JAKARTA – Kementerian Kesehatan Brazil melaporkan masalah kasus infeksi virus Zika, sehubungan dengan laporan ditemukannya virus ini pada dua wanita yang bayi dalam kandungan mereka ternyata menderita microcephaly (kepala dan otak yang kecil dan tidak berkembang). Lalu, pada pada 28 November 2015 menemukan virus Zika pada jaringan otak bayi yang meninggal dengan microcephaly. Demikian penjelasakn Regional Coordinator WHO (World Health organization) South East Asia Regional Office, Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), DTM&H, MARS, DTCE kepada Bergelora.com di Jakarta, Senin (28/12).
“Pada dasarnya klinis penyakit ini ringan dan self limited. Keluhan dapat berupa bercak merah di kulit, demam, nyeri kepala dan mata terasa panas dan atau conjunctivitis. Baru beberapa waktu ini saja lalu infeksi virus ini diduga dihubungkan dengan gangguan susunan saraf pusat dalam bentuk microcephaly dan retardasi mental,” ujarnya.
Mantan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan serta Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, di Kementerian Kesehatan ini menjelaskan bahwa sebelumnya, outbreak infeksi Zika terjadi di French Polynesia dimana diduga ditemukan 17 bayi dengan gangguan susunan syaraf pusat yang diduga berhubungan dengan infeksi virus Zika ini.
Sepanjang tahun 2015 ini sudah ada 2.700 bayi dengan microcephaly di Brazil, angka yang jauh meningkat dari 105 kasus di sepanjang tahun 2014. Ada sementara dokter di Brazil yang bahkan sudah menganjurkan kemungkinan penundaan kehamilan di musim hujan di mana nyamuk banyak ditemukan, karena nyamuk Aedes aegypti adalah penular penyakit ini.
Di sisi lain, sebagian besar pakar internasional belum terlalu meyakini ada tidaknya hubungan langsung antara infeksi virus Zika dan kejadian microcephaly itu, masih perlu penelitian lebih lanjut. Memang masih terjadi perbedaan pendapat tentang hal ini. Pakar Institut Riset di Brazil kemudian mengatakan, “We are preparing for the unknown”
Virus Zika sendiri ditemukan pertama kali di Uganda pada 1947 pada monyet di hutan Zika (makanya diberi nama Zika virus), lalu pada 1948 ditemukan pada nyamuk Aedes africanicus dan pada 1954 ditemukan pada manusia di Nigeria.
Virus Zika tergolong Flavi virus, tadinya bentuknya hanya seperti demam berdarah tapi lebih ringan, ada juga yang menyebutkannya sebagai bentuk ringan dari penyakit Chikunguya. Penularan melalui gigitan nyamuk Aedes, tapi ada juga laporan melalui sex atau trans plasental, walaupun amat jarang.
Dalam peta epidemi dunia maka negara Asia termasuk daerah terpapar Zika Virus, khususnya dalam bentuk ringan, dan memang sejauh ini tidak pernah ada outbreak di kawasan Asia. Sejauh ini belum ada obat anti viral dan belum ada vaksin untuk mencegah infeksi ini.
“Dunia kesehatan masyarakat masih mengamati kejadian di Brazil ini dengan seksama. Sejauh ini belum ada langkah kesehatan internasional yang khusus dilakukan,” jelasnya. (ZKA Warouw)