JAKARTA- Masyarakat menunggu kepastian “ketidakterlibatan” Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan dalam skandal permintaan jatah persentasi saham perusahaan tambang emas, Amerika PT Freeport Mc Moran di Papua. Oleh karenanya pemeriksaan hukum akan mengungkap validasi laporan transkrip percakapan antara Setya Novanto, Reza dan Direktur Freeport seperti yang dilaporkan oleh Menteri ESDM, Sudirman Said kepada Majelis Kehormatan DPR (MKD) Senin (16/11) lalu. Demikian anggota Komisi III, DPR-RI, Wenny Warouw kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (17/11) sore.
“MKD hanya mengurus persoalan etika dan sarat kepentingan politik. Presiden Jokowi atau Wakil Presiden Jusuf Kalla atau Menkopolhukam Luhut Panjaitan harus segera bikin laporan polisi atas dasar dugaan penipuan yang dilakukan oleh Setya Novanto. Bawa bukti transkrip dan rekaman. Secara politik laporan ini untuk memastikan ketidak terlibatan mereka. Kalau tidak melapor maka akan menimbulkan spekulasi dan dugaan negatif yang bisa berdampak politik,” ujarnya.
Ia juga mengatakan tidaklah elok kalau Wakil Presiden Jusuf Kalla secara sepihak menuntut Menkopolkam Luhut Panjaitan untuk memberikan penjelasan pertanggung jawaban.
“Kan nama Wakil Presiden juga disebutkan dalam rekaman dan transkrip itu. Kalau saling sorong, itu namanya lempar tanggung jawab dan tidak kompak dalam menghadapi persoalan,” jelasnya.
Politisi Partai Gerindra ini menjelaskan setelah melapor ke polisi maka pihak kepolisian akan menetapkan apakah transkrip dan rekaman yang didapatkan oleh Menteri ESDM dapat dijadikan barang bukti pro justicia atau kah tidak.
“Rekaman akan diuji di laboratorium kepolisian, untuk diperiksa apakah rekaman itu orisinil atau rekayasa. Karena dengan tehnologi, rekaman suara orang bisa direkayasa untuk kepentingan tertentu,” ujarnya.
Menurut jenderal purnawirawan polisi yang pernah bertugas di Bareskrim Polri ini, kalau hasil uji laboratorium dinyatakan valid sebagai bukti subtansial maka polisi harus memutuskan apakah rekaman tersebut bisa dijadikan barang bukti hukum formil,– pro justisia.
“Karena Undang-undang mengatur, untuk melakukan perekaman atau penyadapan dibutuhkan ijin dari penegak hukum. Ini bisa panjang tarik menariknya dan harus dikawal agar transparan sehingga polisi bisa independen dalam menegakkan hukum,” ujarnya.
Ini Isi Transkrip
Sn: Waktu pak Luhut di Solo…Pal Luhut lagi disibukkan habis Jumat itu. Kalau bisa tuntas, minggu depan sudah bisa diharapkan. Itu yang sekarang sudah bekerja.
Ms: Coba ditinjau lagi fisibilitiesnya pak. Kalau ngga salah Freeport itu off taker.
R: Saran saya jangan off taker dulu, kalau off taker itu akan…..
Ms: Keterkaitan off taker itu darimana pak?
R:….. (suara tidak jelas)
Ms: Bapak juga nanti baru bisa bangun setelah kita kasih purchasing garanty lho pak. Purchasing garanty-nya dari kita lho pak.
R: PLTA-nya
Ms: Artinya patungan? Artinya investasi patungan 49-51 persen. Investasi patungan off taker kita juga? double dong pak? modalnya dari kita, off takernya dari kita juga.
R: Kalau off taker itu…..
Oke deh Kalau Freeport ngga usah ikut
Ms: Ini yang Pak R pernah sampaikan ke Dharmawangsa itu?
R:….(tidak jelas)
Ms: Oh kalau komitmen, Freeport selalu komitmen. Untuk smelter desember kita akan taruh 700 ribu dollar. Tanpa kepastian lho pak. Karena kalau kita ngga tahu, kita ngga komit. Sorry 700 juta dollar.
Sn: Presiden Jokowi itu dia sudah setuju di sana di Gresik tapi pada pada ujung-ujungnya di Papua. Waktu saya ngadep itu, saya langsung tahu ceritanya ini waktu rapat itu terjadi sama Darmo…Presiden itu ada yang mohon maaf ya, ada yang dipikirkan ke depan, ada tiga….(kurang jelas)
Tapi kalau itu pengalaman-pengalaman kita, pengalaman-pengalaman presiden itu, rata-rata 99 persen gol semua.
Ada keputusan-keputusan lain yang digarap, bermain kita
Makanya itu, Reza tahu Darmo, dimainkan habis-habisan, selain belok
Ms: delobies…
Repot kalau meleset komitmen…30 persen. 9,36 yang pegang BUMN
Sn: Kalau ngga salah, Pak Luhut itu bicara dengan Jimbok. Pak Luhut itu sudah ada yang mau diomong.
R: Gua udah ngomong dengan Pak Luhut, ambilah 11, kasihlah Pak JK 9, harus adil kalau ngga ribut.
Sn: Jadi kalau pembicaraan Pak Luhut dan Jim di Santiago, 4 tahun yang lampau itu, dari 30 persen itu 10 persen dibayar pakai deviden. Ini menjadi perdebatan sehingga mengganggu konstalasi. Ini begitu masalah cawe-cawe itu presiden ngga suka, Pak Luhut dikerjain kan begitu kan…Nah sekarang kita tahu kondisinya…Saya yakin juga karena presiden kasih kode begitu berkali-kali segala urusan yang kita titipkan ke presiden selalu kita bertiga, saya, pak Luhut, dan Presiden setuju sudah.
Saya ketemu presiden cocok. Artinya dilindungi keberhasilan semua ya. Tapi belum tentu kita dikuasai menteri-menteri Pak yang begini-begini.
R: Freeport jalan, bapak itu happy, kita ikut happy. Kumpul-kumpul/kita golf, kita beli private jet yang bagus dan representatif
Ms: Tapi saya yakin Pak Freeport pasti jalan.
Sn: Jadi kita harus banyak akal. Kita harus jeli, kuncinya ada pada Pak Luhut dan saya.
Ms: Terima kasih waktunya pak
R: Jadi follow up gimana? Nanti saya bicara Pak Luhut jadi kapan. Terus Oke lalu kita ketemu. Iya kan?
Sn: Kalau mau cari Pak Luhut harus cepet, kasih tanggung jawab enggak. Gimana sukses, kita cari akal.
Sama Dimata Hukum
Menurut Wenny Warouw, dari proses pro-justicia maka transkrip dan rekaman tersebut akan membongkar dengan transparan siapa yang membuat rekaman dan transkrip? Dari mana Menteri ESDM mendapatkannya? Apakah benar ada pertemuan antara Setya Novanto, Reza dan Direktur PT Freeport? Apakah rekaman itu orisinil? Apakah Presiden, wakil Presiden dan Menkopolhukam terlibat dalam permintaan persentase saham PT Freeport, seperti yang terdengar dan tercatat dalam transkrip itu?
“Masyarakat kita sudah melek politik. Sudah bisa merasakan mana yang benar dan mana yang manipulasi. Politik akan berjalan tanpa etika kalau hukum tidak ditegakkan. Sekaranglah polisi akan diuji kecerdasaan dan konsistensinya sebagai penegak hukum,” ujarnya.
Sekali lagi ia menegaskan bahwa di dalam negara Pancasila, semua warga negara adalah sama dimata hukum.
“Dari rakyat, Ketua DPR, Wakil Presiden sampai Presiden perlu dilindungi tapi bisa juga dijerat hukum kalau terbukti bersalah secara pro-justicia. (Web Warouw)