JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan alasan baru melakukan penyegelan terhadap pagar laut di Kabupaten Tangerang yang pertama kali teridentifikasi pada Agustus 2024.
Pagar tersebut diketahui berdasarkan laporan yang masuk ke Dinas Kelautan dan Perikanan Banten.
Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan KKP, Halid Jusuf, menyebutkan bahwa pihaknya tidak bertindak gegabah dalam menangani kasus tersebut.
Menurutnya, KKP perlu memastikan koordinasi dengan berbagai pihak sebelum melakukan tindakan.
“Gini, kita kan tidak mungkin bertindak secara gegabah. Karena kita menelusuri jangan-jangan (ditangani) di Kementerian A, Kementerian B, ada sudah keluar mekanisme ini. Nah selama ini kan kami masih mendalami,” kata Halid saat ditemui di Pulau Cangkir, Rabu (15/1/2025).
Permana Halid menjelaskan, saat pertama kali ditemukan, pagar laut tersebut memiliki panjang sekitar tujuh kilometer. Setelah itu, pihaknya langsung melakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Tujuh kilometer takutnya lebih kuat itu desakan. Sehingga ini adalah bola api yang cukup besar, dilihat oleh orang, memang butuh semacam penindakan secara berkoordinasi seperti itu,” ujarnya.
Halid membantah bahwa penyegelan dilakukan karena masalah ini menjadi viral. Ia menegaskan, tindakan penyegelan membutuhkan kajian yang matang terlebih dahulu.
“Kami sudah melakukan tindakan koordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan, cuma memang pada saat itu karena pemagarannya itu baru satu-satu begitu kan, belum sepadat ini,” katanya.
Selama periode Agustus hingga Desember 2024, panjang pagar laut tersebut meningkat dari tujuh kilometer menjadi 30,16 kilometer. Halid mengakui bahwa hingga kini pihaknya masih menyelidiki pelaku pembangunan pagar tersebut.
“Kami sampai saat ini masih mencari-cari. Karena pekerjaannya bisa jadi malam hari,” pungkasnya.
Milik Agung Sedayu Group
Salah satu warga Tanjung Pasir Teluknaga, Kabupaten Tangerang, berinisial MN (55) yang terdampak proyek pagar laut di perairan Tangerang mengungkapkan bahwa protes warga tak digubris aparat setempat, bahkan berakhir pada intimidasi. MN mengisahkan, salah satu awak kapalnya bernama N sempat mendapat ancaman.
“Lagi proses bangunnya itu kan sampai ribut ribut itu. Kami sempat diancam juga, ‘kalau memang berani cabut, kalau memang kamu nggak sayang anak istri boleh’ dia bilang kayak gitu, sempat digituin ,” kata MN saat dihubungi Republika , Kamis (16/ 1/2025).
“Kalau yang diancam seperti itu, namanya siapa Pak N, kalau saya cuma ditanya ini gitu. Tapi foto-foto saya sudah disebar juga sama teman-teman pas protes itu,” katanya.
Maun mengungkapkan intimidasi tersebut tak sekali pun dua kali dilontarkan kepada warga. Tak tinggal diam mendapatkan ancaman tersebut lalu langsung melaporkan ke pihak yang berwenang. Namun belum mendapatkan respon.
“Kami sempat lapor ke kepala desa, ke anggota TNI,” katanya.
Kendati demikian, MN mengungkapkan ancaman tersebut sekarang sudah tidak ada lagi. Meskipun kasus pagar laut memang sempat menjadi sorotan masyarakat luas.
“Enggak, di kampung saya enggak ada (lagi ancaman),” katanya.
Di sisi lain, menurutnya pemerintah tak jujur karena mengaku tak tahu menahu pemilik dibalik pagar laut. Ia juga menyebutkan bahwa pemilik pagar laut adalah salah satu perusahaan besar di Indonesia yang berbisnis di bidang properti.
“Masalah pagar laut juga pihak pemerintah bilang nggak tahu punya siapa, itu bohong, itu punya Agung Sedayu Group karena saya bertanya langsung ke yang kerja termasuk mandornya, mandor Samson dari muara dan mandor Memet juga,” katanya.
Pagar Laut di Perairan Kamal Muara, Bekasi
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sejumlah nelayan di Kamal Muara mengeluhkan adanya pagar laut terbuat dari bambu yang membentang sepanjang 1,5 kilometer di perairan Kamal Muara, Penjaringan, Jakarta Utara.
“Pagar laut yang terbentang ini mengganggu aktivitas dan meresahkan,” kata seorang nelayan Kamal Muara Udin di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, dengan adanya pagar laut itu mengakibatkan biaya produksi meningkat karena harus memutar dan menghabiskan bahan bakar minyak.
Udin mengatakan sejak pagar berdiri hasil tangkapan ikan dan udang menjadi berkurang, belum lagi dirinya harus mengeluarkan kocek lebih karena konsumsi bahan bakar kapal yang bertambah.
“Kami berharap tidak ada pagar lagi di perairan ini agar mereka dapat bebas untuk mencari ikan dan udang,” kata dia.
Udin yang biasa menangkap ikan dengan menggunakan bubu atau alat penangkap ikan yang terbuat dari saga atau bambu mengaku tidak mengetahui pemilik pagar laut di perairan Kamal Muara yang telah berdiri sejak dua bulan terakhir tersebut.
Pagar laut dari material bambu yang berdiri di perairan Kamal Muara ini membentang di tiga titik dan pagar yang berada di tengah memiliki panjang sekitar satu koma lima kilometer.
Pagar laut yang berada di seberang pulau C reklamasi ini menghalangi aktivitas para nelayan yang setiap hari mencari ikan dan juga udang di wilayah tersebut.

