JAKARTA- Partai Golkar (Golongan Karya) tak akan bubar atau illegal kalau sampai 31 Desember 2015 Mahkamah Agung (MA) belum putuskan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi Jakarta. Hal ini ditegaskan oleh kuasa hukum Partai Golkar, Yusril Ihza Mahendra kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (29/12).
“Golkar tidak akan bubar jika sampai 31 Desember MA belum juga memutuskan perkara kasasi yang diputuskan PN Jakarta Utara dan PT Jakarta yang memenangkan gugatan kubu Munas Bali. Sebab, putusan PN Jakarta UtaraJakut yang dikuatkan oleh PT Jakarta itu berlaku serta merta meski ada banding dan kasasi,” ujarnya.
Putusan itu menurutnya menyatakan bahwa penyelenggaraan Munas Bali adalah sah dan kepengurusan yang dihasilkannya juga adalah sah. Sebaliknya, penyelenggaraan Munas Ancol adalah tidak sah, demikian pula kepengurusan yang dihasilkannya. Agung Laksono cs dilarang melakukan kegiatan apapun mengatasnamakan DPP Golkar.
“Putusan PN Jakarta Utara yang dikuatkan oleh PT Jakarta itu juga menegaskan bahwa sampai ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang bersifat tetap (inkracht), maka kepengurusan DPP Golkar hasil Munas Riau adalah kepengurusan DPP Golkar yang sah,” katanya.
Isi putusan serta merta ini sangat jelas dan tidak perlu diplintir oleh siapapun juga. Putusan pengadilan ini justru diambil untuk mencegah terjadinya kevakuman Pengurus DPP Golkar apabila putusan inkracht belum keluar sampai 31 Desember 2015, tanggal berakhirnya mandat Pengurus DPP Golkar hasil Munas Riau sebagaimana juga telah disahkan Menkumham.
“Jadi, tidak ada alasan mengatakan kalau tidak ada putusan MA setelah 31 Desember, Golkar bubar atau illegal. Partai hanya bisa dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi dengan alasan-alasan tertentu. Jangankan bubar atau illegal, kevakuman kepengurusan DPP Golkarpun tidak akan terjadi dengan putusan serta merta (uitvoorbaar bij vorrad) yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan dikuatkan oleh PT Jakarta dan kini tengah menunggu putusan tingkat kasasi,” jelasnya.
Imbas Konflik
Sebelumnya Direktur Eksekutif Indonesia Development Monitoring (IDM) Fahmi Hafel dalam keterangannya kepada Bergelora.com, Minggu (27/12) mengatakan kepengurusan Partai Golkar dari tingkat pusat hingga daerah sudah tidak berlaku lagi per 1 Januari 2016. Dengan tidak adanya kepengurusan yang sah, secara de jure artinya per tanggal itu Partai Golkar sudah bubar.
Kesimpulan Fahmi didasarkan pada putusan hukum terkait konflik kepengurusan Partai Golkar. Menurutnya putusan Mahkamah Agung (MA) terkait konflik kepengurusan Partai Golkar berimbas pada berlakunya Surat Keputusan (SK) Munas Riau 2009, dimana SK Riau 2009 oleh PTUN dan dikuatkan putusan MA bahwa kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Riau 2009 sebagai kepengurusan yang sah, dan pada 31 Desember 2015 mendatang masa kepengurusannya sudah habis.
Sedangkan sesuai putusan MA, kata Fahmi, juga tidak satupun kepengurusan hasil munas Golkar Bali maupun Ancol yang kepengurusannya diakui oleh pemerintah. Ini artinya SK Menkumham yang mencatatkan kepengurusan Golkar Munas Ancol sudah dibatalkan MA dengan dasar adanya perbuatan melawan hukum dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly diperintahkan MA untuk mencabut SK kepengurusan Munas Ancol yang dipimpin Agung Laksono.
”Sampai hari inipun hasil kepengurusan dan AD/ART Munas Golkar Bali belum disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM. Artinya yang diakui pemerintah kepengurusan Golkar hasil Munas Golkar Riau. Dari sini dapat ditarik kesimpulam bahwa per 1 Januari 2016 kepengurusan Partai Golkar sudah tidak berlaku lagi,” kata Fahmi.
Berakhirnya masa berlaku SK kepengurusan Golkar hasil Munas Riau juga bisa diartikan semua anggota legislatif mulai dari DPR RI hingga DPRD tingkat 1 dan 2 dari Partai Golkar ilegal, karena secara hukum Partai Golkar sudah bubar alias tidak ada pengurusnya yang disahkan olej pemerintah. UU Parpol menyatakan bawa syarat sebuah parpol yang sah adalah yang punya kepengurusan yang disahkan pemerintah.
”Dengan demikian dapat dikatakan bahwa anggota legislatif dari Golkar sudah tidak bisa mewakili partai politik yang tidak disahkan oleh pemerintah,” kata Fahmi.
Lebih lanjut dikatakan dia, berakhirnya kepengurusan Golkar berdasarkan SK Menkumham Munas Golkar Riau juga berdampak pada pergantian posisi Ketua DPR RI yang kosong ditinggalkan Setya Novanto. Akibat tidak ada kepengurusan Golar baik kubu Agung maupun kubu Ical per 1 Januari 2016, maka kedua kubu tidak bisa mencalonkan penggantinya. Oleh karenanya, menurut dia, untuk posisi Ketua DPR harus dikocok ulang dengan cara Pemerintah mengeluarkan Perpu untuk UU MD3. (Web Warouw)