bahwa akan datang tim dari Kemenkopolhukam maka esxcavator-excavator milik cukong-cukong lokal langsung dikeluarkan dari lokasi penambangan ilegal Entanah Mahamu tersebut. Ada yang langsung dibawa pulang, tetapi banyak di antaranya di sembunyikan di lokasi-lokasi tertentu. Karena sedikitnya jumlah tronton di Sangihe, maka yang lain terpaksa disembunyikan di beberapa kampung. Meskipun tidak semua lokasi tempat penyembunyian excavator didatangi, tetapi Tim Kemenkopolhukam sudah memiliki data dan dokumentasinya secara detail.

Usai melakukan sidak lapangan di Kalagheng, tim Kemenkopolhukam berencana akan melihat lokasi pertambangan ilegal tersebut secara langsung, tetapi karena cuaca hujan dan jalan ke lokasi tersebut sangat berlumpur, maka tim pun memutuskan untuk tidak memaksakan masuk.

Sebab, dari pinggir jalan pun sudah terlihat jelas kehancuran lingkungan di Entanah Mahamu yang sudah porak poranda.  Kedatangan tim justeru disambut oleh puluhan orang yang mengaku sebagai penambang rakyat yang sudah menenggak minuman keras. Mereka menyatakan permintaannya untuk tetap diijinkan bisa bekerja. Ketua tim kemenkopolhukam mengatakan, semuanya akan diatur sesuai dengan UU dan aturan yang berlaku.

Lalu ada gerombolan massa yang lain yang juga sudah mabuk, mencoba mencegat massa SSI yang hendak lewat. Gerombolan pemabuk itu berteriak, bahwa SSI tidak boleh masuk ke lokasi 9 naga karena tidak punya tanah, tidak punya hak dll. Padahal SSI hanya akan lewat kea rah Bowone. Diduga kuat aksi gerombolan yang menamakan diri penambang rakyat tersebut sengaja  disetting oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, hanya untuk menimbukan kesan ada pertentangan kepentingan  antar masyarakat.  

Padahal, dari informasi yang diperoleh diduga hal dilakukan untuk mengamankan adanya sekitar 3 bak (kolam) pengolahan yang belum sempat diolah. Dan itu merupakan jatahnya oknum-oknum tersebut.  Setelah beberapa saat terjadi ketegangan,  massa SSI pun meninggalkan lokasi tersebut dan langsung kembali ke Bowone dan kampung masing-masing.

Kepada Bergelora.com di Tahuna dilaporkan, di sepanjang perjalan menuju Pananaru, untuk makan siang tim Kemenkopolhukam melihat beberapa esxcavator yang terparkir di kampung Tenda, dan pertigaan Kampung Laine ada 3 unit yang terparkir. Menurut info dari masyarakat, ketiga unit excavator tersebut miik  9 naga.  Lalu di Pelabuhan penyebrangan Pananaru juga terdapat 3 unit excavator yang terparkir. 

Setelah mampir makan siang di  Nawirahi – Pananaru, tim pun kembali ke Tahuna. Mereka juga menyempatkan diri berziarah ke makam Raja Bataha Santiago di Manganitu. (EDL)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru