JAKARTA- Politikus tanpa jiwa besar akan menjadikan hukum sebagai permainan dan alat legitimasi kepentingannya. Di dalam negara hukum semua orang harus tunduk dan patuh kepada hukum. Karena hukum adalah mekanisme untuk menyelesaikan konflik melalui cara-cara damai, aman dan bermartabat. Demikian Yusril Ihza Mahendra kepada Bergelora.com di Jakarta, Jumat (3/4).
“Jiwa dari hukum adalah keadilan. Merumuskan, menafsirkan dan melaksanakan norma hukum harus dengan jiwa besar,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa hukum terkait dengan kekuasaan. Hukum tanpa kekuasaan takkan pernah berjalan efektif. Tapi kekuasaan tanpa hukum adalah kesewenangan. Setiap politikus haruslah berjiwa besar untuk taat dan patuh pada hukum.
“Apalagi dia menjalankan aktivitasnya di sebuah negara hukum. Jiwa besar politikus itu akan menjadi contoh bagi pengikutnya dan menjadi panutan bagi rakyatnya,” ujarnya
Tanpa jiwa besar politikus menurutnya, hukum hanya akan menjadi permainan dan alat legitimasi untuk membenarkan kelakuan yang salah dan keliru. Hukum ditafsir-tafsirkan dan diputarbalikkan sesuka hati lalu disosialisasikan agar diterima sebagai alat legitimasi dan justifikasi.
“Maka rusak binasalah masyarakat, bangsa dan negara. Yang ada di negara itu bukan hukum melainkan kekuasaan. Yang kuat menindas yang lemah, semaunya dan seenaknya. Maka yang lemahpun bertanya, untuk apakah ada negara?. Apakah negara hanya alat untuk menindas yg lemah oleh tangan-tangan orang yang berkuasa?” ujarnya.
Munas Riau
Sebelumnya kepada Bergelora.com sebagai pengacara Partai Golkar, Yusril Ihza Mahendra membantah pernyataan Menkumham Yasona Laoly yang mengatakan DPP Partai Golkar hasil Munas Riau sudah kadaluarsa.
Menurutnya DPP hasil Munas Riau berakhir Oktober 2014 tetapi telah diperpanjang hingga tahun 2015 tanpa menyebut tanggal dan bulan. Perpanjangan tersebut sudah didaftarkan dan disahkan oleh Menkumham. Pada tanggal 5 Pebruari 2015 Menkumham Yasona Laoly dalam suratnya kepada DPP Golkar mengakui bahwa satu-satunya susunan DPP Golkar yang tercatat di Kemenkumham adalah hasil Munas Riau tersebut.
Kemudian Menkumham Laoly menerbitkan SK tanggal 23 Maret yang mengakui sah hasil munas Ancol dan pengurus yang dibentuknya, yang dipimpin Agung Laksono. Tanggal 1 April 2015 SK Menkumham tersebut telah diputuskan PTUN Jakarta ditunda keberlakuannya.
“Jadi SK tersebut belum sah berlaku dengan penetapan penundaan tersebut. Dengan demikian maka keadaan kembali seperti semula sebelum diterbitkannya SK Menkumham tanggal 23 Maret 2015 yakni Pengurus hasil Munas Riau masih sah dan terdaftar di Kemenkumham. Karena disebut sampai thn 2015 tanpa tanggal dan bulan, maka itu berarti sampai berakhirnya tahun 2015 jika belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas perkara Golkar sekarang ini. Menkumham mestinya tahu dan paham mengenai masalah ini,” ujarnya. (Dian Dharma Tungga)