JAKARTA- Pelaksanaan berlaku surut pada Perpu Terorisme adalah Bertentangan Dengan UUD 1945. Pemerintah harus hati-hati dalam merubah pasal-pasal Undang-undang Terorisme yang berlaku sekarang ini. Demikian ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (16/4).
“Undang-undang No 15 Tahun 2003 yang dulunya adalah Perpu kami siapkan dengan sangat hati-hati agar tidak melanggar HAM,” jelasnya.
Yusril mengingatkan agar Indonesia berdaulat dan tidak mengikuti semua kemauan dan tekanan Amerika tentang persoalan terorisme.
“Kami juga tidak mau ditekan Amerika dan negara-negara lain agar mengikuti kemauan mereka dalam menghadapi terorisme. Kami ingin negara kita tetap berdaulat menentukan cara kita sendiri dalam menghadapi terorisme,” tegasnya.
Selain itu Yusril meminta agar pemerintah menjaga perasaan umat Islam yang mayoritas di Indonesia yang telah memilih jalan moderat dan demokratis dalam membangun republik Indonesia.
“Kami juga sangat sensitif dengan perasaan umat Islam di negeri yg merupakan komunitas umat Islam terbesar di dunia terhadap isyu terorisme. Mayoritas umat Islam Indonesia memilih jalan moderat dan demokratis dalam membangun bangsa dan Negara RI,” ujarnya.
Menurutnya, pemerintah harus menyadari bahwa rencana pemberlakuan surut Perpu adalah bertentangan dengan UUD 1945. Mahkamah Konstitusi telah batalkan Perpu 2 Tahun 2002/UU No 16 Tahun 2003 yang memberlakukan surut Perpu No 1 Tahun 2002 atau UU No 15 Tahun 2003.
“Dulu saya berpendapat terorisme adalah crime against humanity atau kejahatan kemanusiaan sehingga bisa berlaku surut atau retroaktif, walau Statuta Roma tentang Pembentukan International Criminal Court belum memasukkan terorisme sebagai kejahatan kemanusiaan,” jelasnya.
Namun setelah ada putusan MK ia menyadari norma hukum pemberantasan terorisme tidak bisa diberlakukan retroaktif. (Web Warouw)