JAKARTA- Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) sekali lagi mendesak DPR dan Pemerintah untuk tidak menutup mata dengan berbagai kasus kekerasan terhadap PRT, menyangkut kekerasan pada Siti Sri Marni (20 tahun) dan 3 PRT lainnya E, M, W, yang dilakukan oleh majikannya Meta Hasan Musdalifah (40) di rumah pelaku beralamat Moncokerto, RT 14 RW 12 Utan Kayu, Matraman, Jakarta Timur.
“Negara gagal melindungi warga negara yang kebetulan bekerja sebagai pembantu rumah tangga, sehingga perbudakan pada PRT semakin marak. Ini sangat memalukan karena Indonesia melakukan hal yang sama dengan negara tujuan pekerja migran yang melakukan ladang perbudakan,” demikian Lita Anggraeni dari JALA PRT kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (12/2).
Lita Anggraeni juga menuntut agar Presiden dan Menteri Tenaga Kerja RI, Menteri Hukum dan HAM RI, Menteri Negara PPPA aktif mengambil langkah perwujudan Undang-undang Perlindungan PRT dan Ratifikasi Konvensi ILO 189 Kerja Layak PRT.
“DPR khususnya Komisi IX dan Baleg dan Pemerintah harus segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan PRT yang sudah ditetapkan sebagai bagian Prioritas Prolegnas 2016 RUU,” tegasnya.
Aparat penegak hukum Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan diminta sungguh-sunggu melakukan proses hukum terhadap pelaku Meta Hasan Musdalifah dengan jeratan pelanggaran berlapis dari penganiayaan, penyekapan, upah yang tidak dibayar.
“Aparat lokal dan masyarakat harus melakukan monitoring situasi Pekerja Rumah Tangga yang bekerja di lingkungan sekitarnya dan mengambil langkah pro aktif untuk pencegahan apabila menjumpai fenomena yang mengarah pada tindak kekerasan,” tegasnya.
JALA PRT mejelaskan bahwa, kekerasan dan penyiksaan terjadi di rumah Meta Hasan Musdalifah sejak lama sampai dengan 8 Februari 2016, setelah korban menyelamatkan diri. Berbagai tindak kekerasan penganiayaan, pengekangan dan eksploitasi. Perbudakan terjadi pada korban selama bekerja di rumah majikan, mengalami penyiksaan dan kekerasan yang dilakukan oleh pelaku secara terus menerus, baik siang maupun malam.
“Korban sering mendapat pukulan dengan tangan ataupun benda keras, disiram air panas, serta disetrika. Tindak penyiksaan dan penganiayaan ini mengakibatkan korban mengalami luka-luka dan bekas kekerasan benda tumpul dan benda panas berupa luka lebam, bengkak, serta melepuh mulai dari bagian kepala, telinga, hidung, bibir, dan beberapa bagian tubuh lainnya,” jelas Lita Anggraeni.
.
Keempat korban yang semua bekerja sejak dari usia anak yaitu 12 tahun, 14 tahun dan 16 tahun bekerja dalam rentang waktu ada yang 7 tahun seperti Ani dan 6, tahun serta 4 tahun. Selama bekerja dan berada di rumah pelaku, korban bekerja dalam situasi tidak layak, perbudakan dimana korban disekap dan upah selama rentang waktu bekerja 7 tahun, 6 tahun dan 4 tahun tidak dibayarkan.
“Kami mengecam dan sangat menyesalkan tindak pidana kekerasan dan pelanggaran hak-hak PRT sebagai pekerja yang telah dilakukan oleh pelaku para majikan sebagaimana peristiwa di atas yang dilakukan oleh majikan di atas,” ujarnya. (Enrico N. Abdielli)