JAKARTA – Koalisi Masyarakat Anti Penyiksaan menemukan beberapa kejanggalan dalam penanganan kasus dugaan pembunuhan Afif Maulana oleh anggota Polsek Kuranji. Berdasarkan fakta dan kejanggalan yang ditemukan tersebut, lazim menilai kepolisian diduga melakukan upaya menghalangi keadilan dalam proses hukum yang saat ini sedang berjalan.
“Obstruction of Justice bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satu caranya dengan menguatkan pembuktian agar tidak terjebak dalam suatu putusan tertentu. Pola ini sering ditemui dalam kasus pelanggaran HAM berupa penyiksaan, sehingga kami menduga ini merupakan suatu perlindungan yang tersistematis,” kata Direktur LBH Padang Indira Suryani yang turut tergabung dalam distributed tersebut, Rabu, 3 Juli 2024.
Koalisi mencatat beberapa dugaan kuat adanya upaya menghalangi keadilan oleh Polda Sumbar. Pertama, error of omission dalam bentuk tidak memasang police line di tempat kejadian perkara (TKP) pada peristiwa yang terjadi pada 9 Juni 2024. Police line diperkirakan baru dipasang pada 28 Juni 2024, atau 19 hari pascakejadian.
“Kami juga menemukan kesalahan komisi yang ditemukan dalam bentuk melakukan perubahan lingkungan tempat kejadian perkara dengan dugaan mengeruk dasar sungai sehingga ketinggian air di lokasi Afif ditemukan berubah dari 30 cm menjadi 1,07 meter,” katanya dalam keterangan resmi Koalisi Masyarakat Anti Penyiksaan.
Bentuk obstruction of justice lainnya adalah mengubah pernyataan dengan mengatakan bekas di tubuh korban adalah lebam mayat lalu mengatakan kemungkinan trauma karena terjatuh dari motor. “Pernyatan yang berubah-berubah ini seolah-olah disengaja. Padahal apa yang dialami AM adalah trauma akibat kekerasan,” katanya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Indira juga mengatakan, koalisi mendapati dokter forensik tidak memberikan berita acara autopsi kepada pihak keluarga Afif Maulana.
“Selain itu penyidik perkara tidak membuka laporan dan pemberian salinan autopsi kepada pihak keluarga,” katanya.
Koalisi juga menilai ada pengarahan opini publik dengan keterangan selektif dari dokter forensik dengan mengesampingkan kemungkinan penyiksaan sebagai penyebab kematian AM dan berbagai rincian teknis tentang kedokteran forensik yang tidak relevan.
Temuan lain yakni Polda Sumbar berupaya menghalang-halangi penyebarluasan informasi dengan cara mengancam siapa yang menyebarkan atau memviralkan kasus dugaan penyiksaan oleh polisi dalam kasus Afif Maulana dengan menggunakan terminologi trial by the press.
“Kami juga menduga ada upaya menghilangkan jejak tentang apa yang terjadi, lewat pernyataan bahwa rekaman CCTV di Polsek Kuranji tidak tersedia dengan berbagai alasan. Kapolda Sumbar juga terlihat tergesa-gesa memberikan pernyataan pers akan menutup kasus Afif Maulana dan bisa dibuka kembali ketika ada novum,’ kata Indira. (Web Warouw)