Pemerintah harusnya bijak dalam pembagian dan penetapan lahan konservasi tersebut kepada masyarakat, agar tidak menambah deretan kasus agrarian di Indonesia dan terciptanya keadilan sosial dalam menjaga kelestarian alam yang mengabdi pada UUD 1945 dan Pancasila sebagai fondasi awal kita bernegara. Bergelora.com memuat ulasan Mirza, S.Kom, Ketua Prespektif Parigi-Moutong, Lembaga yang Konsen terhadap Isu-isu Demokrasi, Agraria dan Ekonomi (Redaksi)
Oleh : Mirza, S.Kom
MENJAGA kelestarian alam merupakan hal yang penting serta merupakan tanggung jawab bersama. Namun kenyataannya konservasi seringkali menyingkirkan orang-orang yang berada di kawasan konservasi. Bahkan secara semena-mena mereka dihilangkan aksesnya terhadap lahan-lahan pertanian yang menjadi penghidupannya akibat penetapan wilayah konservasi yang tidak melibatkan peran mereka dalam perencanaannya.
Penetapan Konservasi acapkali menghilangkan Peran Negara terhadap Penciptaan Keadilan Sosial bagi sulur rakyatnya. Yang merupakan Inti dari tulisan ini pada dasarnya adalah mempertanyakan tanggung jawab Negara terhadap nasib petani yang berproduksi di wilayah SM Tanjung Santigi Kabupaten Parigi Moutong yang lahan produksinya masuk dalam lahan konservasi suaka margasatwa.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Negara merupakan payung hukum tertinggi dalam menjamin terciptanya masyarakat yang adil dan sejahtera, dan kehadirannya pun penting untuk memberikan kepastian dan jaminan Hidup bagi seluruh warga negaranya tak hanya itu negerapun di tuntut mampu memberikan keadilan bagi seluruh rakyat sesuai dengan amanat dari dasar Negara juga di tuntut untuk mengelola kekayaan yang dimiliki demi kesejahteraan rakyat untuk menciptakan Keadilan sosial sesuai amanat perundang-undangan dan Pancasila
Seputar Konservasi Lahan SM Tanjung Santigi
Sekitar 90–an KK yang menggantungkan hajat Hidupnya pada produksi pertanian di SM tanjung santigi yang ditetapkan lewat keputusan Menteri kehutanan dan Perkebunan Nomor: 757/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan kawasan Hutan di wilayah Privinsi Sulawesi tengah.
Selain itu, diperkuat juga dengan Surat Keputusan Nomor: SK.99/Menhut-II/2005 t serta Keputusan Menteri kehutanan Nomor: SK.869/Menhut-II/2014 tentang pembagian luas kawasan hutan dan konservasi perairan di provinsi Sulawesi tengah menjadi calon rehabilitasi, dari total 669.94 Ha terdapat lahan produksi pertanian yang terbagi dalam dua kategori. Menurut Balai KSDA Sulawesi tengah terdiri dari Lahan Pertanian Kering Campur semak belukar seluas 445.56 dan pertanian lahan kering 149.38 Hayang masuk dalam kategori tipe Kerusakan Berat.
Proses rehabilitasi ini oleh balai KSDA Sulteng berakhir dengan adanya penutupan lahan serta meningkatkan fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan dan habitat flora dan fauna ( sesuai sosialisasi Balai KSDA Sulteng pada 2017 kepada masyarakat Bolano ).
Rencana Pemulihan Ekosistem SM Tanjung Santigi ini berimplikasi pada penyingkiran petani yang berproduksi di seputaran SM Tanjung Santigi dan berpotensi menjadi konflik agraria di tengah-tengah keadilan sosial Di SM Tanjung Santigi.
Sementara itu ditengah-tengah adanya program perhutanan sosial yang merupakan penerjemahan dari semangat Reforma Agraria. Presiden Jokowi berharap terciptanya keadilan sosial dalam pengelolaan hutan namun di Parigi Moutong terjadi hal yang sebaliknya dengan basis argumentasi konservasi petani yang berada di wiayah Kecamatan Bolano dihimbau untuk menghentikan produksi pertaniannya oleh Balai KSDA Sulawesi Tengah.
Cita-cita keadilan sosial sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945 seakan semakin jauh dari hadapan masyarakat Kecamatan Bolano. Disamping masalah tidak sejahteranya kehidupannya sebagai petani yang dihadapkan dengan masalah lebih pelik yaitu potensi hilangnya akses terhadap tanah garapannya dengan kedok Konservasi. Hal ini memiliki efek domino terhadap penciptaan ketimpangan ekonomi di wilayah ini dan merembes pada ketidak adilan di wilayah penghidupannya yang lain.
Pada posisi ini pemerintah harusnya bijak dalam pembagian dan penetapan lahan konservasi tersebut kepada masyarakat, agar tidak menambah deretan kasus agrarian di Indonesia dan terciptanya keadilan sosial dalam menjaga kelestarian alam yang mengabdi pada UUD 1945 dan Pancasila sebagai fondasi awal kita bernegara.

