Kamis, 3 Juli 2025

WADUUUH…! DPR Ungkap BPJS Sabot Program KIS, Lemahkan Presiden Jokowi

Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi IX DPR, BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan, di Gedung DPR-RI, Jakarta, Senin (17/9). (Ist)

JAKARTA- DPR RI membongkar sabotase BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan terhadap program unggulan Kartu Indonesia Sehat (KIS) Presiden RI Joko Widodo dengan membiarkan krisis panjang bidang kesehatan akibat BPJS Kesehatan. Hal ini diungkapkan oleh dr Ribka Tjiptaning dari PDI Perjuangan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi IX DPR, BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan, di Gedung DPR-RI, Jakarta, Senin (17/9).

“Presiden Jokowi kemana-mana pasti bagi-bagi Kartu Indonesia Sehat. Tapi kami anggota DPR sampai hari ini dikeluhkan oleh masyarakat. KIS tidak berlaku, Ruangan penuh bagi pasien KIS. Obat tidak ada. BPJS tidak menanggung pelayanan tertentu. Jangan-jangan BPJS dan Kementerian Kesehatan kelihatan seperti melemahkan program unggulan Presiden Jokowi,” tegas Ribka Tjiptaning dalam RDP tersebut.

Tjiptaning mempertanyakan kemana pasien-pasien cuci darah selalu dipersulit untuk mendapatkan pelayanan rujukan cuci darah.

“Sudah sering cuci darah, kenapa harus kembali minta rujukan lagi ke puskesmas. Urusan cuci darah itu urusan spesialis, bukan urusan puskesmas. Seharusnya kalau sudah sekali dirujuk puskesmas ngapain harus rujuk lagi. Pasien mengeluhkan jarak yang jauh dan kembali harus antri minta surat rujukan di puskesmas,”

Ia mengingatkan

“Para menterinya Jokowi harus tahu sejarah lahirnya BPJS adalah untuk memotong birokraasi pelayanan kesehatan supaya tidak lagi berbelit-belit. Koq malah sekarang semakin semerawut. Kita bikin BPJS agar semua lebih tertata sehingga kesehatan rakyat terjamin,” ujarnya.

Ia mengkritik rujukan berjenjang dari puskesmas, ke rumah sakit tipe B kemudian dirujuk ke rumah sakit yang dituju bagi pasien cuci darah sangat merepotkan dan beresiko.

“Kalau terlambat cuci darah yang dimarahin dokter itu pasiennya. Padahal karena birokrasi rujukan yang kembali harus dilewati pasien setiap kali akan cuci darah,” tegasnya.

Kepada Bergelora.com dilaporkan, sebelumnya dalam paparannya, Direktur Utama BPJS Fahmi Idris menuliskan slogannya “Dengan Gotong Royong Semua Tertolong”. Ia menjelaskan rencana defisit anggaran BPJS Kesehatan sampai Desember 2018 sebesar Rp 16,5 triliun Defisit itu berupa gagal bayar terus menerus pada rumah sakit sejak bulan Januari 2018 sampai bulan Agustus 2018 dan direncanakan defisit sampai Desember.

Dalam paparannya Fahmi melaporkan pembengkakan gagal bayar terjadi dari Januari sebesar Rp4,2 triliun, Februari Rp2,5 triliun, Maret Rp3,9 triliun, April Rp1,2 triliun, Mei Rp2,2 triliun, Juni Rp281 milyar, Juli Rp3,7 triliun, Agustus Rp3,96 triliun, September Rp7,7 triliun, Oktober Rp 11,5 triliun, November Rp15,2 triliun, dan Desember Rp16,4 trilun.

Ia menjelaskan bahwa akar masalah utama dari defisit adalah besaran premi perorang per bulan yang tidak mencukupi biaya real. Pada tahun 2016 premi Rp33.776, padahal biaya perorang per bulan sebesar Rp35,802. Pada tahun 2017 premi sebesar Rp34,119 sementara  biaya perorang per bulan sebesar Rp39,744.

Besarnya biaya pelayanan kesehatan menurut Fahmi disebabkan antara lain profil morbiditas penduduk yang banyak menderita penyakit kronis. Jumlah biaya katastropik dari Januari sampai Agustus 2018 Sebesar Rp12,827,593,062,025 (Rp 12,9 trliun)

Untuk itu menurutnya BPJS mengusulkan kenaikan besaran iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) secara moderat. BPJS juga mengusulkan kenaikan batas atas upah bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) Badan Usaha. Namun usulan ini belum menjadi keputusan BPJS  sudah melakukan simulasi perhitungan defisit Dana Jaminan Sosial jika besaran iuran dinaikkan. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru