JAKARTA – Menteri Investasi Bahlil Lahadalia memastikan segera menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Pemerintah sebelumnya sudah membuka keran perizinan tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
āTidak lama lagi saya akan teken IUP untuk kasih PBNU karena prosesnya sudah hampir selesai, itu janji saya kepada kalian semua,ā kata Bahlil di Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama, yang juga disiarkan di YouTube Kementerian Investasi dikutip pada Minggu (2/6/2024).
Disebutkan dalam PP Nomor 25 tahun 2024, terutama dalam Pasal 34, konsesi tambang bisa diberikan kepada PBNU dalam bentuk wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK).
Konsesi tambang WIUPK ini, menurut pemerintah, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui ormas keagamaan. Teruntuk ormas PBNU, Bahlil menyebut, pemerintah berencana memberikan konsesi tambang batu bara yang cadangannya cukup besar.
“Kita akan memberikan konsesi batu bara yang cadangannya cukup besar kepada PBNU untuk dikelola dalam rangka mengoptimalkan organisasi,” janji Bahlil.
“Setujukah tidak NU kita kasih konsesi tambang? Setuju tidak? Kalau ada yang tidak setuju mau kau apain dia?” kata dia lagi.
Rencana pemberian konsesi tambang batu bara pada PBNU juga diklaim sudah melalui persertujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
āSaya kemarin atas arahan dan pertimbangan dari beberapa menteri bahkan telah disetujui oleh Bapak Presiden Jokowi kita akan memberikan konsesi batubara yang cadangannya cukup besar kepada PBNU untuk dikelola dalam rangka mengoptimalkan organisasi,ā beber Bahlil.
Bagaimana pengelolaannya?
Menurut Bahlil, karena PBNU tidak berpengalaman dalam urusan tambang batu bara, pengelolaan bisa diserahkan ke pihak lain. Kata dia, banyak perusahaan yang memiliki IUP juga tidak sepenuhnya dikelola sendiri melainkan dibantu kontraktor.
Demikian juga dengan ormas yang tentu akan mencari partner lain untuk mengelola IUP.
“Dikelola secara profesional, dicarikan partner yang baik. Kalau ada yang mengatakan bahwa organisasi keagamaan itu enggak punya spesialisasi untuk mengelola itu, memang perusahaan-perusahaan yang punya IUP itu mengelola sendiri?” ujarnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, pada 29 April 2024.
Dia juga beralasan, para ormas keagamaan memiliki jasa dalam memerdekakan bangsa Indonesia sehingga sudah selayaknya mereka diberikan IUP untuk mengelola usaha pertambangan.
“Di saat Indonesia belum merdeka, memang siapa yang merdekakan bangsa ini? Di saat agresi militer tahun 48 yang membuat fatwa jihad memang siapa? Konglomerat? Perusahaan?” ucapnya.
“Kita kok malah enggak senang ya kalau negara hadir untuk membantu mereka? Tapi kok ada yang senang kalau investor yang kita kasih terus,” imbuhnya.
Pusat Studi Ekonomi dan Sumber Daya Alam (Pusesda) menilai, kebijakan ormas diperbolehkan mengelola tambang akan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Direktur Pusesda Ilham Rifki mengatakan, IUP yang akan dibagikan merupakan hasil dari pencabutan sebelumnya, yang secara hukum terbukti tidak sesuai prosedur dan kewenangannya.
Yurisprudensinya jelas dapat dilihat dari banyak putusan pengadilan tata usaha negara (PTUN) yang memerintahkan pemerintah mengembalikan IUP kepada badan usaha pemilik sebelumnya.
“Sehingga pemerintah seharusnya memberikan kesempatan terlebih dahulu dan memperjelas status IUP yang dicabut sebelumnya. Pasal 40 (4) UU Minerba menyatakan bahwa pemegang IUP yang menemukan komoditas tambang yang diberikan kesempatan prioritas pengusahaannya,” kata Ilham.
Kemudian, kata Ilham, ormas keagamaan bukan merupakan subjek yang berhak IUP menurut Undang-Undang Minerba. Pemberian IUP apalagi mineral dan batubara, saat ini harus melalui lelang yang dilakukan secara terbuka untuk di ikuti badan usaha lainnya. Prioritas dimenangkan lelang hanya diberikan kepada BUMN bukan ormas.
Lebih lanjut, wacana pemberian IUP kepada ormas tidak memiliki dasar, kriteria dan urgensi yang jelas. Sementara di sisi lain, dampak ketidakpastian hukum dan berusaha pada sektor pertambangan terus terjadi sejak dilakukannya pencabutan IUP secara masif.
“Sengketa hukum, wilayah dan kepemilikan menjadi sesuatu yang sangat mungkin terjadi jika pembagian IUP kepada Ormas tetap dilakukan,” ujar Ilham.
Ia menambahkan, sesuai dengan tipologi usahanya yang kompleks, sektor tambang memerlukan keahlian dan modal yang cukup. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa pengusahaan tambang oleh ormas dapat berdampak lebih positif bagi negara. Baca juga: Bahlil Ajak Investor Australia ke Weda Bay.
Terobosan Jokowi
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan langkah Presiden Jokowi mengeluarkan aturan yang memberi kesempatan bagi ormas keagamaan untuk mengelola lahan tambang adalah sebuah terobosan.
Ia mengatakan selama ini, hanya badan usaha, koperasi atau perusahaan perseorangan yang dipercaya pemerintah untuk mengelola tambang.
“Dengan keluarnya SK baru tersebut ada sebuah terobosan yang dilakukan oleh pemerintah yang perlu diapresiasi, karena dalam SK itu ormas-ormas keagamaan yang selama ini sudah berbuat banyak bagi bangsa dan negara diberi kesempatan oleh pemerintah untuk ikut mengelola tambang,” kata Anwar dalam keterangan tertulis, Sabtu (1/6)
Ketua PP Muhammadiyah ini mengatakan lewat kebijakan itu, ormas-ormas keagamaan akan bisa memperoleh sumber pendapatan baru untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Menurutnya, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh ormas-ormas keagamaan pada umumnya juga terkait dengan tugas dan fungsi pemerintah yaitu melindungi, mencerdaskan dan mensejahterakan rakyat.
Anwar mencontohkan dalam hal melindungi rakyat, ormas keagamaan sangat sering hadir di lokasi bencana untuk membantu masyarakat.
“Tetapi gerak mereka memang tampak terbatas karena ketiadaan dana sehingga mereka tidak mampu membeli dan menyiapkan peralatan serta hal-hal lain yang diperlukan,” ujarnya.
Begitu juga dalam hal yang terkait upaya mencerdaskan bangsa. Ia mengatakan sampai saat ini pemerintah tampak belum sanggup untuk melakukan tugas tersebut secara sendiri.
Ia mengatakan peran ormas keagamaan kemudian terlihat dengan mendirikan sekolah dan rumah sakit yang jumlahnya ribuan secara mandiri.
“Memang pemerintah ada membantu tapi jumlahnya jelas masih jauh dari yang dibutuhkan oleh lembaga pendidikan dan lembaga kesehatan tersebut,” katanya.
Demikian juga dalam upaya mensejahterakan rakyat. Ia mengatakan dalam pasal 34 UUD 1945 menyebutkan fakir miskin anak terlantar dipelihara oleh negara.
Namun pada kenyataannya, lanjut dia, pemerintah juga punya keterbatasan, sehingga terlihat peran ormas keagamaan membantu tugas dan kewajiban dari pemerintah tersebut.
“Lalu timbul pertanyaan dari mana ormas-ormas tersebut mendapatkan dana? Umumnya dengan mengandalkan sumbangan dari para anggota dan simpatisan serta dari berbagai usaha yang dilakukannya,” katanya.
Anwar mengatakan dalam kenyataannya terkadang pihak ormas juga terpaksa harus “mengemis” ke sana ke mari agar kegiatan yang direncanakannya dapat terlaksana.
Oleh karenanya, menurut dia, agar ormas keagamaan dapat melaksanakan maksud dan tujuan, maka ormas-ormas tersebut secara finansial haruslah dibuat kuat
“Saya melihat SK yang baru dikeluarkan oleh Presiden Jokowi ini merupakan bagian dari usaha itu, sehingga diharapkan peran ormas keagamaan ini di masa depan dalam memberdayakan masyarakat akan jauh lebih baik lagi, sehingga cita-cita kita untuk membuat negeri ini menjadi negara yang maju, beradab, berkeadilan akan dapat terwujud dan diakselerasi,” katanya.
Jokowi sebelumnya resmi membuka jalan bagi ormas keagamaan untuk mengelola lahan tambang.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Beleid itu diteken Jokowi dan diundangkan pada Kamis (30/5).
Aturan baru itu menyisipkan pasal 83A yang memberikan kesempatan organisasi keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
“Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan,” tulis Pasal 83A (1) PP 25/2024, dikutip Jumat (31/5).
Sesuai Pasal 83A (2) PP 25/2024, WIUPK tersebut merupakan wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Kendati demikian, Pasal 83 (3) beleid yang sama mengatur IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri.
“Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali,” sambung Pasal 83 (4) PP 25/2024.
Selain itu, badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan yang mendapatkan IUPK dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan/atau afiliasinya. (Web Warouw)