Jumat, 19 April 2024

Yusril: Hamdan Tak Perlu Ikut Seleksi MK

JAKARTA- Ahli Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra membenarkan sikap Hamdan Zoelva yang menolak ikut dalam seleksi hakim Mahkamah Konstitusi
“Hamdan telah memilih sikap yang benar menolak ikut seleksi. Kalau saya jadi hamdan zoelva, sayapun akan mengambil sikap yang sama. Hamdan sudah diangkat jadi hakim MK oleh Presiden SBY sebagai salah satu dari tiga hakim MK yang jadi wewenang presiden untuk mengangkatnya,” ujarnya dari Shanghai, China kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (25/12).

Bukan hanya hakim menurut Yusril, dalam perjalanan kariernya, Hamdan telah terpilih menjadi wakil ketua dan sekarang menjabat ketua MK.
“Dalam posisi seperti itu, ketika masa jabatan pertama Hamdan habis, Presiden tinggal pilih apakah akan pertahankan Hamdan atau menggantinya,” ujarnya.
Kalau Hamdan diminta untuk menghadapi pansel menurut Yusril seolah-olah dia calon hakim MK yang baru, perasaan pasti tidak enak.

“Apalagi pansel kan punya kewenangan untuk merekomendasikan orang yang mereka seleksi apakah akan diangkat lagi atau tidak sebagai hakim MK,” ujarnya.
Menghadapi pansel dengan kewenangan seperti itu bagi orang yang sedang menjabat hakim MK menurutnya jadi serba salah dan serba tidak enak.

“Karena itu kalau saya jadi hamdan, sayapun akan memilih lebih baik tidak usah jadi hakim MK lagi. Jabatan hakim itu berat, banyak fitnah dan godaan. Kata Nabi Muhammad s.a.w kalau ada 3 hakim, hanya 1 yang masuk surga, 2 masuk neraka,” jelasnya.

Apalagi Hamdan menurut Yusril sudah beda pendapat dengan Presiden Jokowi mengenai keberadaan T Mulya Lubis dan Refly Harun, dua advokat yang duduk di pansel.
“Maka satu-satunya sikap yang harus diambil oleh hamdan ialah jangan ikut seleksi lagi. Jadi orang biasa saja akan lebih baik. Kita harus tunjukkan sikap dan pendirian bahwa jabatan itu tidak banyak artinya bagi hidup kita. Kita tidak cinta dan cari-cari jabatan dan kedudukan,” tegasnya.

Sebelumnya, Guru Besar Universitas Indonesia, Prof Sri Edi Swasono mengirimkankan catatan kepada Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa UUD 45 bukan produk hukum belaka. UUD 45 menurutnya adalah cita-cita bangsa, tujuan hidup bangsa, suatu Weltanschauung sakral bangsa, yang berdoktin kebangsaan dan kerakyatan.

“Bahkan, UUD 45 harus dibaca dengan grammatical reading tapi harus pula dengan moral, sociological, philosophical,
ethical, metaphysical dan mystical (sacred) readings,” tegasnya.

Ia menegaskan bahwa UUD 45 bukan barang mainan para sarjana ahli hukum saja, UUD45 adalah master piece-nya negarawan-negarawan bijak yang hanya bisa dipahani oleh orang-orang bijak.

“Apa para anggota Pansel Hakim-hakim MK pimpinan Prof Saldi Isra memenuhi syarat of being super wise men? Moga2 demikian,” ujarnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru