JAKARTA- Pemerintah pusat diminta serius dalam menangani masalah rakyat diperbatasan. Saat ini ada 27.000 orang keturunan Sangihe-Talaud di Philippina yang tak memiliki kewarganegaraan (stateless). Demikian politisi Jimmy R Tindi kepada Bergelora.com di Manado, Jumat (13/2).
“Mereka bekerja sebagai nelayan di pulau-pulau di Philippina. Tidak memiliki status warga negara karena tidak ada yang mengurus. Mau pulang dianggap sebagai orang asing dan tidak diakui pemerintah,” jelasnya.
Masalah di daerah perbatasan yang lain adalah sulitnya fasilitas transportasi laut antar pulau yang tidak memadai. Sehingga mobilitas ekonomi sangat terbatas mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang lamban.Ā
“Angkutan kapal Pelni tak menyentuh Pulau Marore, Kawio, Miangas dan lainnya. Infrastruktur jalan rusak semua sehingga rakyat desa-desa terisolasi dari fasilitas negara yang merupakan hak warga negara,” ujar mantan Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini.
Ketidak hadiran negara didaerah perbatasan ini menyebabkan rakyat harus mencari jalan keluarnya sendiri untuk bisa bertahan hidup. Padahal setiap kali pemilu dan pilkada, rakyat diberikan janji peningkatan kesejahteraan, agar memilih anggota DPRD, DPR, bupati, walikota, gubernur sampai presiden.
“Pemberdayaan kelompok nelayan di pulau-pulau terluar bagian utara Indonesia masih sangat kurang. Beberapa desa di Pulau terluar ini sangat aneh karena Tahun 2015 ini tak ada anggaran DAK yang di kelola oleh Badan perbatasan di Daerah,” jelasnya.
Untuk itu Jimmy R. Tindi menuntut agar Presiden dan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi harus mengakomodir putra Sulawesi Utara untuk masuk dalam jajaran deputy di Kementerian tersebut.
“Selama ini yang bertugas jadi deputy tidak pernah tahu penderitaan rakyat didaerah perbatasan. Maka pantas tidak ada empati pada rakyat di daerah-daerah tersebut. Tidak ada kebijakan signifikan yang merubah kehidupan rakyat menjadi lebih baik,” jelasnya.Ā
Sebagai salah satu provinsi yang berbatasan langsung dengan negara tetangga maka sudah selayaknya menurutnya Kementerian tersebut mengakomodir birokrat dari Sulawesi Utara yang mengerti dan punya empati pada rakyat dan daerah perbatasan untuk masuk pada jajaran deputi.
“Hal ini agar program yang diarahkan ke rakyat bisa bermanfaat dan tepat sasaran di daerah perbatasan dan daerah tertinggal di pulau-pulau terluar,” tegasnya.Ā
Di Sulawesi Utara sendiri menurutnya banyak birokrat senior yang potensial serta menguasai daerah perbatasan dan sudah berpengalaman bekerjasama dengan rakyat di daerah pulau-pulau perbatasan.Ā
“Katakanlah seperti Ir. Recky Toemanduk mantan Kadis PU Kabupaten Talaud yang sekarang oleh Gubernur Sulawesi Utara di percayakan sebagai Kaban Perbatasan. Serta masih banyak lagi birokrat lainnya,” ujarnya.
Ia mengingatkan, arena selama ini program pemerintah pusat hampir tak bermanfaat bahkan terkesan mubasir karena tidak tepat sasaran.
“Yang dibangun gedung-gedung pertemuan, rumah ibadah yang tidak bisa meningkatkan kapasitasa ekonomi rakyat,” jelasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)