JAKARTA- Ratusan warga Batang melakukan aksi di Jakarta, Rabu (17/9) meminta Chairul Tanjung sebagai Kementerian Koordinator Perekonomian, sekaligus Pelaksana Tugas Menteri ESDM untuk menghentikan rencana proyek pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Batubara di Batang, Jawa Tengah.
“Menko perekonomian Chairul Tanjung harus bersikap bijak dan aspiratif terkait keberlanjutan rencana pembangunan PLTU Batang, warga Batang telah menolak dan para pemilik lahan telah bersikap untuk tidak menjual tanahnya, oleh karena itu sudah sepatutnya Chairul Tanjung menentukan sikap tegas untuk tidak membangun PLTU Batang. Jika ini dibiarkan terus maka akan terjadi akan berpotensi menjadi konflik yang tidak berkesudahan dan akan terjadi banyak pelanggaran HAM terhadap warga”.Ujar Wahyu Nandang Herawan, Pengacara Publik Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (18/9).
Selain Chairul Tanjung, warga juga akan mendesak Presiden terpilih Joko Widodo untuk menunjukkan komitmennya terhadap masalah kedaulatan pangan. Pasalnya PLTU yang menggunakan bahan bakar batu bara ini akan dibangun di atas ratusan hektar lahan persawahan produktif beririgasi teknis yang dapat dipanen tiga kali dalam setahun. Memaksakan pembangunan PLTU Batubara di Batang sama artinya dengan menutup mata tingginya tingkat konversi sawah produktif di Pulau Jawa dan juga terhadap fakta bahwa selama ini Indonesia masih mengimpor beras dari luar negeri.
Tak hanya merugikan lahan persawahan produktif, pembangunan PLTU Batang juga akan berpotensi mencemari kawasan pesisir Batang yang kaya ikan, salah satu perairan di wilayah pantai utara Jawa yang menjadi tumpuan utama para nelayan.
Penolakan warga Batang terhadap energi kotor tersebut tercermin pada spanduk bertuliskan “Pilih Pangan, Bukan Batu Bara, Tolak PLTU Batang” yang dibawa warga dalam aksi massa yang dilakukan Rabu, (17/9) di depan Kementerian Koordinator Perekonomian.
Dari Kementerian Koordinator Perekonomian, warga berkunjung ke Rumah Transisi Jokowi-Jusuf Kalla. Perwakilan warga Batang berharap dapat diterima oleh Joko Widodo yang pada masa kampanye pernah menjanjikan penghentian pembangunan PLTU Batubara di Batang apabila warga keberatan.
“Jokowi Sebagai presiden pilihan rakyat harus mendengarkan kehendak rakyat dan memutuskan sesuai dengan kehendak rakyat. Warga Batang telah menegaskan untuk menolak rencana pembangunan PLTU Batang dan para pemilik lahan juga sudah menyatakan sikap tegas untuk tidak dijual tanahnya. Kami pikir kedepan saatnya Jokowi membuktikan janjinya untuk mendengar aspirasi rakyatnya dan mendorong kedaulatan pangan”. Jika PLTU Batang dipaksakan dibangun diBatang, maka pasokan beras kabupaten batang akan menurun sekitar 619,88 Ton dari  dari 17.975 Ton beras menjadi 17.355,12 Ton”, ujar Wahyu Nandang Herawan.
Menjelang 6 Oktober 2014, saat proses keputusan akhir pembangunan PLTU di Batang akan dilakukan, Warga desa Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng, Wonokerso dan Roban (UKPWR) masih berjuang menolak rencana pembangunan PLTU Batubara Batang yang berkapasitas 2Ă—1000 MW tersebut.
Penolakan warga dibuktikan dengan mempertahankan lahan dari PT Bhimasena Power Indonesia (BPI). Selama proses pembebasan lahan sejak 2011 hingga saat ini, warga banyak menerima intimidasi. Bahkan sampai hari ini masih ada dua warga Batang yang mendekam di penjara.
Berbagai upaya mulai dari protes di depan Istana Presiden, dan di hampir seluruh Kantor Kementerian terkait di Jakarta, hingga menemui parlemen Jepang sudah dilakukan warga. Kini warga berharap Presiden terpilih Joko Widodo dapat mendukung tuntutan mereka karena mereka memperjuangkan kepentingan kedaulatan pangan bagi warga lokal, sejalan dengan janji Jokowi pada masa kampanye Pilpres yang lalu. (Dian Dharma Tungga)